Pondok Belajar

Wednesday, March 08, 2017

Metode yang Tepat Dalam Menulis Sebuah Naskah Drama

Metode yang Tepat dalam Menulis Sebuah Naskah DramaSeorang penulis harus mengetahui tehnik-tehnik untuk menulis sebuah naskah drama sebelumnya agar naskah yang ditulis menjadi bagus untuk dipentaskan. Menulis naskah drama tidak jauh berbeda dengan menulis cerpen maupun novel tetapi lebih baik kita mengetahui terlebih dahulu pengertian naskah drama itu sendiri. Luxemburg (dalam Depdiknas, 2004:170) mendefinisikan ‘Teks drama adalah sebagai semua teks yang berbentuk dialog-dialog. Disamping itu, Ia juga menuturkan bahwa terdapat tiga pokok yang perlu ditinjau dalam sebuah drama yaitu: situasi penyajian, alur dan bahasa’. 
Metode yang Tepat Dalam Menulis Sebuah Naskah Drama
Metode Menulis Naskah Drama

Selanjutnya, penulis harus mengetahui teknik-teknik penulisan drama yaitu sebagai berikut: 

(1) Menciptakan setting (latar), (2) melakukan eksplorasi (pengamatan
dan pencatatan), (3) menulis latar, (4) menciptakan tokoh, (5) mendeskripsikan tokoh, (6) meletakkan tokoh dalam latar, (7) menciptakan tokoh berbicara, (8) penempatan semua elemen bersama-sama menjadi skenario dasar, (9) membuat skenario dasar (kasar): menyusun adegan, (10) menulis rangkaian adegan ke dalam draft dan (11) penulisan draf kedua: menulis kembali draft pertama. (Depdiknas, 2004:144) 
Oleh Waluyo (dalam Depdiknas, 2004:167-170) menyebutkan untuk menulis naskah secara lengkap dan rinci siswa harus memahami terlebih dahulu struktur drama yaitu:

(1) Plot atau kerangka cerita
Sebagaimana kita pahami, Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka/konsep dari awal hingga akhir sebuah cerita yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan (Antagonis). Konflik itu berkembang karena kontradiksi antara sifat dua tokoh yang berlawanan. Sifat dua tokoh utama yang bertentangan misalnya, kebaikan kontra kejahatan, tokoh sopan kontra tokoh yang brutal, tokoh pembela kebenaran kontra bandit, tokoh kesatria kontra penjahat dan sebagainya. Konflik itu semakin lama semakin meningkat kemudian mencapai titik klimaks. Setelah klimaks peristiwa tersebut akan menuju penyelesaian.

(2) Penokohan atau perwatakan
Penokohan erat hubungannya dengan perwatakan. Susunan tokoh adalah daftar tokoh-tokoh yang berperan dalam sebuah drama. Dalam susunan tokoh yang terlebih dahulu dijelaskan adalah nama, umur, jenis kelamin, tipe fisik, jabatan dan keadaan kejiwaannya. Penulis cerita harus menggambarkan perwatakan tokoh-tokohnya sehingga watak tokoh itu akan menjadi nyata terbaca dalam dialog dan catatan samping. Jenis dan warna dialog akan menggambarkan watak tokoh.  
Watak para tokoh tersebut harus konsisten dari awal sampai akhir.  Watak tokoh protagonis dan tokoh antagonis harus memungkinkan keduanya menjalin pertikaian sehingga pertikaian itu memungkinkan untuk berkembang menjadi klimaks. Kedua tokoh ini haruslah tokoh-tokoh yang memiliki watak  yang kuat (berkarakter) sehingga watak yang kuat itu kontradiktif antara keduanya. Dapat juga keduanya memiliki kepentingan yang sama saling berebut sesuatu atau saling bersaing.
Sifat watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi (watak dimensional). Adapun Penggambaran tersebut berdasarkan keadaan psikis,  sisoal dan fisik. Keadaan fisik biasanya dilukiskan pada awal baru kemudian dilaanjutkan keadaan sosial.  Pelukisan watak pemain dapat langsung pada dialog yang mewujudkan watak dan perkembangan lakon tetapi banyak juga kita jumpai dalam catatan samping (catatan teknis).

(3) Dialog atau kosakata
Ciri khas suatu drama adalah naskah yang berbentuk percakapan atau dialog. Dalam menyusun dialog penulis harus benar-benar memperhatikan pembicaraan tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari-hari mereka. adapun Pembicaraan yang ditulis oleh sipenulis naskah drama tersebut adalah pembicaraan yang akan diucapkan dan harus pantas untuk diucapkan di atas panggung wajtu pementasan. Bayangan pentas di atas panggung merupakan tiruan (mimetik) dari kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dialog yang ditulis harus mencerminkan pembicaraan sehari-hari.

(4) Latar atau landasan tempat kejadian.
Penulisan sebuah cerita tidak dapat ditulis jika di dalam imajinasi saja/tidak ada gambaran latar dari cerita tersebut. Baik itu yang bersifat geografis, budaya atau yang sangat abstrak sekalipun. Penentuan latar harus secara cermat sebab naskah drama harus  memberikan kemungkinan untuk dipentaskan. Novakovich (dalam Depdiknas, 2004:118) menyebutkan bahwa: ‘Latar adalah sarana utama karena dari latarlah kemudian muncul tokoh dan dari tokoh kemudian munculah konflik sehingga tercipta alur cerita’.
Harus dipahami, bahwa latar seniah cerita biasanya meliputi tiga dimensi yaitu waktu, runag dan tempat. Latar tempat tidak akan dapat berdiri dengan sendirinya berhubungan dengan waktu dan ruang.  Misalnya tempat di Aceh, tahun berapa, di luar rumah atau di dalam rumah. Untuk cerita konflik antara RI dan GAM misalnya, tempatnya jelas di Aceh, pada tahun 1998-2005, tempatnya di desa, baik di dalam rumah maupun di medan gerilya. Dengan rumusan tersebut kita dapat membayangkan tempat kejadian secara nyata. Hal ini dapat diperkuat dengan kostum, tata pentas, make up dan perlengkapan lainnya jika drama ini dipentaskan.

(5) Tema atau nada dasar kejadian
Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema bersifat lugas, objektif dan khusus. Ada drama yang diantaranya bertema ketuhanan, peri kemanusiaan, cinta, patriotisme, kritik sosial, renungan hidup dan sebagainya.

(6) Amanat atau pesan pengarang
Kita paham jika Amanat yang hendak disampaikan oleh pengarang melalui dramanya harus dicari oleh pembaca atau penonton itu sendiri. Seorang pengarang drama baik secara sadar atau tidak sadar pasti menyampaikan amanat dalam karya mereka.  Pembaca yang cukup teliti akan dapat menangkap apa yang tersirat di balik yang tersurat. Amanat bersifat kias, subjektif dan umum. Untuk itu, Setiap pembaca dapat dengan berbeda-beda menafsirkan makna dari karya itu bagi dirinya, dan semuanya cenderung dibenarkan kerana tidak ada batasan salam menafsirkannya. Amanat yang hendak disampaikan oleh pengarang perlu diberikan beberapa alternatif dan di dalam menafsirkan amanat penikmat dapat bersifat akomodatif.

(7) Juknis (Petunjuk teknis)
Sebaiknya, dalam naskah drama diperlukan juga petunjuk-petunjuk teknis yang sering disebut dengan teks sampingan. Senagaimanan kita amiti dalam sebuah sandiwara radio, sandiwara televisi atau skenario film, keberadaan teks samping ini sangatlah penting dalam sebuah pementasan drama. Itu karena teks samping ini memberikan petunjuk teknis tentang suasana pentas, tokoh, waktu, musik, suara, keluar masuknya aktor atau aktris, warna suara dan perasaan, keras lemahnya dialog yang mendasari sebuah dialog dalam drama tersebut. Teks samping ini biasanya ditulis dengan tulisan berbeda dari dialog, misalnya dengan huruf miring atau huruf besar semua.

(8) Drama sebagai interpretasi kehidupan
Ulasan tentang drama sebagai interpretasi kehidupan sangat erat hubungannya dengan pandangan dasar dri si penulis drama itu sendri. Kita tahu bahwa nada dasar drama bukan nada dasar penafsir atau sutradaranya sendri. Jadi drama sebagai hasil dari tiruan kehidupan berusaha untuk memotret kehidupan secara nyata (real). Untuk itu, maka Setiap pengarang tidak sama dalam mengamati, melihat dan menginterpretasikan sisi kehidupan yang ada. Ada pengarang yang memfokuskan pada segi keadilan, segi cinta kasih, segi kebobrokan sosial, segi moral, segi didaktis, segi kepincangan dalam masyarakat, segi suka atau duka dan sebagainya. Tontonan atau naskah yang dihasilkan akan ditentukan oleh bagaimana sikap penulis dalam menginterpretasikan kehidupan ini.

