Pondok Belajar: PENDIDIKAN
Showing posts with label PENDIDIKAN. Show all posts
Showing posts with label PENDIDIKAN. Show all posts

Tuesday, July 23, 2019

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture And Picture

A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and Picture
Metode pembelajaran picture and picture adalah suatu model  dimana gambar digunakan sebagai media pembelajaran, yaitu dengan memasang/meng urutkan gambar tersebut menjadi urutan logis. Jadi Model pembelajaran pictutre and picture ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran tersebut. Sebagai media utama, jadi para pendidik/guru harus mempersiapkan media gambar  sebelum proses pembelajaran berlangsung baik dalam potongan kartu atau bentuk carta dalam ukuran tertentu.

Menurut Suprijono (dalam huda 2014: 236), mengemukakan: “Picture And Picture merupakan strategi pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran. strategi ini mirip dengan Example Non- Example, dimana gambar yang diberikan pada siswa harus dipasangkan atau diurutkan secara logis. Gambar-gambar ini menjadi perangkat utama dalam proses pembelajaran”.

Umumnya dalam setiap proses pembelajaran seorang pendidik tidak cukup hanya menyampaikan pengetahuan-pengetahuan  saja tetapi juga harus mampu berinovasi dalam menciptakan suasana pembelajaran yang penuh dengan kreatifitas dan menyenangkan bagi peserta didik sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih efektif dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sebagai mana yang telah ditentukan. Jadi sebagai pendidik, mereka harus dapat menentukan dan menciptakan tahapan tahapan pembelajaran yang kreatif dengan mengadopsi/menentukan berbagai jenis model pembelajaran yang telah ada.

Pengertian dan langkah-langkah Model Pembelajaran Picture And Picture
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture And Picture  
Secara umum, Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar. Secara sederhana, Model mengajar dapat di artikan sebagai sebuah perencanaan atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum pembelajaran, mencakupi pengaturan susunan materi ajar bagi peserta didik, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. 


Model Pembelajaran picture and picture ini memiliki ciri aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan. Model apapun yang digunakan selalu menekankan aktif peserta didik dalam setiap proses pembelajaran. Inovatif dapat di artikan bahwa setiap proses kegiatan pembelajaran harus memberikan suasana yang baru atau berbeda dengan tujuan untuk menarik minat peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar. Kreatif bermakna bahwa setiap kegiatan proses pembelajarannya harus dapat merangsang minat peserta didik mengikuti atau pun menghasilkan sesuatu yang dapat menyelesaikan suatu permasalahan tertentu dengan menggunakan metode, teknik atau cara yang dikuasai oleh peserta didik sendiri yang dimana pengalaman tersebut diperoleh dari proses kegiatan pembelajaran di kelas.

Sebagaimana namanya, model pembelajaran picture and picture ini menggunakan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambar gambar ini berperan sebagai faktor utama dalam proses pembelajaran sehingga para pendidik harus menentukan terlebih dahulu gambar gambar yang sesuai dengan materi ajar sebelum digunakan dalam proses pembelajaran di dalam kelas. 

B. Tahapan/Langkah- langkah yang digunakan dalam proses pembelajaran model Picture And Picture
Menurut Suprijono (dalam huda 2014: 236-238) menggambarkan beberapa tahapan/langkah-langkah yang harus digunakan oleh pendidik di dalam menyajikan model picture and picture. Adapun langkah–langkah pembelajarannya model picture and pictre ini adalah sebagai berikut;

1. Penyampaian Kompetensi
Sama halnya dengan jenis medel lain, model pembelajaran picture and picture ini juga dituntut bagi pendidik untuk menjelaskan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran dari mata pelajaran tersebut. Penyampaian kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran tersebut adalah untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang gambaran materi yang harus mereka kuasai tersebut. Disamping juga menjabarkan indikator-indikator ketercapaian kompetensi yang akan digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan proses pembelajaran tersebut.

2. Presentasi Materi
Pada tahapan ini, pendidik harus melakukan serangkaian kegiatan awal yang berkesan bagi peserta didik sehingga proses kegiatan awal pembelajaran ini akan menciptakan motivasi bagi peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran. Inilah kunci awal yang harus dikuasai oleh pendidik sehingga tahapan ini menjadi pokok utama dalam menciptakan keberhasilan dalam menentukan kegiatan pembelajaran berikutnya

3. Penyajian Gambar
Pada tahap ini, guru menyajikan gambar dan mengajak siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditujukan. Dengan gambar, pengajar akan lebih hemat energi, dan siswa juga akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam pengembangan selanjutnya, guru dapat memodifikasi gambar atau menggantinya dengan video atau demonstrasi kegiatan tertentu.

