Penerapan otonomi daerah membawa pengaruh
bagi manajemen pendidikan di Indonesia. Salah satu pengaruh tersebut adalah
diberlakukannya otonomi sekolah, di mana tiap-tiap sekolah memiliki wewenang
untuk mengelola dan meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan
nasional. Dalam lingkup kelas, maka guru mempunyai peran yang strategis untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran. Guru merupakan personil sekolah yang
memiliki kesempatan bertatap muka lebih banyak dengan siswanya. Dengan
demikian, peran dan tanggung jawab guru sesuai dengan kebijakan otonomi sekolah
antara lain adalah menguasai dan mengembangkan materi pembelajaran, merencanakan dan
mempersiapkan pembelajaran, serta mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.
Kemampuan guru dalam menciptakan pembelajaran yang berkualitas sangat menentukan keberhasilan pendidikan secara keseluruhan. Kualitas pembelajaran sangat bergantung pada kemampuan guru, terutama dalam memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik secara efektif dan efisien. Berdasarkan hasil dari pengamatan para pegiat dunia pendidikan, mereka menemukan fakta bahwasanya sejauh ini pendidikan kita masih terlalau banyak di dominasi oleh pandangan, jika pengetahuan adalah sebagi perangkat fakta-fakta yang harus dihapal oleh peserta didik.
Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning |
Kemampuan guru dalam menciptakan pembelajaran yang berkualitas sangat menentukan keberhasilan pendidikan secara keseluruhan. Kualitas pembelajaran sangat bergantung pada kemampuan guru, terutama dalam memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik secara efektif dan efisien. Berdasarkan hasil dari pengamatan para pegiat dunia pendidikan, mereka menemukan fakta bahwasanya sejauh ini pendidikan kita masih terlalau banyak di dominasi oleh pandangan, jika pengetahuan adalah sebagi perangkat fakta-fakta yang harus dihapal oleh peserta didik.
(Baca Contextual Teaching and learning CTL)
(Baca Konsep Penilaian Berbasis Kelas )
Kegiatan pembelajaran di dalam kelas masih terfokus/berpusat pada guru sebagai sumber utama dalam mengakases pengetahuan, model ceramah masih merupakan pilihan yang paliang bagus untuk digunakan dalam strategi pemebelajaran di dalam kelas. Disamping itu mereka juga menemukan jika dijumpai pendidik masih terbiasa melaksanakan kegiatan pembelajarannnya dengan metode konvensional dimana siswa kurang dilibatkan secara aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar. Kejadian ini menyebabkan jik peserta didik/siswa lebih cenderung besikap pasif dan hanya sebagai pendengar saja tanpa diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat mereka sama sekalai. Semua permasalahan di atas merupakan pemicu timbulnya Proses belajar mengajar yang terkesan kaku, kurang fleksibel dan guru cenderung kurang demokratis. Siswa ibarat kertas putih bersih yang siap diisi dengan ilmu pengetahuan. Pencapaian dan keberhasilan pendidikan berdasarkan hasil akhir pembelajaran dengan mengabaikan proses.
Adanya kenyataan seperti di atas,
maka diperlukan suatu inovasi strategi belajar yang diharapkan lebih efektif
dan efisien sebagai alternatif yaitu pembelajaran kontekstual. Sebagaimana yang
telah kita pahami jika pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) sering disingkat dengan CTL merupakan model pembelajaran digunakan untuk membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa (real)
disamping untuk meransang siswa untuk dapat dapat mengaitkan hubungan antara pengetahuan
yang diperoleh /milikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai bagian
anggota keluarga dan masyarakat ditempat mereka. Dengan penggunaan konsep tersebut,
maka hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik sendiri,
dismaping juga proses pelaksanaan kegiatan pembelajaran didalam kelas berlangsung
secara alami dalam bentuk kegiatan dimanan siswa bekerja dan mengalami, bukan
transfer pengetahuan dari guru ke peserta didik sebagaimana model sebelumnya
yang masih juga sering digunakan oleh pendidik. Konsep CTL lebeh menekakan
pentingnya Strategi pembelajaran dibandingkan dengan hasil pembelajaran
tersebut. Dalam konteks tersebut, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa
manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mancapainya. Disamping itu peserta
didik juga menyadari bahwa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupannya suatu
saat kelak. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang
memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Maka dengan sendirinya peserta
diidk akan mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya
menggapainya, dengan dengan dipandu oleh pendidik/guru yang berperan sebagai pengarah
dan pembimbing mereka.