Fungsi, Peranan dan aspek Bahasa Dalam Pendidikan Sekolah

Fungsi, Peranan dan aspek Bahasa Dalam Pendidikan Sekolah. Kita telah memahami bersama jika bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan emosional intelektual, dan sosial, para peserta didik dan juga merupakan sebagai sarana penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua pelajaran di sekolah. Untuk itu, pembelajaran bahasa diharapkan dapat membantu peserta didik untuk lebih mengenal budayanya ,dirinya, , dan budaya orang, untuk mengemukakan gagasan dan perasaan, ikut berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam diri peserta didik (potensi mereka).
Fungsi, Peranan dan aspek Bahasa Dalam Pendidikan Sekolah
Fungsi, Peranan dan aspek Bahasa Dalam Pendidikan Sekolah

Tujuan Pembelajaran bahasa Indonesia yaitu untuk mengarahkan peserta didik dalam meningkatkan kemampuan mereka untuk dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar (lisan maupun tulis), disamping untuk menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesusastraan di Indonesia.
Sebenarnya, kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya dengan kemampuan berpikir peserta didik. Karena bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Sebab semakin terampil seeseorang dalam berbahasa, maka semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya dalam berpikir. Untuk itu, Keterampilan berbahasa ini hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan dengan melakukan banyak latihan baik sendiri ataupun berkelompok. Melatih keterampilan menulis berarti juga melatih keterampilan berpikir.
Bahasa merupakan alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pikiran, gagasan, dan perasaan dapat disampaikan melalui bahasa lisan dan bahasa tulis. Penyampaian perasaan, pikiran, dan gagasan memerlukan seperangkat pengetahuan, sehingga apa yang disampaikan dapat dipahami oleh pembaca atau pendengar dengan baik. Pengetahuan itu juga membantu komunikator untuk menata bahasa secara logis dan sistematis.
Penataan perasaan, pikiran, dan gagasan secara logis dan sistematis secara kongkret dapat dimanifestasikan dalam bentuk bahasa tulis. Penyampaian bahasa secara tertulis selain melalui kalimat, juga dapat ditata dalam bentuk paragraf-paragraf. Mustakim (1994:113) menyatakan, ‘Secara kongkrit, isi paragraf hanya terdapat pada ragam bahasa tulis, karena jalinan kalimat yang membentuk sebuah paragraf hanya dapat diidentifikasi dalam bentuk tertulis.’
Disamping itu, menulis juga merupakan salah satu aspek bahasa yang bersifat produktif bafi perseta didik. Karena melalui melalui menulis, seseorang akan lebih kreatif. Seorang penulis selain harus mampu mengekspresikan ide, gagasan, dan pikirannya juga harus mengetahui bagaimana cara menghubungkan berbagai fakta, membandingkan, dan sebagainya. Dengan perkataan lain, seorang penulis harus mampu mengekspresikan ide, pengalaman, dan perasaannya dalam bentuk tulisan, sehingga apa yang diketahui, dialami, dan dirasakan dapat disampaikan dengan baik. Modal menulis selain pengetahuan tentang teori, membutuhkan pemikiran yang maksimal. Kesungguhan berpikir seorang penulis akan tercermin dalam tulisannya. Hal ini juga dikemukakan oleh Akhadiah (1994:143) sebagai berikut.

Kita tahu bahwa Kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya dengan kemampuan berpikir seseorang. Bahasa seseorang mencerminkan pikiran dan pengetahuannya. Jika Semakin terampil seseorang dalam berpikir, maka semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Kemampuan ini dapat diperoleh dengan latihan intensif dan bimbingan yang sistematis.

Pengetahuan dan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh seseorang juga belum menjamin untuk mampu menulis secara baik dan sistematis. Banyak orang yang mempunyai gagasan yang cemerlang, tetapi merasa susah menyampaikannya kepada orang lain. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuannya dalam mengurutkan ide-ide atau gagasan-gagasan secara logis dan sistematis dalam satu kesatuan bahasa.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang SMP/MTs, pembelajaran bahasa Indonesia ditekankan pada aspek keterampilan. Penekanan ini dimaksudkan agar siswa mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Siswa diharapkan terampil berbahasa, baik reseptif maupun produktif. Keterampilan reseptif mencakup keterampilan menyimak dan membaca. Keterampilan produktif mencakup keterampilan menulis dengan berbicara.

Agar siswa terampil berbahasa secara reseptif dan produktif, dalam pembelajaran guru hendaknya dapat memberikan kesempatan lebih banyak kepada siswa berlatih menggunakan bahasa. Artinya pembelajaran tidak semata-mata diarahkan pada pembekalan pengetahuan tentang bahasa. Pengetahuan tentang bahasa tidak akan banyak manfaatnya jika tidak digunakan dalam kenyataan berbahasa baik kegiatan berbahasa yang bersifat reseptif maupun kegiatan berbahasa yang bersifat produktif.

Dalam pembelajaran menulis paragraf narasi, siswa diarahkan untuk dapat menceritakan suatu objek secara tepat. Tulisan yang dijalin dalam paragraf narasi dapat mengarahkan pembaca seakan-akan mengetahui objek yang digambarkan itu secara nyata. Jika pemahaman pembaca sudah sampai pada taraf yang demikian, ini berarti tulisan yang dijalin dalam paragraf narasi sudah mencapai tujuannya. Dengan kata lain sudah terjalin komunikasi yang baik antara penulis dan pembaca.

Pembelajaran menulis narasi sederhana sudah dimulai sejak Sekolah Dasar. Pembelajaran ini dipertajam lagi di SMP. Tentang menulis deskripsi di SD terlihat pada Kompetensi Dasar tentang penulisan sebuah paragraf dengan menceritakan sebuah benda berdasarkan gambar. Kompetensi Dasar di SMP tentang menulis sebuah paragraf narasi dengan gagasan utama terdapat di awal paragraf. Atas dasar inilah penelitian ini dilakukan. Dengan demikian, hasil penelitian ini akan dapat memberikan gambaran tentang proses dan hasil pembelajaran menulis paragraf narasi, khususnya pada jenjang SMP/MTs.

Terkait dengan keterangan menulis sebagai keterangan berbahasa yang bersifat produktif, dalam silabus pelajaran bahasa Indonesia jenjang SMP/MTs, terdapat sejumlah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pembelajaran menulis, yaitu:

1. Menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf naratif.
2. Dapat Menulis hasil observasi dalam bentuk paragraf deskriptif
3. Dapat Menulis gagasan secara logis dan sistematis dalam bentuk ragam paragraf ekspositif
4. Menulis gagasan untuk mendukung suatu pendapat dalam bentuk paragraf argumentatif
5. Dapat Menulis gagasan untuk meyakinkan atau mengajak pembaca bersikap atau melakukan sesuatu dalam bentuk paragraf persuasi
6. Menulis hasil wawancara ke dalam beberapa paragraf dengan menggunakan ejaan yang tepat
7. Menemukan perbedaan paragraf induktif dan deduktif melalui kegiatan membaca intensif
8. Menentukan kalimat kesimpulan (ide pokok) dari berbagai pola paragraf induksi, deduksi dengan membaca intensif
9. Menulis karangan berdasarkan topik tertentu dengan pola pengembangan deduktif dan induktif

Mengingat salah satu tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku dewasa ini, yaitu pembelajaran lebih mengarah pada hal-hal yang dekat dengan lingkungan anak, penulis mengarahkan penelitian ini pada pemahaman siswa terhadap budaya lokal.