4. Pemasangan Gambar
Pada tahap ini, guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian untuk memasangkan gambar secara berurutan dan logis. Guru juga bisa melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang kurang efektif sebab siswa cenderung merasa tertekan. Salah satu caranya adalah dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus benar-benar siap untuk menjalankan tugas yang diberikan

5. Penjajakan
Tahap ini mengharuskan guru untuk menanyakan kepada siswa tentang alasan/dasar pemikiran dibalik urutan gambar yang disusunnya. Setelah itu, siswa bisa diajak untuk menemukan rumus,tinggi, jalan cerita, atau tuntutan kompetensi dasar berdasarkan indikator-indikator yang ingin dicapai. Guru juga bisa mengajak sebanyak mungkin siswa untuk membantu sehingga proses diskusi menjadi semakin menarik.

6. Penyajian Kompetensi
Berdasarkan komentar data penjelasan atas urutan gambar-gambar, guru bisa memulai menjelaskan lebih lanjut sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. Selama proses ini, guru harus memberikan penekanan pada ketercapaian kompetensi tersebut. Di sini, guru bisa mengulangi, menuliskan atau menjelaskan gambar-gambar tersebut agar siswa mengetahui bahwa sarana tersebut penting dalam pencapaian kompetensi dasar dan indikator-indikator yang telah ditetapkan.

7. Penutup
Pada akhir pembelajaran, guru dan siswa saling berefleksi mengenai apa yang telah dicapai dan dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat materi dan kompetensi dalam ingatan siswa.

C. Kelebihan dan kekurangan dari model Picture And Picture
Adapun kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh Model Pembelajaran picture and picture ini adalah sebagai berikut;

a. Kelebihan model pembelajaran Picture And Picture
  1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
  2. Siswa dilatih berfikir logis dan sistematis
  3. Siswa dibantu belajar berfikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek bahasan dengan memberikan kebebasan siswa dalam praktek berfikir
  4. Motivasi siswa untuk belajar semakin dikembangkan
  5. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas
b. Kekurangan model pembelajaran Picture And Picture

1. Memakan banyak waktu
2. Membuat sebagian siswa pasif
3. Munculnya kekhawatiran akan terjadi kekacauan di kelas
4. Kebutuhan akan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai

Monday, July 22, 2019

Model Pembelajaran Humanistik

Prinsip dasar Teori pembelajaran humanistik adalah humanistic oriented (pembelajaran yang berorientasi pada aspek kemanusiaan), dimanan teori pembelajaran ini lebih  mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia, penekanannya adalah bagaimana peserta didik diharapkan untuk mengembangkan potensi ataupun bakat yang ada pada diri masing masing peserta didik. Teori belajar ini menempatkan posisi peserta didik sebagai subyek yang bebas/ merdeka dalam memilih arah masa depannya. 

Model Pembelajaran Humanistik
Teori dan Model Pembelajaran Humanistik

Jadi Teori humanistic ini juga dapat memberikan sumbangan bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (Humanistic Education), dimana pembelajaran humanistik berusaha mengembangkan individu secara keseluruhan melalui pembelajaran yang nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarir menjadi fokus dalam model pembelajaran humanistis. Berdasarkan pada konsepnya, maka Pembelajaran humanistik selalu mendorong pertumbuhan/peningkatan kualitas diri manusia melalui penghargaannya terhadap potensi-potensi fitrah (Gifted) dalam hal ini segala potensi positif yang ada pada diri manusia. Namun Seiring dengan perubahan dan tuntutan zaman dan tehnologi, mengakibatkan proses pembelajaran pun senantiasa ikut berubah dalam memanuhi tuntutan perubahan tersebut.

