Menanggapi hasil Penilaian Pementasan Drama
Pengujian berbasis kompetensi dasar dilakukan dengan sistem pengujian berkelanjutan. Sistem pengujian berkelanjutan menunjuk pada pengertian bahwa semua indikator harus dibuat soalnya dan kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar apa saja yang sudah atau belum dikuasai oleh peserta didik.
Refleksi Hasil Penilaian Pembelajaran Pementasan Drama |
Jika penggunaan materi kompetensi dasar yang secara global masih menjadi kesulitan bagi peserta didik, maka haruslah diulangi kegiatan proses belajarnya sampai pada tahapan dimana peserta didik tersebut mampu mencapai penguasaan nilai minimal yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, soal-soal ujian yang dibuat harus berdasarkan indikator-indikator yang ada dan benar-benar mencerminkan tuntutan indikator. Jika indikator menuntut peserta didik melakukan unjuk kerja berbahasa tertentu, lisan dan tertulis maka soal-soal ujian itu juga harus menuntutpeserta didikuntuk berunjuk kerja bahasa secara lisan atau tertulis. Bentuk ujian yang dipergunakan antara lain dapat berupa: pertanyaan lisan di kelas, ulangan harian, praktek berunjuk kerja bahasa dan sastra atau melakukan sesuatu, tugas rumah baik individual maupun kelompok dan ulangan akhir semester. Untuk dapat melaksanakan pengujian berkelanjutan secara terencana perlu dibuat kisi-kisi pengujian secara menyeluruh yang mencakup seluruh kompetensi dasar dalam satu semester.
(Baca Penggunaan Media dan Evaluasi Pembelajaran Drama)
(Baca Metode Menanggapi sebuah Pementasan Drama)
Selain itu, sistem pengujian yang Berbasis Kompetensi Dasar mempergunakan acuan kriteria karena yang dipentingkan adalah apa yang dimiliki dan dapat dilakukan peserta didik setelah terlibat dalam proses pembelajaran. Adapun jenis Tes acuan kriteria minimal ini berasumsi bahwa hampir semua orang dapat melakukan proses pembelajaran terhadap apa saja dengan catatan diberi waktu yang memadai/cukup dan kebutuhan waktu tiap peserta didik biasanya berbeda. Oleh karena itu, sebagai konsekuensi acuan ini adalah dengan adanya program remedial dan pengayaan. Program remedial diberikan kepada peserta didik yang belum menguasai kompetensi dasar dengan standar yang ditetapkan sedangkan program pengayaan diberikan kepadapeserta didikyang telah mencapai standar. Penafsiran skor hasil tes dilakukan dengan membandingkannya dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Proses Penilaian berbasis kompetensi ini sangat menekankan pada pentingnya penilaian proses dengan tujuan untuk memahami kemajuan belajar peserta didik. Hal ini juga berkaitan dengan sistem pengujian berkelanjutan di atas yaitu bahwa semua Indikator harus diujikan. Indikator yang tidak dapat diujikan pada akhir kegiatan pembelajaran dapat diujikan di tengah proses pembelajaran. Penilaian proses yang sering disebut sebagai penilaian kelas yaitu penilaian yang dilakukan di kelas ketika kegiatan pembelajaran berlangsung untuk memperoleh informasi, memahami peserta didik, merencanakan, memonitor proses pembelajaran dan menciptakan suasana kelas yang bergairah. Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Penilaian proses merupakan kegiatan guru membaca situasi kelas menit demi menit, memaknai dan membuat keputusan apa yang harus dilakukan pada kegiatan berikutnya.
Disamping itu, Penilaian proses juga memiliki hubungan yang erat dengan usaha memberikan umpan balik terhadap proses pembelajaran baik untuk tenaga pendidik sendiri maupun untuk peserta didik. Berdasarkan informasi yang diperoleh guru haruslah segera mengambil keputusan yang berkaitan dengan tingkah laku belajar siswa, peningkatan keberhasilan belajar siswa, penciptaan suasana kelas yang mendukung dan perencanaan-perencanaan kegiatan pembelajaran selanjutnya. Dengan demikian, penilaian proses harus direncanakan oleh guru sebelumnya dengan tujuan yang jelas dan terkontrol. Penilaian itu misalnya berupa ulangan-ulangan harian, pemberian tugas-tugas tertentu di kelas sesuai dengan bidang pembelajaran bahasa dan sastra yang dibelajarkan dan pemberian tugas-tugas rumah tertentu yang direncanakan secara matang.