Salah satu strategi pembelajaran
yang merupakan perangkat pembelajaran berasosiasi dengan KTSP dan K13 adalah
strategi pembelajaran berbasis CTL (Contextual Teaching and Learning) dengan
tujuh komponen pembelajaran yang meliputi constructivism (konstruktivisme); inquiry
(menemukan); uestioning (bertanya ); learning community (masyarakat belajar); modelling
(pemodelan); reflection (refleksi); dan authentic assessment (penilaian yang
sebenarnya). Strategi pembelajaran menuntut pendidik agar dapat menjadikan
siswa untuk mampu menghubungkan isi materi pelajaran dengan situasi dunia nyata
siswa dan memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan tersebut dengan
aplikasinya dalam kehidupan nyata.
Jika kita tinjau dari konsepnya, Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep pembelajaran yang
digunakan membantu pendidik/guru dalam mengaitkan antara materi yang
diajarkannya didalam kelas dengan situasi dunia nyata siswa disamping juga mendorong
siswa untuk dapat mengaitkan pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran efektif, yakni: kontruktivisme (Contrucivism), bertanya
(Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community),
pemodelan (Modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic
Assesment)(Depdiknas, 2003: 3).
Karakteristik Pembelajaran
Kontekstual Menurut Nurhadi (2002: 20) ada beberapa karakter pembelajaran berbasis
kontekstual, yaitu:
a. Terciptanya kerjasama
(cooperation), sharing dengan teman dan saling menunjang;
b. Peserta didik aktif, inovatif dan kritis, belajar dengan bergairah,
menyenangkan dan
tidak membosankan, serta pendidik
juga lebih kreatif;
c. Konsep/Pola pembelajaran terintegrasi,
menggunakan berbagai sumber;
d. Terdapatnya berbagai macam
kreativitas peserta didik baik kelas dan lorong-lorong sekolah, dan
e. pelaporan yang diberikan
kepada orang tua tua bukan sekedar rapor kenaikan kelas melainkan meliputi hasil
karya siswa tersebut,
laporan praktikum, dan karangan
siswa.
Perbedaan CTL dengan Pembelajaran
Konvensional
Ada perbedaan pokok antara
pembelajaran CTL dan pembelajaran konvensional. Dibawah ini dijelaskan
perbedaan kedua model tersebut dilihat dari Konteks tertentu.
a. Dalam pembelajaran CTL, peserta
didik memiliki peranan sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif
dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri
materi pelajaran. Pola ini sangat berbanding terbalik dengan proses pembelajaran
konvensional, dimanan siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan
sebagai penerima informasi secara pasif.
b. Dalam pembelajaran CTL, siswa
belajar melalui kegiatan kelompok seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling
menerima dan memberi. ini sangat berbanding terbalik dengan proses pembelajaran
konvensional dimanan siswa lebih banyak belajar secara individual dengan
menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran.
c. Dalam pembelajaran CTL,
peserta didik diharapkan memiliki kemampuan yang dasari pada pengalaman;
sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh
melaluilatihan-latihan.
d. Tujuan akhir dari proses
pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri, misalnya individu tidak
melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku itu merugikan
dan tidak bermanfaat; sedangkan dalam pembelajaran konvensional, sikap ataupun
perilaku peserta didik didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, sebagai
contoh, peserta didik yang cendrung rasa takut pada didir siswa disebabkan karena
takut hukuman atau sekedar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru.
e. Proses pembelajaran dalam
konsep CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai
dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi
perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Adapun proses
pembelajaran konvensional, Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, sehingga
lebih terkesan jika oleh pengetahuan hanya bersifat menerima saja dan tidak
perlu untuk di buktikan kebenaran tersebut.
f. Proses kegiatan pembelajaran CTL
menekakan siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan
pembelajaran mereka masing-masing; sedangkan dalam pembelajaran konvensional
guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
g. Proses pembelajaran dalam konsep CTL, kegitan pembelajaran dapat dilukan di mana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas saja.
h. Keberhasilan pembelajaran dalam konsep CTL dilakuakn dengan berbagai tahapan/cara, contohnya dengan tahapan evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan lain sebagainya. Ini disebakan karena karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.
Dari gambaran penjabaran pokok perbedaan antara Model pembelajaran bebabasis CTL dan Konvensianal, maka dapat kita simpulkan jika konsep pembelajaran berbasis CTL memang memiliki karakteristik tersendiri baik dilihat dari asumsi maupun proses pelaksanaan dan pengelolaannya (Sanjaya, 2006: 260).
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah berkomentar