Tuesday, March 07, 2017

Penerapan Model Pembelajaran Sanggar Sastra dalam Mengapresiasi Puisi

Contoh PTK (Penerapan Model Pembelajaran Sanggar Sastra dalam Mengapresiasi Puisi pada Siswa  kelas IX SMP Negeri 2 Pasie Raja)

Latar Belakang Masalah
Ruang lingkup pengajaran bahasa Indonesia pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sesuai dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) meliputi aspek penguasaan kebahasaan, kemampuan memahami, kemampuan mengapresiasi, dan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bila ditinjau dari aspek pembelajaran tersebut, pengajaran bahasa Indonesia di SMP mencakup masalah kebahasaan dan sastra.
Penerapan Model Pembelajaran Sanggar Sastra dalam Mengapresiasi Puisi pada Siswa  kelas IX SMP Negeri 2 Pasie Raja
Contoh Penelitian Tindakan Kelas

Tujuan pengajaran bahasa Indonesia di SMP bukan hanya membekali para siswa dengan berbagai keterampilan berbahasa semata, melainkan juga dengan berbagai ilmu pengetahuan dan pengalaman sastra. Dalam hal pengajaran sastra, siswa diharapkan mampu menikmati, menghayati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian dan memperluas wawasan kehidupan.
Pendidikan dan pengajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan haruslah menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dalam bidang tertentu sesuai dengan jenjang pendidikannya. Pengajaran bahasa Indonesia haruslah memperhatikan hakikat bahasa dan sastra sebagai sebuah sarana komunikasi dan pendekatan pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pada satu sisi bahasa Indonesia merupakan sarana komunikasi dan sastra merupakan salah satu hasil budaya yang menggunakan bahasa sebagai sarana utama dalam berkreativitas. Kita tahu bahasa dan sastra Indonesia seharusnya diajarkan kepada siswa dengan menggunakan pendekatan tertentu yang sesuai dengan hakikat dan fungsi yang tepat.

Dasar pijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam bidang sastra cukup tegas. Bidang sastra adalah bagian dari pendidikan humaniora yang berpedoman pada tujuan KTSP. Setiap langkah yang menyangkut metode pengajaran sastra akan diarahkan pada keberhasilan pengajaran KTSP sastra. Oleh sebab itu, pengajaran sastra pun dituntut sesuai dengan tujuan KTSP. Oleh karena sastra adalah seni yang banyak memainkan  aspek subyektif, tentu pemahaman setiap individu menjadi syarat penting dalam pengembangan KTSP sastra.

Sastra merupakan suatu bentuk sistem tanda karya seni yang menggunakan media bahasa. Sastra tersebut hadir untuk dibaca dan dinikmati serta selanjutnya dimanfaatkan, antara lain untuk mengembangkan wawasan kehidupan. Ini berarti bahwa pembelajaran sastra seharusnya ditekankan pada kenyataan bahwa sastra merupakan salah satu bentuk karya seni yang dapat diapresiasikan/dipentaskan kepada klayak ramai.

Pembelajaran sastra tidak dapat dipisahkan dari empat aspek yaitu; mendengar (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis. Materi pembelajaran sastra dalam keempat aspek tersebut meliputi memahami dan mengapresiasikan ragam sastra, mendiskusikan ragam karya sastra, membaca, dan mengapresiasikan karya sastra yang diminati (puisi, prosa, dan drama) dalam bentuk sastra tulis yang kreatif serta dapat menulis kritik dan esai berdasarkan ragam sastra yang sudah dibaca. 

Salah satu ragam karya sastra adalah puisi. Puisi adalah ragam sastra yang unik dan mengandung nilai estetika yang tinggi. Melalui puisi, penyair dapat menuangkan semua perasaan dan keinginaannya melalui kata-kata puitis sehingga pembaca memperoleh gambaran tentang kehidupan penyairnya.

Pengajaran puisi pada siswa SMP terdiri atas lima kompetensi dasar yaitu, mendengarkan puisi yang disampaikan secara langsung ataupun melalui rekaman kemudian mengungkapkan unsur-unsur puisi, membacakan puisi, menulis puisi, membacakan dan menanggapi puisi, dan membacakan puisi karya sendiri. Kelima kompetensi dasar tersebut diajarkan dari kelas VII sampai kelas IX pada semester I dan sebagian lagi pada semester II.

Pembelajaran puisi tidak hanya terbatas pada teori tentang puisi, sekurang-kurangnya membutuhkan penghayatan dan kecintaan terhadap puisi. Selain itu dalam mempelajari dan mengapresiasi puisi dibutuhkan bakat dan pemahaman akan puisi. Oleh sebab itulah, pengajar harus menanamkan kecintaan dan pemahaman apresiasi puisi kepada siswa melalui berbagai metode dan model pembelajaran yang sesuai dengan KTSP.
Selama ini pengajaran puisi di sekolah masih belum maksimal. Kekurangan pengajaran tersebut sebagian besar menyangkut masalah strategi pembelajaran. Padahal pembelajaran sastra mutakhir dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai model pembelajaran. Endraswara (2003:85-195) mengatakan ada lima model yang mungkin digunakan dalam pembelajaran dan pengajaran sastra yang berbasis KTSP, yaitu: model sanggar sastra, model worksop sastra dan bengkel sastra, model laboratorium sastra, model pragmatik sastra, dan model Literature Based Thematic.
Pengajaran sastra yang diharapkan adalah terciptanya pengalaman sastra. Pengalaman bersastra lebih berharga dibanding pengetahuan bersastra. Untuk itu, pengajaran KTSP sastra berusaha menanamkan pengalaman nyata dan bukan sekedar memberi pengetahuan sastra semata. Sistem dan strategi pengajaran yang efektif dan efisien selalu diupayakan dan dilakukan oleh guru dengan beberapa model pengajaran yang sesuai dengan KTSP sastra. Model-model sebagaimana yang disebut oleh Endraswara di atas, lebih lanjut akan diuraikan dalam bab II skipsi ini.

Sehubungan dengan model-model tersebut, peneliti telah memilih dan menerapkan salah satu model pembelajaran dan pengajaran sastra yang dikemukakan oleh Endraswara. Model yang dimaksud adalah model sanggar sastra. Model sanggar sastra merupakan pilihan (model) pengajaran KTSP sastra yang cocok menjadi jalur alternatif pengajaran sastra di sekolah agar siswa mendapat pengalaman bersastra secara mendalam. Melalui sanggar sastra, siswa juga akan diajak mengelola organisasi bernama sanggar sastra.

Sanggar sastra merupakan sebuah wadah aktivitas sastra. Aktivitas  sastra yang dilakukan sangat beragam, seperti menciptakan karya sastra, menampilkan karya sastra, mengapresiasi karya sastra, dan lain-lain. Aktivitas sanggar sastra di sekolah lebih sebagai pendukung kegiatan ekstrakurikuler yang “manasuka” sifatnya. Produk atau karya sanggar sastra di sekolah dapat berupa buletin tidak rutin, majalah musiman, atau pun majalah dinding sederhana, dan pentas berskala kecil, tetapi tetap berisi sastra.
Penggunaan model sanggar sastra ini, disamping meningkatkan bakat dan kemampuan siswa dalam mengapresiasi puisi juga bertujuan sebagai uji-coba ketepatgunaan model sanggar sastra dalam pembelajaran puisi. Oleh karena itulah, penulis menerapkan model sanggar sastra ini di SMP Negeri 2 Pasie Raja. Pemilihan SMP Negeri 2 Pasie Rajasebagai tempat penelitian karena di SMP tersebut belum menerapkan model sanggar sastra dalam pengajaran KTSP sastra, selain itu penulis juga merupakan salah seorang guru pengajar bidang studi bahasa Indonesia di SMP tersebut. Adapun judul lengkap penelitian ini adalah “Penerapan Model Pembelajaran Sanggar Sastra dalam Mengapresiasi Puisi pada Siswa  kelas IX SMP Negeri 2 Pasie Raja”. 

1. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah, apakah dengan menerapkan model pembelajaran sanggar sastra dalam mengapresiasi puisi pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 Pasie Raja, hasil pembelajarannya akan lebih meningkat.
Secara lebih rinci masalah tersebut adalah sebagai berikut.   

a. Bagaimana proses dan hasil pembelajaran apresiasi puisi pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 Pasie Rajadengan model sanggar sastra?
b. Bagaimana proses dan hasil pembelajaran apresiasi puisi pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 Pasie Rajayang tidak menggunakan model sanggar sastra?
c. Apakah terdapat perbedaan antara hasil belajar siswa yang menerapkan model sanggar sastra dengan hasil belajar siswa yang tidak menerapkan model sanggar sastra dalam mengapresiasi puisi pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 Pasie Raja?

2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.

a. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses dan hasil pembelajaran apresiasi puisi pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 Pasie Raja dengan model sanggar sastra.
b. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses dan hasil pembelajaran apresiasi puisi pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 Pasie Raja yang tidak menggunakan model sanggar sastra.
c. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara proses dan hasil belajar siswa yang menerapkan model sanggar sastra dengan hasil belajar siswa yang tidak menerapkan model sanggar sastra dalam mengapresiasi puisi pada siswa kelas XI SMP Negeri 2 Pasie Raja

3. Manfaat penelitian
Berpedoman pada latar belakang dan tujuan yang ingin dicapai, maka manfaat dari penelitian adalah sebagai berikut.