Disamping itu, Teori humanistik ini tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Titik inilah yang menjadi patokan dasar jika peserta didik dalam proses belajarnya diharapkan untuk berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya, dengan demikian maka Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya sendiri, bukan dari sudut pandang pengamatannya.
Berdasarkan referensi yang ada, Teori Humanistik mulai diperkenalkan pada akhir tahun 1950-an oleh para ahli psikologi, seperti Abraham Maslow, Carl Rogers dan Calrk Moustakas. Pada saat itu, Mereka membangun  sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang self(diri), aktualisasi diri kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat dan sejenisnya.[4] Dalam perkembangannya, jadi Carl Rogers merupakan salah satu tokoh aliran humanistik yang cukup berjasa dalam mengembangkan psikologi humanistic dalam dunia pendidikan. Carl Rogers mengembangkan satu filosofi pendidikan yang menekankan pentingnya pembentukan pemaknaan personal selama berlangsungnya proses pembelajaran melalui upaya menciptakan iklim emosional yang kondusif agar dapat membentuk pemaknaan personal tersebut. Implementasi teori humanistik dalam proses pembelajaran lebih difokuskan pada kemampuan pendidik dalam membangun hubungan emosional dengan peserta didik dalam suatu wadah belajar.

Adapun yang menjadi tujuan utama para pendidik adalah untuk membantu si peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya, melalui proses mengenal diri mereka masng-masing sebagai manusia yang unik, disamping menumbuhkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka sendiri. 

Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian dalam proses pembelajaran humanistik, yaitu;:
1. Proses pemerolehan informasi baru,
2. Personalia informasi ini pada individu.

Implikasi Teori Belajar Humanistik Guru Sebagai Fasilitator

Dalam psikologi humanistik, Pendidik berperan sebagai fasilitator dimana mereka dituntut untuk mampu mengaplikasikan konsep humanistic yang berpatokan pada konsep memanusiakan manusia dan memperkenalkan peserta didik terhadap potensi yang dimilikinya beserta pemahaman terhadap lingkungannya. 

Dibawah ini disajika bentuk dan sikap yang harus dimiliki oleh guru/fasilitator yang baik 

  • Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
  • Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
  • Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
  • Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
  • Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
  • Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
  • Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
  • Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
  • Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
  • Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa

Penerapan Teori Humanistik dalam pembelajaran, lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran dimana ikut memberikan warna terhadap metode-metode yang diterapkan. Adapun peran pendidik dalam pembelajaran humanistik adalah sebagai fasilitator bagi para para peserta didiknya, dimana Pendidik ikut memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Disamping juga ikut memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta dalam memperoleh tujuan pembelajaran yang inin dicapai.
Sedangkan peran Peserta didik  adalah sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri, dimana peserta didik diharapkan untuk memahami potensi yang dimilikinya kearah yang bersifat positif (menemukan bakat pada peserta didik sendiri).

Teori Humanistik lebih menekankan tujuan pembelajaran kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :

  • Merumuskan tujuan belajar yang jelas
  • Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
  • Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
  • Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
  • Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
  • Pendidik menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
  • Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
  • Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa


Namun harus dipahami jika proses pembelajaran berazaskan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran tertentu yang lebih bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. 
Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

Pembelajaran humanistik berakar pada filsafat humanisme dan psikologi humanistik. Pada tataran praktis, pembelajaran humanistik adalah aktivitas belajar mengajar yang menggunakan prinsip-prinsip psikologi humanistik. Prinsip utama pembelajaran ini terutama berpijak pada asumsi bahwa belajar berasal dari dan oleh si belajar sendiri. Fenomena objektif di luar diri si belajar lebih merupakan tempat dan sarana bagi upaya belajar.


Monday, May 07, 2018

Luapan Jiwa Helaian Kertas Putih

Senja menghampiri hamparan bumi
Penatian Kesuksesan
Semakin mengekang jiwa
Teringan kesalahan demi keasalahan yang telah dilakukan

Wahai sang pencerah kehidupan
Kami yang terlahir dengan kertas putih 
Tak mengerti dan tak tahu menahu 
Tentang hak dan kebatilan
Kau bantu kami menyusuri lika liku kehidupan di bumi yang fana ini
Menuju kesuksesan dunia dan di akhirat

Luapan Jiwa Helaian Kertas Putih
Luapan Jiwa Helaian Kertas Putih

Oh patriot tanpa tanda jasa
Kami sangat menydari jika mungkin tak hanya sekali 
Kata kata yang tak pernah kau harapkan terlontar begitu saja  
Karena kebodohan kami dalam menyingkapi usaha dan jerih payah mu 
Sikap dan tingkah lakumi kami yang terkadang menorehkan
Luka yang mendalam dalam hati sanubari mu
Tapi kau memaafkannya dengan begitu mudah 
Kertas putih mu ini semakin terguncang oleh 
Hitam putih kehidupan, kerajinan dan kedisiplinan
Yang engkau tanamkan seakan akan menjadi penuntun kehidupan 
Dalam menata langkah langkah kami 
Untuk membina jati diri kami