Penilaian proses bahkan sering menjadi bagian. teknik pembelajaran yang dipilih guru dalam proses pembelajaran. Adapun Masukan informasi yang diperoleh dari hasil prose penilaian tersebut dapat digunakan untuk perencanaa proses perbaikan kegiatan pembelajaran pada tahapan selanjutnya. Pengembangan soal-soal ujian harus mempertimbangkan karakteristik bidang studi. Kompetensi yang ingin dicapai dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia secara jelas telah ditunjukkan dalam rumusan standar kompetensi yang kemudian dijabarkan menjadi kompetensi dasar dan indikator. Selain itu, guru harus memperhatikan hakikat bahasa dan sastra sebagai sebuah fakta sosial, pendekatan pembelajaran bahasa dan sastra yang dipergunakan karena keduanya saling terkait.
Menurut Endaswara (2005:235-236) mengatakan bahwa evaluasi pengajaran sastra harus mencakup lima hal yaitu:
(1) Evaluasi kemampuan menafsirkan watak.
Jenis evaluasi ini menekankan pada Pemahaman subjek didik terhadap watak tokoh untuk selanjutnya dapat diinternalisasi ke dalam diri mereka. ini semua disertai alasan-alasan logis/masuk akal. Tingkat kualitas pemberian alasan itulah yang dikategorikan subjek didik berhasil.
(2) Evaluasi kesensitifan terhadap bentuk dan gaya.
Dalam kaitan ini, subjek didik diharapkan mampu menafsirkan bentuk dan gaya yang terdapat dalam karya sastra. Bagaimana tanggapan mereka terhadap bentuk dan gaya, tepat tidaknya pemilihan bentuk dan gaya, tingkat estetika karya sastra dst. Harus dicermati subjek didik yang berhasil tentu akan mampu menyatakan sinkronisasi bentuk dan gaya dengan makna karya sastra, baik secara tersurat maupun tersirat.
(3) Evaluasi penangkapan ide dan tema.
Dalam hal ini subjek didik yang mampu menemukan ide dan tema dengan segala alasan logis, termasuk berhasil dalam pengajaran. Untuk lebih jelasnya, Pemahaman atas ide dan tema tersebut harus dibarengi indikator-indikator yang jelas/rinci.
(4) Evaluasi terhadap pemahaman unsur-unsur luar karya sastra.
Kemampuan subjek didik menemukan dan menghubungkan secara kontekstual unsur-unsur ekstrinsik sastra, akan mengindikasikan keberhasilan pengajaran. Ini juga dimaksdukan sebagai wadah untuk mengukur penguasaan cabang-cabang ilmu lain di luar pembelajarn sastra.
(5) Evaluasi terhadap tanggapan perseorangan. Apresiasi sastra memang seharusnya berdampak pada pribadi subjek didik. Karena itu tanggapan subjektif dan objektif tiap-tiap subjek didik patut dievaluasi juga. Apakah subjek didik mampu menyeimbangkan emosi, terdorong keinginannya, dan tumbuh daya kreativitasnya atau tidak.
Selanjutnya, tingkatan evaluasi pengajaran sastra dapat menggunakan model taksonomi Bloom (Nuigiyantoro, 1988:301-308) yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
(1) Tes kesastraan tingkat ingatan
Tes ini sekedar mengungkap kembali fakta, konsep, definisi, deskripsi, nama pengarang, nama angkatan dll. Misalkan, apa yang dimaksud dengan alur, sebutkan pembagian angkatan kesusastraan dan siapa pelopor angkatan 45.
(2) Tes kesastraan tingkat pemahaman
Tes ini menghendaki subjek didik mampu membedakan, memahami, menjelaskan, tahu hubungan antar konsep yang sifatnya sekedar mengingat. Misalnya: buatlah ringkasan novel, jelaskan perbedaan soneta dengan pantun.