1) Karya ilmiah ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis tentang penerapan model sanggar sastra dalam pembelajaran sastra khususnya puisi.
2) Laporan penelitian ini merupakan bahan masukan bagi sekolah dan guru mata pelajaran bahasa Indonesia dalam mengaplikasikan model sanggar sastra dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa dan pelaksanaan pembelajaran sastra yang lebih baik.
Siswa lebih termotivasi meningkatkan prestasi belajar khususnya di bidang puisi dengan menggunakan model sanggar sastra.

Monday, March 06, 2017

Evaluasi Kegiatan Proses Program Belajar Mengajar

Evaluasi Kegiatan Pembelajaran Materi Pembelajaran. Penilaian adalah suatu kegiatan dalam menentukan, menafsirkan, atau memberi harga suatu objek atau suatu program yang didasari pada suatu ukuran atau kriteria. Ini dimaksdukan dengan adanya kriteria, maka akan mempermudah seseorang pendidik dalam menentukan nilai dari suatu objek yang disajikan, sehingga nilai yang diperoleh dapat menjadi informasi yang bermakna dalam mengambil suatu keputusan. Perlu diketahui, bahwa dalam melakukan kegiatan belajar mengajar, penilaian mencakup dua sasaran pokok utama yaitu penilaian hasil dari proses kegiatan belajar mengajar dan penilaian berupa proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Kita harus memahami, bahwa penilaian merupakan kegiatan yang tidak dapat kita dipisahkan dari kegiatan pembelajar (pendidikan dan pengajaran secara umum) tersebut. Semua kegiatan pendidikan yang dilakukan harus selalu diikuti dengan kegiatan penilaian. Penilaian adalah suatu kegiatan dalam menentukan, menafsirkan.
Evaluasi Kegiatan Proses Program belajar Mengajar
Evaluasi Kegiatan Proses Program belajar Mengajar 

Pada hakikatnya, kegiatan penilaian yang dilakukan tidak semata-mata untuk menilai hasil belajar siswa melainkan juga berbagai faktor yang lain, di antaranya adalah kegiatan yang dilakukan dalam pengajaran itu sendiri. Penilaian dapat dipergunakan sebagai umpan balik terhadap pengajaran yang telah berlangsung. Dengan demikian, guru dapat menilai apakah proses pembelajaran sudah berhasil atau belum.
Hasil penilaian yang diberikan guru kepada siswa dapat berupa angka atau simbol lainnya, angka atau simbol ini dapat dijadikan tolok ukur bagi siswa untuk mengetahui kemampuannya. Dalam hal ini guru harus bertindak dan berusaha dengan baik, jujur, dan objektif. Usaha-usaha tersebut terutama yang berkaitan dengan penyusunan dan penafsiran hasil penilaian.
Pada umumnya yang melakukan penilaian adalah guru yang bersangkutan dan alat penilaian yang akan digunakan juga dipersiapkan sendiri oleh guru tersebut. Oleh karena hasil penilaian itu sangat menentukan, alat evaluasi yang dipergunakan harus dapat dipertanggungjawabkan dengan baik dari segi kelayakan, kesahihan, maupun keterpercayaannya. Untuk itu, pihak guru haruslah menguasai teknik penyusunan dan penilaian alat evaluasi, serta penafsiran terhadap hasil penilaian yang diperoleh, baik berupa data kuantitatif ataupun data kualitatif.

Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, penilaian adalah suatu hal yang sangat penting. Kurikulum tingkat satuan pendidikan menempatkan penguasaan berbagai materi pada akhir kegiatan pembelajaran. Indikator-indikator bahwa seorang siswa telah menguasai materi yang diajarkan hanya dapat diketahui lewat penilaian yang sengaja dimaksudkan untuk tujuan itu. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan juga menempatkan penilaian dalam posisi yang penting dengan memberikan pedoman pengembangan penilaian yang bersifat umum yang berlaku untuk semua mata pelajaran dan bersifat khusus untuk tiap mata pelajaran.

Penilaian dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan menekankan pentingnya penilaian proses dalam rangka mengetahui kemajuan belajar siswa. Hal ini juga berkaitan dengan pengujian berkelanjutan, yaitu bahwa semua indikator harus diujikan. Indikator yang tidak dapat diujikan pada akhir kegiatan pembelajaran dapat diujikan di tengah proses pembelajaran. Penilaian proses yang disebut penilaian kelas, yaitu penilaian yang dilakukan di kelas ketika kegiatan pembelajaran berlangsung untuk memperoleh informasi untuk memahami siswa, merencanakan dan memantau proses pembelajaran, dan menciptakan suasana kelas yang bergairah. Melalui penilaian proses ini, guru dapat membaca dan mengetahui bagaimana situasi kelas dan membuat keputusan apa yang harus dilakukan pada kegiatan berikutnya.

Penilaian proses juga terkait dengan usaha memberikan umpan balik pembelajaran baik bagi guru maupun bagi siswa. Untuk itu, maka berdasarkan informasi yang diperoleh oleh guru haruslah segera mengambil dalam keputusan yang ada kaitannya dengan tingkah laku belajar peserta didik, peningkatan keberhasilan belajar siswa, suasana kelas yang mendukung, penciptaan, dan perencanaan-perencanaan kegiatan pembelajaran selanjutnya. Penilaian yang dilakukan misalnya berupa ulangan harian, pemberian tugas tertentu di kelas, pemberian tugas di rumah, dan lain-lain yang direncanakan secara matang. Penilaian proses bahkan sering menjadi bagian, teknik pembelajaran yang dipilih guru dalam proses pembelajaran. Masukan-masukan dari proses pembelajaran terdahulu dipergunakan untuk merencanakan dan memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya.
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam pengajaran, meskipun setelah itu ada juga langkah tindak lanjut. Namun, setelah memasuki evaluasi biasanya proses pengajaran dianggap selesai padahal semestinya harus ada pengembangan dan pembinaan agar yang telah diperoleh tidak cepat hilang atau hanya sesaat saja

Sunday, March 05, 2017

Pembelajaran Menulis Cerpen Dengan Strategi 3M

Pembelajaran Menulis Cerpen Dengan Strategi 3M (Meniru, Mengolah, dan Mengembangkan). Pembelajaran menulis cerita pendek (cerpen) penting bagi siswa karena cerpen dapat dijadikan sebagai sarana untuk berimajinasi dan menuangkan pikiran. Dari hasil observasi kita dapat disimpulkan bahwa kondisi sekolah sangat mempengaruhi proses balajar mengajar di kelas. 

Pembelajaran Menulis Cerpen Dengan Strategi 3M (Meniru, Mengolah, dan Mengembangkan)
Pembelajaran Menulis Cerpen Dengan Strategi 3M
Namun, kondisi tersebut bisa diatasi apabila guru mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Sebagai salah satu cara yang bisa kita dilakukan adalah dengan merencanakan strategi pembelajaran yang menarik bagi peserta didik. Berdasarkan pertimbangantersebut, penulis berusaha untuk memberikan alternatif dalam melalukan strategi pembelajaran menulis yang novatif dan kreatif dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di sekolah.


Strategi pembelajaran tersebut dikembangkan dari strategi copy the master. Strategi copy the master merupakan sebuah strategi yang diturunkan dari pendekatan menulis terpimpin, kontekstual, model, dan proses. Sementara itu, ungkapan copy master tersebut berasal dari pemikiran orang china sebagaimana yang diutarakan Ismail Marahhimin (2004: 20) bahwa konon pada zaman dahulu di China, orang yang ingin menjadi pelukis akan diberikan lukisan yang sudah jadi dan baik. Bisaanya lukisan yang dibuat oleh sang master, yaitu orang yang ahli melukis atau pelukis terkenal. Sang calon pelukis disuruh melukis dengan meniru model lukisan yang disediakan. Dengan cara yang demikian ini, calon pelukis akhirnya bisa melukis sendiri, dan mulai menemukan bentuk khas sesuai dengan kepribadiaannya. Dan strategi pembelajaran yang demikian yang dinamakan copy the master, yang artinya meniru lukisan sang ahli.

Proses tersebut dapat pula berlaku pada bidang lain termasuk pembelajaran menulis. Ismail Marahimin (2004: 21) juga menyatakan bahwa copy the master dalam pembelajaran menulis merupakan model yang paling disukai banyak penulis. Pimikiran/Ide ini diperkuat oleh pendapat bahwa strategi copy the master adalah jenis strategi yang mudah karena dekat sangat dengan penulis sendiri. Namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan copy the master juga mengalami pengembangan. Copy the master selanjutnya oleh Ismail Marahimin dikembangkan menjadi strategi 3M (meniru, mengolah, mengembangkan). Namun demikian, copy the master memiliki perbedaan dengan stategi 3M meskipun Strategi 3M merupakan strategi hasil pengembangan strategi copy the master. Perbedaan tersebut terletak pada proses yang berkelanjutan pada strategi 3M yaitu proses mengolah dan mengembangkan, sementara pada copy the master calon penulis hanya diberi kesempatan untuk meniru hingga sang penulis mampu meniru tulisan yang dijadikan model.