Termat besar jasa mu dalam hidup kami
Tak terbayarkan dengan harta 
Waluapun berbongkah bongkoh emas, berlian
Yang kami sodorkan untuk membayar jasa mu
Karena itu semua tak sepadan dengan pengabdiaan muyang  begitu agung 

Oh guru kami 
Hanya ridhamu yang terharapkan 
Hanya doa yang menjadi tonggak kesuksesan
Semoga engkau selau ingat akan diri kami 
Kami ingin berlutut meminta kemaafan kepada mu 
Lewat frasa frasa ini untuk meraih ridha dan kemaafan mu
Sehingga dengan keridhaan mu kami mendapatkan 
Keridhaan dari yang maha pencipta alam dan semesta. 

Friday, April 27, 2018

Model Interaksi Sosial (Inovasi Kurikulum Pendidikan)

Model Interaksi Sosial (Model S-I)
Yang ketiga adalah Model Interaksi Sosial. Secara umum, dalam Model Interaksi Sosial, keputusan untuk membuat keputusan. Keputusan yang tertunda mendorong pencarian pengetahuan dan penerapan pengetahuan selanjutnya. Masalahnya diidentifikasi oleh penguna dan proses inovasi diprakarsai oleh mereka.


Model Interaksi Sosial (Inovasi Kurikulum Pendidikan)
Model Interaksi Sosial (Inovasi Kurikulum Pendidikan)

Menurut  MacDonald dan Walker dikutip dalam Ratnavadivel, (1995:69). "The receiver (an individual or group) initiates the process of change by identifying an area of concern or sensing a need for change. Once the problem area is identified, the receiver undertakes to alter the situation either trough his own efforts, or by recruiting suitable outside assistance. Whereas the receiver in the S-I and RD&D model is passive, the receiver in the P-S model is actively involved in finding an innovation to solve his own problem. Specifically what the new input will be is determined largely by the receiver himself; the relationship between sender and receiver is one of collaboration it is here called the “client system”. The client system may range in size from an individual person to an entire nation."

(Baca Model-Model Inovasi Kurikulum Pendidikan)

Seperti pada model-model lain atau penyederhanaan realitas, model Social Interaction (S-I) ini juga didasarkan pada sejumlah asumsi. Salah satu asumsi dasarnya adalah bahwa setiap orang merupakan anggota satu jaringan sosial atau lebih. Seorang guru PLB mungkin termasuk anggota jaringan yang berupa kelompok guru atau kelompok personel lainnya. Kemungkinan besar dia juga termasuk sejumlah jaringan sosial lainnya, misalnya tim olahraga, klub motor, Komunitas Majelis Taklim atau kelompok memancing. Kebanyakan dari kita adalah anggota berbagai jaringan yang mempunyai kesamaan minat dan terdapat hubungan saling percaya di antara para anggotanya karena mereka saling mengenal, mengetahui apa yang dapat dilakukan oleh tiap individu dan tahu seberapa besar mereka dapat diandalkan.

Strategi ini juga didasarkan atas asumsi bahwa kedudukan dalam jaringan sosial itu sangat penting. Dalam kelompok mana pun, selalu ada pemimpin formal ataupun informal dengan sejumlah pengikutnya. Setelah dua hingga tiga minggu, seorang guru prasekolah akan dapat mengidentifikasi siapa yang berperan sebagai pemimpin kelompok anak atau kelas. Mereka adalah anak atau murid yang mempunyai wibawa tertinggi, perilaku yang berpengaruh, memiliki daya untuk memberlakukan syarat-syarat atau menentukan aturan-aturan. Fenomena sosial yang sama dapat diamati di semua tempat kerja, misalnya di kantor psikologi pendidikan di sekolah. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pemimpin formal belum tentu orang yang paling menarik dari sudut pandang inovasi. Pemimpin dapat juga hanya salah seorang dari kalangan sesama pegawai. Melalui kekuatan verbalnya, karisma, kebandelan, humor, pengalaman atau caranya mengeluh, asisten TK dapat juga menjadi orang yang paling berpengaruh terhadap orang-orang lain dan terhadap lembaganya.