(3) Tes kesastraan tingkat penerapan.
Tes ini menuntut subjek didik menerapkan pengetahuan teoritik ke dalam kegiatan praktis yang konkret. Artinya subjek didik dituntut benar-benar untuk "memperlakukan" karya sastra secara nyata. Jenis Kemampuan aplikatif ini dapat dikelompokkan antara lain berupa: mengubah, memodifikasi, mendemonstrasikan, mengoperasikan, dan menerapkan sesuatu hal. Misalkan: ubah wacana dari novel Belenggu di atas ke dalam bentuk dialog
(4) Tes kesastraan tingkat analisis.
Subjek didik dituntut membaca karya sastra dan menganalisisnya. Analisis dapat dari aspek intrinsik dan ekstrinsik karya sastra. Misalkan: jelaskan bagaimana pengarang mengembangkan alur dalam novel dalam novel Layar Terkembang Karya Sultan Takdir Alisyahbana.
(5) Tes kesastraan tingkat sintesis.
Tes ini menuntut subjek didik mengategorikan, menghubungkan, mengombinasikan, dan meramalkan hal-hal yang berkenaan dengan unsur-unsur karya sastra.
(6) Tes kesastraan tingkat penilaian.
Tingkatan ini menuntut subjek didik cermat mengevaluasi karya sastra, memberikan komentar dan alasan-alasan estetika. Misalkan, tentang masalah ketepatan diksi, ketepatan alur, dll. Kemampuan berpikir evaluatif juga terkait dengan perbandingan antar karya sastra.
Evaluasi merupakan langkah akhir dan pengajaran meskipun setelah itu ada juga langkah tindak lanjut. Biasanya banyak pemahaman yang salah dimanan setelah melakukan proses evaluasi, proses kegiatan belajarn mengajar sudah dianggap selesai padahal seharusnya harus ada pola pengembangan dan pembinaan sastra supay dapat meningkatkan apa yang telah dipahami oleh peserta didik.
Pada dasarnya evaluasi dalam pengajaran sastra memang dapat dilakukan seperti halnya pengajaran yang lain. Artinya pengajaran dapat menggunakan tes objektif maupun tes essei (uraian) yang penting baik tes pilihan ganda maupun uraian harus terfokus pada apresiasi.
Hoa Nio (1981:31) memberikan rambu-rambu beberapa hal yang perlu dievaluasi dalam pengajaran drama antara lain tentang: “Lafal, tekanan, lagu kalimat, gerak, mimik, dan sejauh mana subjek didik menghayatinya. Evaluasi semacam ini dapat dilakukan sendiri oleh subjek didik dengan temannya. Evaluasi oleh subjek didik ini diharapkan lebih objektif kendatipun evaluasi oleh pihak pengajar tidak harus ditinggalkan”.
Komponen lain yang perlu dievaluasi adalah tentang: (1) pengetahuan- pemahaman teks (gaya, tema, pengembangan watak), (3) ekspresi individu (menekankan pada penjiwaan), dan (4) apresiasi sastra drama meliputi fakta (meliputi pengarang, perwatakan, situasi dan latar belakang historis; (5) penghayatan dan penjabaran nilai-nilai dalam naskah drama) Sukristanto (dalam Endaswara:2005:256).
Satu hal yang perlu disadari adalah bahwa pengajaran drama di sekolah memang tidak dimaksudkan untuk mencetak aktor atau dramawan tetapi sekedar memberikan pengalaman agar subjek didik berkembang menjadi manusia yang matang dan utuh. Oleh karena itu, evaluasi bukanlah pada hasil melainkan pada proses. Beberapa catatan yang mungkin dapat dipedomani dalam evaluasi adalah: (a) bagaimana penghayatan cerita subjek didik, (b) bagaimana pemahaman, (c) bagaimana pemahaman dan penafsiran dialog, (d) bagaimana kemampuan subjek didik memetik nilai-nilai dan (e) bagaimana kemampuan menangkap alur.
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah berkomentar