Kelebihan dari Strategi 3M adalah model yang akan ditiru ini tidak hanya terbatas pada jenis peniruan lateral, akan tetapi ada tahap perbaikannya. Tahap peniruan sampai dengan perbaikan inilah yang menonjol dalam jenis penggunaan strategi tersebut. Pada prinsipnya, jenis strategi ini menuntut dilakukannya latihan-latihan sesuai dengan model yang ditawarkannya.jenis strategi 3M ini melalui tiga tahapap, yakni tahap meniru, mengolah dan mengembangkan. Pada tahapan meniru diisi dengan kegiatan membaca bacaan, mengidentifikasi bacaan, selanjutnya menyadur hasil dari bacaan tersebut. Dari  hasil saduran tersebut akan diolah pada bagian tokoh  dan alur. Hasil dari olahan tersebut kemudian dikembangkan lagi dalam bentuk monolog, dialog, dan komentar pengarang, dan hal inilah yang menjadi kelebihan pada strategi 3M (Meniru, Mengolah, Mengembangkan). Strategi ini mengedepankan proses yang sesuai dengan kemampuan siswa. Selain itu kreativitas siswa juga dikembangkan pada tahap yang ketiga yaitu tahap mengembangkan.

Jakob Sumardjo (2001: 91) menyatakan bahwa yang menjadi kriteria cerpen yang akan dijadikan model yaitu: (1) Cerpen tersebut harus dekat dengan calon penulis, dalam artian cerpen harus menarik perhatian calon penulis; (2) cerpen tersebut merupakan suatu kesatuan bentuk, utuh, manunggal, dan mengandung arti. Sama seperti hanya pada strategi copy the master, strategi 3M juga terdapat beberapa pendekatan yang menjadi latar belakang filofisnya. Ismail Marahimin (2004: 30) menyatakan bahwa pendekatan yang menjadi latar belakang filosofis metode 3M tersebut antara lain:

1) Pendekatan Menulis Terpimpin
Pendekatan menulis terpimpin merupakan pendekatan yang memulai pembelajaran dari hal-hal yang mudah dan sederhana yang sesuai dengan minat siswa. Keunggulan yang terdapat pada pendekatan menulis terpimpin adalah membuat siswa menulis dengan mudah.
Depdiknas ( dalam Arnita, 2007) menyatakan bahwa pendekatan menulis terpimpin adalah proses pembelajaran yang dimulai dari ha-hal yang sederhana, dekat dengan lingkungan serta dapat menarik minat siswa sehingga siswa dapat menyelesaikan tulisannya dengan mudah.

2) Pendekatan Kontekstual
Jenis pendekatan Kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu pendidik untuk mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik yang akan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota dari masyarakat tersebut. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa aktivitas menulis akan lebih bermakna bila dilakukan dengan berorientasi pada tujuan.
Tujuan menulis adalah menyampaikan apa yang ada dalam gagasannya kepada pembaca. Dengan demikian pembelajaran menulis yang dilakukan akan lebih alamiah karena siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil (Depdiknas, 2002: 1).

3) Pendekatan Analisis Model
Pendekatan analisis model mengasumsikan bahwa keterampilan menulis berhubungan erat dengan membaca. Menurut Stephen D. Krasen (dalam Hernowo, 2004: 11) menyatakan bahwa hasil riset denga jelas menunjukkan bahwa orang belajar menulis lewat membaca. Sehingga kemampuan menulis seseorang dipengaruhi oleh banyaknya wawasan yang diperoleh dari proses ia membaca.
Hal tersebut merupakan sebuah penguatan atas apa yang dicetuskan Ismail Marahimin (2004: 21) yang menyatakan bahwa pembelajaran menulis haruslah mencontoh tulisan-tulisan bermutu sebagai model untuk ditiru. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya membaca sebagai langkah awal untuk menulis.

4) Pendekatan Proses
Menurut Siswandi (2006: 7) dalam menulis seseorang dituntut pengalaman, waktu, latihan, kesempatan, pengajaran langsung  dan keterampilan khusus. ”Pendekatan proses dapat diartikan sebagai wawasan pengembangan keterampilan-keterampilan sosial, intelektual, dan fisik yang bersumber dari kemampuan dasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa tersebut” (Moejiono dan Dimyati, 1991: 14).
Secara garis besar terdapat tiga tahap yang harus dilalui jika seseorang hendak menulis, yaitu: (1) tahap perencanaan; (2) tahap penuangan; dan (3) tahap peninjuauan. Dalam penerapan di kelas, siswa akan dituntun oleh guru untuk berlatih melalui proses menulis tahap demi tahap, sehingga mereka merasa jika proses itu diikuti dan akan menghasilkan tulisan yang baik.

Saturday, March 04, 2017

Unsur Unsur Yang Harus Diperhatikan Dalam Menulis Cerpen

Unsur-Unsur Yang harus Diperhatikan Dalam Menulis CerpenKita tahu bahwa Cerpen terdiri dari susunan atas unsur-unsur pembangun cerita yang saling berkaitan erat antara satu sisi dengan sisi lainnya dalam sebuah tulisan. Keterkaitan antara unsur-unsur pembangun dalam cerita tersebut akan membentuk totalitas yang bersifat abstrak/tidak nyata. Koherensi dan keterpaduan semua unsur-unsur dalam sebuah cerita yang membentuk sebuah totalitas amat menentukan keberhasilan  dan keindahan  cerpen sebagai suatu bentuk ciptaan sastra. Unsur-unsur dalam cerpen terdiri atas: tema, alur atau plot, tokoh penokohan,latar (setting), sudut pandang (point of view), dan gaya bahasa.
Unsur-Unsur Yang harus Diperhatikan Dalam Menulis Cerpen
Unsur-Unsur Yang harus Diperhatikan Dalam Menulis Cerpen

Tompkins dan Hoskinson (dalam Akhadiah 1994: 312) berpendapat bahwa unsur-unsur sebuah cerpen antara lain sebagai berikut.

1) Tema
Tema adalah gagasan inti dalam sebuah Cerita, tema bisa disamakan dengan pondasi dasar sebuah bangunan. Kita tahu bahwa tidaklah mungkin mendirikan sebuah bangunan tanpa pondasi dasar. Dengan kata lain tema merupakan sebuah ide pokok, pikiran utama sebuah cerpen; pesan atau amanat yang disampaikan. Dasar tolak untuk membentuk rangkaian cerita; dasar tolak untuk bercerita.


Tema merupakan sesuatu yang hendak disampaikan pengarang kepada para pembacanya. Sesuatu itu bisaanya adalah masalah kehidupan, komentar pengarang mengenai kehidupan atau pandangan hidup seorang pengarang dalam menempuh kehidupan ini. Pengarang tidak dituntut untuk dapat menjelaskan temanya secara gamblang dan final (lengkap), akan tetapi bisa saja hanya dengan menyampaikan sebuah masalah kehidupan dan akhirnya terserah kepad pembaca untuk menyikapi dan menyelesaikannya sendiri. Cerpen yang baik dan besar bisaanya menyajikan berbagai persoalan yang kompleks. Namun, selalu memiliki pusat tema, yaitu pokok masalah yang mendominasi masalah lainnya dalam cerita itu.

2) Alur/Plot
Alur yaitu urutan/rangkaian peristiwa yang menggerakkan cerita untuk mencapai efek tertentu. Banyak orang beranggapan keliru tentang pemaknaan plot. Sementara orang menganggap plot dalam cerita adalah jalan cerita. Padahal, dalam pengertian umum, plot adalah suatu atau rancangan atau permufakatan rahasia untuk memperoleh  tujuan tertentu. perancangan tentang tujuan tersebut bukanlah plot, akan tetapi semua aktivitas untuk mencapai tujuan yang dikehendaki itulah plot.