Tempat dan posisi seseorang di dalam jaringannya (misalnya pemimpin, mitra kerja, dll.) merupakan indikasi yang baik tentang apakah dia akan dapat memasukkan ide-ide baru ke dalam jaringannya dan berpartisipasi dalam difusi. Setidaknya semakin sentral posisi seseorang, semakin besar kesempatan orang itu untuk mempengaruhi.Beberapa peneliti telah mencoba mengklasifikasikan orang-orang menurut sikapnya terhadap inovasi, seperti “inovator”, “pengikut”, dan “orang yang lamban”. Ada juga yang mengatakan bahwa “pelopor selalu mempunyai kesempatan untuk menang dan tidak mempunyai kemungkinan untuk kalah, sedangkan pengikut selalu memiliki kemungkinan untuk kalah dan tidak mempunyai kesempatan untuk menang”. Calon pengikut, selama masa mereka merenungkan apakah akan berpartisipasi atau tidak, akan menemukan sesuatu yang lebih diyakininya. Alasan mengapa model S-I sejauh tertentu difokuskan pada bagaimana berbagai peran dikembangkan, dipelihara dan saling mempengaruhi, adalah bahwa model ini dipandang sebagai dapat menentukan siapa yang menjadi tertarik atau yang pertama membeli produk inovatif itu. Jika kita dapat mempengaruhi pimpinan dan orang-orang kunci, maka peluang untuk difusi di dalam sistem itu lebih besar daripada jika kita mulai dengan mempengaruhi beberapa orang yang lewat. Ini merupakan asumsi dasar yang ketiga dari model S-I, yaitu bahwa kontak informal itu penting jika kita menginginkan ide-ide inovatif itu mengakibatkan perubahan dalam praktek-praktek yang ada. Informasi dan komunikasi sangat penting. Kita tidak hanya terpengaruh oleh informasi yang kita terima dalam bentuk memo dan laporan dari bagian dan kantor sekolah, tetapi juga oleh informasi dari orang-orang yang kita percaya, kita kenal baik dan memiliki kontak rutin. 


Lingkaran besar ini menggambarkan jaringan sosial yang berbeda: sekolah lanjutan atas, sebuah tim olah raga dan sebuah dewan kota. Tiap sistem terdiri dari individu-individu yang ditandai dengan 0. panah menunjukkan arus informasi. 

Misalnya, guru di sekolah lanjutan atas telah melakukan proyek pengajaran selama enam bulan. Siswa dan guru dibagi menjadi tim-tim menurut kelas dan mata pelajaran. Tema umum proyek itu adalah: pekerjaan di daerah X. Siswa dan guru memandang hasilnya baik dan metode mengajarnya sangat menarik sehingga mereka ingin melanjutkannya hingga akhir tahun ajaran. Enam bulan terakhir digunakan untuk merencanakan proyek kecil di bawah arahan sekolah. Mereka melakukan ini berdasarkan ide-ide dan data yang dikumpulkan tentang keinginan-keinginan untuk masa depan dan kebutuhan akan pekerjaan di kalangan remaja di masyarakat. Permohonan sumber daya tambahan diajukan kepada dewan kota.

Satu guru di sekolah tersebut adalah anggota klub olahraga Y. Begitu juga salah seorang anggota dewan kota. Guru menggambarkan secara antusias pengalaman dan rencana sekolah ketika berlatih di klub tersebut dan anggota dewan kota itu mendengarkannya. Dia merasa bahwa proyek pengembangan sekolah itu menarik dan mengilhaminya. Permohonan sumber daya tambahan itu dikabulkan karena “olahragawan” dari dewan kota itu telah memahami ide itu dan berhasil meyakinkan para anggota dewan lainnya. Infomasi dan komunikasi informal dalam kasus ini merupakan faktor penentu terhadap realisasi ide inovatif. Tanpa sumber daya tambahan proyek tersebut dapat terhenti. 