Secara lebih terperinci, plot d dapat doartikan sebagai sesuatu yang membuat cerita berjalan dengan gaya dan  irama dalam menghadirkan ide pokok/dasar. Untuk itu, Semua peristiwa yang terjadi di dalam cerita pendek harus berdasarkan hukum sebab-akibat, sehingga plot jelas tidak mengacu pada jalan cerita, tetapi menghubungkan semua peristiwa.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa alur adalah hubungan sebab akibat. Alur atau plot adalah struktur urutan kejadian dalam sebuah cerita yang disusun secara logis, dalam pengertian tersebut, alur ini merupakan suatu jalur tempat lewatnya rentetan peritiwa-peristiwa yang tidak terputus-putus oleh sebab itu, suatu kejadian dalam suatu cerita menjadi pemicu timbulnya akibat kejadian yang lainnya. Kejadian atau peristiwa-peristiwa itu tidak hanya berupa perilaku yang tampak seperti pembicaraan atau gerak gerik, tetapi juga menyangkut dari perubahan tingkah laku tokoh yang bersifat non fisik, seperti sikap kepribadian ,perubahan cara berpikir, dan lain sebagainya. Alur cerita rekaan terdiri dari alur buka, alur tengah, alur puncak dan alur tutup.
Dilihat dari cara menyajikan urutannya, bagian-bagian alur tersebut, alur atau plot cerita dapat dibedakan menjadi alur lurus, alur campuran, dan alur sorot balik (flash back). Mengapa disebut alur lurus karena apabila cerita disusun mulai dari awal diteruskan dengan kejadian-kejadian/altifitas-aktifitas berikutnya dan berakhir pada inti pemecahan permasalahan. Jika sebuah cerita disusun sebaliknya, yakni dari bagian akhir dan bergerak ke ttitik awal cerita disebut alur sorot balik. Sedangkan alur campuran adalah gabungan dari sebagian alur lurus dan sebagian alur sorot balik dalam cerita.
Kesluruhan Penjelasan di atas dapat peneliti simpulkan bahwa alur atau plot dalam sebuah cerita adalah jalinan peristiwa secara beruntutan/sequence dalam cerita dengan memperhatikan hubungan sebab akibat sehingga cerita itu membentuk kesatuan yang padu, bulat dan utuh dan rapih.

3) Latar/ Setting
Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana dalam sebuah cerpen. Pada intinya, latar mutlak dibutuhkan untuk menggarap tema dan plot cerita, karena latar harus bersatu dengan tema dan plot untuk menghasilkan cerita pendek yang baik, berkualitas, dan padat. Jika latar sebuah cerita dapat dipindahkan ke mana saja, berarti latar tidak integral dengan tema dan plot. Latar atau landasan tumpu (setting) cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Latar dibedakan menjadi dua yaitu latar sosial dan latar fisik (latar material) latar sosial mencakupi penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat istiadat, cara hidup, bahasa dan lain-lain. Adapun yang dimaksud latar fisik adalah latar di dalam wujud fisik.
Kita tahu, jika latar tidak hanya sebagai background saja, tetapi juga dimaksudkan untuk mendukung unsur cerita lainnya dalam sebuah cerita. Penggambaran tempat, waktu dan situasi akan membuat cerita tampak lebih hidup/semarak logis. Disamping itu, Latar juga dimaksudkan sebagai alat untuk membangun atau menciptakan suasana tertentu yang dapat menggerakan emosi  dan perasaan pembaca serta menciptakan mood atau suasana yang menyentuh batin pembaca

4) Penokohan dan Perwatakan
Yaitu penciptaan citra tokoh dalam cerita. Tokoh harus tampak hidup dan nyata hingga pembaca merasakan kehadirannya. Dalam cerpen modern saat ini, ukuran berhasil tidaknya sebuah penulisan cerpen ditentukan oleh berhasil tidaknya penulis dalam menciptakan citra, watak dan karakter tokoh tersebut. Harus dipahami bahwa Penokohan, yang didalamnya ada perwatakkan sangat penting bagi sebuah cerita, dan dapat ddikatakan ia sebagai kekuatan dasar dari sebuah cerita pendek (cerpen).
Pada dasarnya sifat tokoh ada dua macam; sifat batin (watak, karakter) dan sifat lahir (rupa, bentuk). Dan sifat tokoh ini bisa diungkapkan dengan berbagai cara, diantaranya melalui: (1) benda-benda di sekitar tokoh; (2) tempat tokoh tersebut berada;  (3) tindakan, ucapan dan pikirannya;  (4) kesan tokoh lain terhadap dirinya; (5) Perwatakan dalam suatu fiksi bisaanya dapat dipandang dari dua segi. Pertama mengacu pada orang atau tokoh yang berperan dalam sebuah cerita/cerpen, yang kedua adalah mengacu kepada pembauran dari emosi, minat, keinginan, dan moral yang membentuk individu yang bermain dalam suatu cerita. Tokoh adalah yang melahirkan peristiwa. Ada dua cara memperkenalkan tokoh dan perwatakan tokoh dalam fiksi yaitu secara analitik dan secara dramatik. Secara analitik yaitu pengarang langsung memaparkan tentang watak tokoh atau karakter tokoh, pengarang langsung menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala, penyayang dan sebagainya. Secara dramatik yaitu penggambaran perwatakan yang tidak digambarkan/diceritakan secara langsung, tetapi hal itu disampaikan melalui penggambaran fisik / postur tubuh,, melalui pemilihan nama, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain cara berpakaian, , lingkungannya dan sebagainya dan melalui dialog.

Pengertian Menulis (Pengertian Konsep dan Penjelasannya)

Pengertian Menulis (Pengertian dan Penjelasannya)Menulis pada hakikatnya adalah upaya mengekspresikan apa yang dilihat, didengar, dialami, dirasakan, dan dipikirkan ke dalam bahasa tulisan. Menurut Tarigan (1994: 4) menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis sang penulis haruslah terampil memanfaatkan struktur bahasa dan kosa kata. 

Pengertian Menulis (Pengertian dan Penjelasannya)
Pengertian Menulis (Pengertian dan Penjelasannya)
Dalam kehidupan modern saat ini jelas sekali jika memiliki keterampilan menulis menjadi hal yang sangat diperlukan.hail ini kKiranya tidaklah terlalu berlebihan bila disebutkan bahwa memiliki keteramplan menulis merupakan salah sutu ciri dari orang yang terpelajar, golongan ataupun bangsa yang terpelajar. 


Salah satu keterampilan berbahasa yang dip ergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung atau tidak secara tatap muka dengan orang lain ialah menulis. Dalam kegiatan menulis, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata selain itu menulis adalah menurunkan atau melukiskan lamb ang¬lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang- lamb ang grafik tersebut.

Sabarti Akhadiah, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan (1999: 8), menyebutkan pengertian menulis: (1) menulis merupakan suatu bentuk alat komunikasi, (2) menulis merupakan proses pemikiran yang dimulai dengan pemikiran tentang gagasan/ide yang akan disampaikan kepada pembaca, (3) menulis adalah bentuk alat komunikasi yang berbeda dengan bercakap-cakap (berbicara), karena dalam tulisan tidak terdapat ekspresi wajah, intonasi,  situasi, serta gerakan fisik, yang menyertai percakapan tertentu, (4) menulis merupakan suatu ragam alat komunikasi yang perlu dilengkapi dengan alat-alat penjelasan tertentu serta ketentuan ejaan dan aphostrop (tanda baca), (5) merupakan bentuk alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan/ide penulis kepada khalayak pembaca yang dibatasi oleh jarak tempat serta waktu yang ada.

Sabarti Akhadiah, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan (1999: 2) mengungkapkan bahwa menulis berarti mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta mengungkapkannya secara tersurat. Secara lebih lanjut mereka menyatakan bahwa menulis merupakan suatu proses. Sehingga dalam menulis seseorang harus melewati beberapa tahap antara lain, tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi.

Dengan kata lain, kemampuan menulis lebih sulit untuk dikuasai karena kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri,dimana kesemuaan unsur tersebut akan akan menjadi isi karangan. Kta bahwa Keterampilan menulis tidak akan datang secara otomatis (sendirinya), melainkan kita harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur/terstruktur (Henry Guntur Tarigan, 1993: 4).

Menulis seperti juga ketiga keterampilan berb ahasa lainnya, merupakan suatu proses perkembangan. Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati zuhdi (2001: 53) menyatakan bahwa dalam menulis seorang penulis tidak akan secara langsung dan tiba-tiba bisa menulis, melainkan harus mengituti tahap-tahap dalam menulis. Adapun tahap-tahap tersebut adalah tahap pramenulis dan tahap penulisan. Sedangkan Henry Guntur Tarigan, (1993: 8) mengemukakan, bahwa dengan menulis kita dituntut memiliki pengalaman, latihan, kesempatan, waktu, keterampilan-keterampilan khusus dan pembelajaran secara langsung menjadi seorang penulis yang hebat. Menulis menuntut kita untuk membuat gagasan-gagasan yang tersusun secara logis, kemudian diekspresikan dengan jelas, dan ditata secara menarik. Selanjutnya, menuntut penelitian yang terinci, observasi yang seksama, pembedaan yang tepat dalam pemilihan judul, bentuk, dan gaya. Menulis merupakan kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulis menulis juga dapat diartikan sebagai cara untuk berkomunikasi dengan cara mengungkapkan pikiran, perasaan dan kehendak penulis kepada orang lain secara tertulis. Salah satu jenis kegiatan menulis adalah menulis kreatif, menulis cerpen termasuk salah satu kegiatan menulis kreatif. Tulisan kreatif merupakan tulisan yang bersifat apresiatif dan ekspresif. Apresiatif maksudnya melalui kegiatan menulis kreatif orang dapat mengenali menyenangi, menikmati, dan mungkin menciptakan kembali secara kritisberbagai hal yang dijumpai dalam teks-teks kreatif karya orang lain dengan caranya sendiri dan memanfaatkan berbagai hal tersebut ke dalam kehidupan yang nyata sehari-hari. Ekspresif dalam arti bahwa kita dimungkinkan mengekspresikan atau mengungkapkan berbagai pengalaman atau berb agai hal yang menggejala dalam diri penulis, untuk kemudian dikomunikasikan kepada orang lain melalu tulisan (melalui tulisan kreatif sebagai sesuatu yang bermakna). Salah satu teks yang bersifat kreatif adalah teks cerpen seperti penulisan cerpen.

Dari definisi-definisi menulis di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kemampuan menulis adalah kemampuan untuk mengemukakan gagasan melalui media bahasa berupa tulisan. Dapat pula dikatakan bahwa menulis adalah suatu aktivitas aktif produktif yang dilakukan dengan mengorganisasikan gagasan secara sistematik dan mengungkapkannya secara tersurat. Kemampuan menulis diperoleh melalui latihan yang terus menerus. Sedangkan menulis cerpen memiliki arti bahwa kemampuan seseorang mengungkapkan gagasan dalam bentuk tulisan kreatif yang bersifat apresiatif dan ekspresif.

Friday, March 03, 2017

Peranan Guru dalam Pembelajaran Keterampilan Menulis Paragraf

Peranan Guru dalam Pembelajaran Keterampilan Menulis Paragraf. Proses pembelajaran yaitu suatu kegiatan yang terjadi dalam belajar mengajar dengan ditandai adanya interaksi yang dinamis antara guru dan peserta didik dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Dalam buku Belajar dan Pembelajaran (Imron, 1996:43) menjelaskan bahwa tujuan dan unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran ada dua hal yang sangat penting dalam pembelajaran. Pertama, Tujuan pembelajaran mengarahkan guru supaya berhasil dalam melakukan proses pembelajaran dalam kelas, sementara yang kedua, semua unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran harus mendukung untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik di dalam kelas.  Belajar dan mengajar merupakan aktivitas guru dan siswa untuk berinteraksi. Interaksi demikian tidak saja membutuhkan keterlibatan maksimal dari pihak siswa melainkan juga keterlibatan maksimal dari pihak guru.
 
Peranan Guru dalam Pembelajaran Keterampilan Menulis Paragraf
Peranan Guru dalam Pembelajaran Keterampilan Menulis Paragraf
Secara umum, Belajar dapat diartikan sebagai salah satu proses perubahan tingkah laku pada diri individu peserta didik berkat adanya interaksi antar individu, dan individu dengan lingkungan belajar, sehingga dengan adanya proses pe,mbelajaram tersebut, peserta didik lebih mampu berinteraksi dengan lingkungan mereka. Dalam interaksi harus ada perubahan tingkah laku dari siswa sebagai hasil belajar, di mana siswa sebagai subjek belajar maka siswalah yang terutama menentukan berhasil tidaknya kegiatan belajar mengajar dalam interaksi tersebut.
Untuk terjadinya interaksi yang dinamis dalam proses pembelajaran, pendidik harus mampu menciptakan suasana belajar yang baik. Ada beberapa poin yang harus dipenuhi oleh pndidik bila ingin menciptakan suasana belajar yang baik. Syarat-syarat itu adalah (a) peserta didik harus mengalami kemajuan, (b) peserta didik harus menghargai pelajaran yang disajikan, dan (c) pendidik harus memperoleh kepuasan dari aktifitas pembelajarannya..
Keberhasilan usaha pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah sebagian besar bergantung kepada faktor guru, karena guru memainkan peranan yang menentukan dalam usaha pembelajaran keterampilan menulis yang baik dan benar dikalangan siswa. Usaha dimaksud dapat berhasil apabila guru menunjukkan adanya kesanggupan menggunakan bahasa Indonesia yang baik ,bermutu, dan disiplin dalam penulisan. Oleh karena itu, guru berkewajiban untuk meningkatkan penggunaan bahasa Indonesia dalam penulisan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Penggunaan bahasa guru sangat berpengaruh terhadap siswa, sebab guru merupakan teladan bagi siswa.

Agar guru dapat berperan sebagaimana tersebut di atas, maka guru-guru bahasa Indonesia perlu ditingkatkan pengetahuannya. Untuk dapat mengusahakan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan teratur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, baik bahasa lisan maupun tulisan. Hal ini erat kaitannya dengan pendapat Jazir Burhan (1971:11) yaitu:
Guru bahasa Indonesia dapat melakukan tugas sebaik-baiknya mereka mestilah dilengkapi dengan pengetahuan yang cukup tentang bahasa Indonesia, keterampilan yang memadai dalam menggunakan bahasa Indonesia untuk keperluan-keperluan praktis dan ilmiyah, pengetahuan yang cukup tentang metodologi pengajaran bahasa pada umumnya dan metodologi pengajaran bahasa Indonesia pada khususnya, keterampilan menggunakan pengetahuan tentang metodologi itu dalam praktek, serta sikap yang baik terhadap keahlian dan jabatan itu.

Berdasarkan kutipan di atas jelas bahwa guru bahasa Indonesia di sekolah memegang peranan yang sangat menentukan dalam pembinaan keterampilan menulis. Peranan guru dalam menunjang pengembangan keterampilan menulis  tidak hanya  terbatas kepada guru-guru bidang studi bahasa Indonesia saja, tetapi merupakan  tanggung jawab semua guru. Pengajaran bahasa Indonesia tidak akan mencapai sasaran bila tidak ditunjang oleh guru-guru lain yang terlibat dalam proses belajar mengajar.             

Guru merupakan salah satu faktor penting yang memungkinkan terlaksananya proses belajar mengajar. Tanpa adanya seorang guru proses belajar mengajar tidak akan terlaksana dengan semestinya. Antara guru dan peserta didik terdapat hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Berkat kemajuan teknologi telah tercipta berbagai alat audio visual. Namun, kedudukan guru tidak dapat digantikan oleh alat tersebut karena benda tersebut merupakan benda mati. Pada saat tertentu alat tersebut boleh tidak ada. Akan tetapi, kalau guru tidak ada, proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung sebagaimana mestinya.
Guru dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan cenderung pasif karena kurikulum ini lebih menitik beratkan pada kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Walaupun demikian, peran seorang guru juga tidak dapat dipungkiri memegang peranan penting dalam membimbing dan meningkatkan kemampuan siswa. Guru dapat bertindak sebagai informator, fasilitator, ataupun moderator yang memiliki kelebihan daripada siswa dan menjadi panutan bagi siswa.
Guru adalah figur yang ikut menentukan pengajaran. Guru yang akan memegang kendali pengajaran dan menjadikan pembelajaran semakin efektif dan efisien. Dalam pembelajaran keterampilan menulis, tugas seorang guru bahasa Indonesia antara lain,
  1. Mampu menjalin komunikasi optimal dengan siswa
  2. Menciptakan suasana kreatif yang menyenangkan, hangat, dan mendorong agar siswa berproses baik secara individu maupun kelompok
  3. Pengajar dituntut mampu mengatasi berbagai perbedaan pendapat yang      ada  saat terjadi diskusi
  4. Mampu menjaga agar aktivitas kreatif tidak menyimpang


Selain hal-hal yang terdapat di atas, guru yang mengajarkan bahasa Indonesia harus cinta terhadap keterampilan menulis. Keterampilan menulis harus menjadi salah satu kesukaan baginya. Guru harus gemar membaca hasil-hasil tulisan terbaru dari penulis ternama atau tidak dan selalu mengikuti perkembangan di bidang tulis-menulis. Mengajar keterampilan menulis bukan hanya menginginkan agar siswa memiliki pengetahuan sebanyak-banyaknya tentang keterampilan menulis, melainkan menanamkan juga sikap positif terhadap sesuatu yang ditulis oleh siswa sehingga pada diri siswa tertanam sikap menghargai hasil karya orang lain.