Asumsi keempat yang mendasari model S-I adalah bahwa identifikasi kelompok itu penting untuk keberhasilan suatu inovasi. Kebanyakan orang memiliki kecenderungan untuk mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tertentu berdasarkan minat, nilai-nilai, kekuasaan, posisi dan keinginan untuk berprestasi. Jika seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan suatu kelompok, maka dia akan lebih mudah menerima dan menindaklanjuti ide inovatif yang mungkin dikembangkan oleh kelompok itu. Tekanan kelompok merupakan fenomena yang dikenal, baik dalam hal pembinaan kepemilikan maupun difusi inovasi. Dalam hubungannya dengan pemikiran baru dan perubahan perilaku, bukan hanya individu yang menjadi sasaran, tetapi juga kelompok. Terlebih lagi, sejumlah pendekatan komersial didasarkan atas pengetahuan mengenai potensi identifikasi kelompok untuk membuat perubahan. Asumsi terakhir yang akan kita telaah adalah bahwa difusi inovasi mengikuti kurva S. 

Kemajuannya lambat pada fase awal, tetapi diikuti dengan fase difusi yang sangat cepat. Kurvanya terus meningkat selama beberapa lama, tetapi pada kecepatan yang lebih lambat. Selama fase inilah orang yang lamban bergabung dengan inovasi. Kurva difusi kemudian secara bertahap menjadi datar. Kurva S dapat dilihat pada gambar 5. pada umumnya kita dapat mengatakan bahwa model S-I didasarkan atas informasi yang memiliki daya untuk memperbaharui diri, dan bahwa “individu adalah ujung tombak dalam proses inovasi – meskipun tidak demikian - sehingga sistem sosial individu itu menjadi tidak penting”. Strategi ini juga menuntut agar pengetahuan baru, yang ditransfer melalui kontak pribadi, disebarluaskan untuk menguji dan mengevaluasi ide inovatif itu. Namun, kita tidak tahu pasti sejauh manakah kontak itu harus didominasi oleh kedekatan hubungan di kalangan individu-individu. Penelitian di Amerika menemukan bahwa sekolah-sekolah sangat jarang mengikuti sekolah perintis yang tetangganya. Di pihak lain, sekolah yang menciptakan ide baru itu sering dikunjungi oleh guru-guru dari negara bagian lain. Fenomena ini disebut efek mercu suar. Anehnya adalah bahwa mereka yang jauh yang lebih sering memulai proyek serupa di sekolahnya, bukan mereka yang bertetangga dengan perintis inovasi. Penjelasan yang diberikan terkait dengan hakikat psikologi dan komunikasi. Sekolah tetangga merasa bahwa mereka hanya dapat memperoleh sedikit prestise karena sekolah perintis telah mendapatkan semua perhatian. Jika sekolah tetangga harus memulai proyek yang serupa, mereka takut dianggap sebagai “peniru”. Penjelasan lainnya adalah bahwa orang yang tinggal jauh dari “tempat kejadian”, harus berjalan jauh sehingga dapat membawa pulang lebih banyak ide. 

Satu faktor yang sudah disebutkan adalah bahwa difusi sering kali tidak dilaksanakan di dalam sistem selain dari sistem yang memerlukan perbaikan dalam prakteknya. Untuk meraih keberhasilan dalam difusi inovasi, penting untuk merencanakan fase difusi ini juga. Secara sederhana, tampaknya kita dapat mengendalikan difusi dengan mengendalikan siapa menemui siapa. 

Mereka yang memutuskan untuk ambil bagian dalam proses perubahan, sangat membutuhkan informasi. Inovator harus berusaha memenuhi kebutuhan ini. Mereka juga sangat membutuhkan informasi pada tahap awal setelah mereka memutuskan untuk membeli ide tersebut. Ini terkait dengan kenyataan bahwa perubahan menciptakan ketidakpastian dan rasa tidak aman bagi kebanyakan orang. Ini juga berhubungan dengan apa yang sudah disebutkan di atas, yaitu bahwa kalkulasi biaya/keuntungan yang dilakukan oleh “pembeli” (mereka yang bergabung dengan inovasi) sebelum mereka memutuskan apakah ide tersebut baik atau buruk. Perhitungan keuntungan/biaya ini juga terkait dengan kenyataan bahwa inovasi jarang menguntungkan semua pihak. Akan selalu ada orang yang mempersepsi inovasi secara lebih positif daripada orang lain. Inovasi sesungguhnya tidak akan menarik bagi mereka yang lamban, karena orang-orang ini tidak akan mengalami keuntungan ataupun kerugian. 