Guru yang baik harus berinisiatif dalam memilih bahan yang sesuai untuk diberikan kepada siswa. Guru bahasa Indonesia harus mampu memilih bahan yang sesuai dengan siswa secara individu maupun kelompok. Apabila guru telah memilih bahan yang sesuai dengan kemampuan siswa, kesulitan dan masalah dalam pembelajaran akan dengan mudah diatasi karena guru sudah menguasai dan mengetahui keperluan siswa dalam proses pembelajaran. 

Dengan  adanya pemilihan bahan yang tepat, pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan juga akan lebih baik. Dalam hal ini guru harus memberikan bimbingan secara individual dalam menghadapi siswa yang mengalami kesulitan belajar dan melakukan remedial bagi siswa yang belum tuntas dalam materi tersebut. Seorang guru dituntut memiliki sikap demokratis dan tidak bersikap otoriter sehingga siswa lebih bebas berapresiasi sesuai dengan keinginan mereka. Guru hanya membimbing dan menjaga agar siswa tidak melakukan penyimpangan. Guru juga harus memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada siswa untuk menimba sendiri ilmu yang terdapat dalam keterampilan menulis paragraf.

Dari uraian di atas jelaslah untuk berhasilnya suatu proses pembelajaran guru harus mampu menciptakan interaksi yang dinamis sehingga pelajaran yang disajikan dapat diserap dengan baik oleh peserta didik untuk mendapatkan kemajuan. Seorang guru harus mampu mengelola interaksi belajar mengajar. Ia harus memahami faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar, bagaimana proses belajar berlangsung dan ciri-ciri belajar dalam berbagai bidang yakni pengetahuan, perasaan, minat, pemahaman, sikap, keterampilan dan nilai,. Dengan demikian guru akan mampu menentukan jenis gaya memimpin kelas yang akan digunakan.

Syarat-Syarat Menulis Sebuah Paragraf

Syarat-syarat Menulis Sebuah Paragraf
Untuk menhasilkan Sebuah paragraf yang baik. kita harus menyajikakanya dengan memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun Syarat-syarat paragraf yang baik tersebut adalah sebagai berikut:
Syarat-Syarat Menulis Sebuah Paragraf
Syarat-Syarat Menulis Sebuah Paragraf

1. Kesatuan
Yang dimaksud dengan kesatuan dalam paragraf adalah bahwa semua kalimat yang membina paragraf tersebut secara bersama-sama menyatakan satu hal atau satu topik. Karena tiap paragraf hanya mengandung satu pikiran utama atau satu topik. Fungsi paragraf adalah mengembangkan pikiran utama atau topik tersebut. Oleh sebab itu, dalam mengembangkannya tidak boleh terdapat unsur-unsur yang sama sekali tidak berhubungan dengan topik atau pikiran utama tersebut. Dengan kata lain, semua kalimat yang ada dalam sebuah paragraf harus mendukung topik.
2. Koherensi
Yang dimaksud dengan koherensi adalah kekompakan hubungan atau kepaduan antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya. Paragraf bukanlah kumpulan atau kalimat yang masing-masing berdiri sendiri atau terlepas, tetapi dibangun oleh sebuah kalimat yang memiliki hubungan timbal balik antar mereka. hal ini membuat para Pembaca dapat dengan mudah memahami dan mengikuti jalan pikiran penulis tanpa hambatan sama sekali karena adanya loncatan pikiran yang lain. Kepaduan atau koherensi dalam sebuah paragraf dapat dibangun dengan memperhatikan (1) masalah kebahasaan yang digambarkan dengan repetisi (perulangan), kata ganti, kata transisi; (2) pemerincian dan urutan isi paragraf; (3) Pemerincian dan urutan pikiran.
Kepaduan sebuah paragraf dapat ditandai dengan mengulang kata kunci yaitu kata yang dianggap penting dalam sebuah paragraf. Kata kunci yang mula-mula muncul/timbul pada awal paragraf, kemudian terus diulang-ulang pada kalimat berikutnya. Pengulangan ini dimaksudkan untuk memelihara kepaduan semua kalimat yang ada.

Kepaduan paragraf dapat juga dibuat dengan menggunakan kata ganti. Yaitu kata yang mengacu kepada ganti manusia, benda, ini dimaksdukan untuk menghindari terjadinya kebosanan, maka diganti dengan kata ganti tersebut. Pemakaian kata ganti dalam paragraf berfungsi menjaga kepaduan antara kalimat-kalimat yang membina paragraf.

Gorys Keraf (dalam Ibrahim, 1988:74) mengatakan untuk menyatakan kepaduan dari sebuah paragraf, ada bentuk lain yang sering digunakan yaitu penggunaan kata atau frase transisi dalam bermacam hubungan. Kata atau frase transisi itu biasanya digunakan dalam tulisan ilmiah dalam bermacam hubungan, misalnya: (1) hubungan yang menyatakan tambahan kepada sesuatu hal yang telah dijabarkan/disebut pada bagian sebelumnya. Bentuk jenis transisi yang digunakan biasanya: lebih-lebih lagi, tambahan, selanjutnya, di samping itu, lalu, seperti halnya, juga, lagi pula, berikutnya, ke-dua, ke-tiga, dan akhirnya, tambahan pula, dan demikian juga; (2) hubungan yang menyatakan pertentangan dengan sesuatu yang sudah disebut sebelumnya, digunakan: tetapi, namun, bagaimanapun, walaupun dengan demikian, sebaliknya, sama sekali tidak, biarpun, dan meskipun; (3) hubungan yang menyatakan menggunakan, perbandingan,: lain seperti, halnya, dalam hal yang sama, dalam hal yang demikian, dan sebagaimana; (4) hubungan yang menyatakan akibat atau hasil, dengan kata transisi: sebab itu, oleh sebab itu, karena itu, jadi, maka, akibatnya; (5) hubungan yang menyatakan tujuan, dengan kata penghubung: untuk maksud itu, untuk maksud tersebut, dan supaya; (6) hubungan yang menyatakan singkatan, menggunakan: ringkasnya, pendeknya, pada umumnya, secara singkat, seperti sudah dikatakan, dengan kata lain, misalnya, yakni, yaitu, sesungguhnya; (7) hubungan yang menyatakan waktu, misalnya: segera, sementara itu, beberapa saat kemudian, kemudian, sesudah itu,; (8) hubungan yang menyatakan tempat, misalnya: di sana, di sini, di seberang, dekat, berdampingan, berdekatan,.

3. Perincian dan Urutan Pikiran
Bagaimana cara mengembangkan pikiran utama menjadi sebuah paragraf, dan bagaimana menentukan hubungan antara pikiran utama dengan pikiran-pikiran penjelas, dilihat dari tahapan dan urutan perinciannya. Perincian ini dapat diurut secara kronologis (menurut urutan waktu), secara logis (akibat-sebab, sebab-akibat, umum-khusus, khusus-umum), menurut proses, menurut urutan ruang, dan dapat juga dari sudut pandangan yang satu ke sudut pandangan yang lain.

Pengembangan Paragraf
Mengembangkan paragraf bukanlah proses permainan kata-kata. Tujuan utamanya adalah membuat sebuah topik menjadi sebuah diskusi yang menarik. Untuk itu memang diperlukan kata-kata yang tepat. Tapi prosesnya jangan sampai berubah menjadi permainan kata-kata, sehingga tujuan utama terkesampingkan. Di samping itu, mengembangkan paragraf juga bukanlah mengulang-ulang kalimat topik dengan cara menukar-nukar cara menyatakannya. Cara yang demikian hanya membosankan pembaca saja. Cara ini hanya menunjukkan kepada pembaca, bahwa penulis sendiri tidak menyadari apa yang dimaksudkan.

Mengembangkan paragraf adalah menerangi sisi-sisi gelap yang ada pada kalimat topik. Oleh sebab itu, hal-hal yang kurang jelas perlu dipaparkan sehingga apa yang kita maksud sepenuhnya dapat dihayati oleh pembaca. Untuk mencapai hal tersebut, hindarilah motif memainkan kata-kata, jangan mengulang-ulang kalimat topik dan jangan biarkan pikiran melantur ke soal-soal lain, tetapi pusatkanlah perhatian pada kalimat topik yang sedang dihadapi.
Pada hakikatnya mengarang adalah mengembangkan paragraf demi paragraf. Tiap pengembangan paragraf memerlukan sebuah topik. Kebutuhan itu mutlak. Oleh sebab itu, dalam sebuah paragraf jangan sampai terdapat dua atau lebih kalimat topik. Bila dalam sebuah paragraf terdapat lebih dari satu kalimat topik, maka paragraf yang disusun tidak hemat. Sebaiknya kalimat topik yang kelebihan itu ditarik saja dan dikembangkan menjadi paragraf yang lain.