Semua yang berpartisipasi dalam proses inovasi memiliki kebutuhan untuk mengetahui tujuannya, sasaran dan perencanaan atau strategi yang akan dipergunakan. Demikian pula, informasi tentang keterlibatan orang lain, aspek waktu, penggunaan sumber-sumber dan energi, merupakan faktor penting bagi pandangan mereka terhadap inovasi, baik positif ataupun negatif. Hal-hal yang harus dilakukan atau diubah oleh mereka sendiri dan hal-hal yang mungkin merugikan bagi mereka dalam situasi baru nanti harus juga diperjelas. 

Masalah yang mungkin terjadi dalam model ini adalah apakah para guru dapat memperoleh kemampuan yang cukup untuk melakukan itu, karena kurangnya informasi yang tersedia bagi para guru dapat mengurangi kebergunaan/manfaat dari model ini.  Jadi model ini masih membutuhkan pelatihan berkelanjutan dari agensi/perencana untuk mendidik guru sebagai dari proses evaluasi keefektifan dalam penerapan  model ini.

Tuesday, April 24, 2018

Inovasi Kurikulum Pendidikan Model Pemecahan Masalah

Model Pemecahan Masalah (Model P-S)
Menurut Havelock seperti dikutip pada Ratnavadivel, (1995) "An innovation is presented or brought to attention of a potential receiver population. The receiver and the receiver needs are determined exclusively by the sender. The receiver is supposed to react to the new information, and the nature of his reaction determines whether or not subsequent stages will occur. If awareness is followed by an expression of interest, he is launched on a series of stage which terminate with the acceptance or rejection of the innovation. The diffusion of innovation depends greatly upon the channels of communication within the receiver group, since information is transmitted primarily through the social interaction of the group members.

Inovasi Kurikulum Pendidikan Model Pemecahan Masalah
Inovasi Kurikulum Pendidikan Model Pemecahan Masalah
Model interaksi sosial berfokus pada hubungan manusia dan mempengaruhi strategi pada setiap tahap proses diseminasi dan adopsi. Model Interaksi sosial menempatkan tekanan besar pada interaksi sosial antara anggota kelompok yang mengadopsi, dan itu berfokus pada difusi ide dan aliran pesan dari orang ke orang daripada pemasaran produk. Model ini juga membatasi kebutuhan konsumen, karena ditentukan oleh perencana pusat / lembaga. Model SI telah dikritik sebagai model top-down karena kebutuhan penerima diidentifikasi oleh perencana pusat dan bukan guru sebagai penerima inovasi di tingkat sekolah atau dalam kasus pelatihan guru, pelatih / instruktur akan menjadi posisi yang lebih baik untuk mengidentifikasi kebutuhan penerima dalam hal efektivitas implementasi kurikulum di tingkat sekolah.
Kebalikan dari model R-D-D, model P-S (problem solving) didasarkan pada sistem konsumen (atau pengguna). Ini berarti bahwa konsumen (pembeli produk) memasuki proses pengembangan inovasi (produk) pada tahap sedini mungkin.
Dengan demikian, konsumen menjadi peserta dalam proses pengembangan ini. Di dalam buku ini kita menggunakan istilah “membeli”, baik ketika mempertimbangkan produk konkrit atau komersial maupun dalam pengertian kiasan ketika mempertimbangkan ide-ide, pengetahuan, proyek PLB dan teknik pengajaran, dll.

Sebagaimana halnya strategi inovasi sebelumnya, strategi ini juga didasarkan atas sejumlah asumsi. Model P-S didasarkan atas pandangan bahwa semua inovasi bermula dari kebutuhan yang dirasakan. Penggunalah yang menentukan kebutuhannya, bukan para ahli, politisi atau peneliti (fase 1 dalam model). Kebutuhan yang dirasakan itu biasanya tidak tepat dan tidak spesifik, tetapi lebih berupa perasaan bahwa ada sesuatu yang tidak benar. Agar dapat melakukan sesuatu terhadap hal yang belum jelas itu, maka hal itu harus diperjelas. Oleh karena itu, fase berikutnya (fase 2) adalah diagnosis masalah. Berdasarkan atas persepsi kebutuhan akan perubahan yang belum jelas itu, kita mencoba mendefinisikan dan mendeskripsikan masalahnya. Langkah berikutnya dalam proses perubahan itu adalah mencari pengalaman, ide-ide, informasi dan pengetahuan yang relevan dengan permasalahan (fase 3). Berdasarkan diagnosis dan pencarian itu, kita harus memperoleh solusi yang dapat diimplementasikan.