Secara umum, Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu jenis keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tulisan (non verbal), dimana aktifitas ini tidak berlangsung secara tatap muka layaknya sebagaimana aktifitas lisan berlangsung. Sebagai salah satu keterampilan dalam aspek berbahasa, menulis merupakan kegiatan yang bersifat mengungkapkan, maksudnya mengungkapkan gagasan, buah pikiran dan/perasaan kepada pihak atau orang lain (pembaca). Oleh karena itulah, menulis merupakan suatu kegiatan produktif dan ekspresif (Henry Guntur Tarigan,1993: 4).
Hakikat dan tahapan dalam Menulis |
Menulis merupakan aktivitas berbahasa yang bersifat ekspresif, produktif dan kreatif, oleh karena itu menyaratkan sesuatu yang lebih kompleks dari pada membaca (Yant Mujiyanto,dkk 2000: 64). Kita tahu bahwa, keterampilan berbahasa yang bersifat aktif-produktif adalah keterampilan berbicara (verbal). Namun menulis berbeda dengan berbicara, kalau dalam berbicara orang (pembicara) menggungkapkan pesan komunikasi (gagasan, pikiran dan perasaan) dengan bahasa lisan, sehingga berbicara disebut keterampilan berbahasa aktif produktif lisan, sedang dalam menulis orang (penulis) mengungkapkan pesan komunikasi dengan bahasa tulis. Pendapat lain menyatakan bahwa menulis merupakan pemindahan pikiran atau perasaan dalam lambang-lambang bentuk bahasa (M. Atar Semi, 1990: 8)
Budaya menulis sungguh menempati kedudukan yang begitu sentral dalam kehidupan modern yang intelektualistis (Yant Mujiyanto dkk, 2000: 76). Tanpa budaya tulis menulis, arus komunikasi dan informasi akan terputus, perkembangan ilmu pengetahuan dan alih teknologi serta penyebarluasannya akan menjadi terhambat. Memang, budaya menulis dan baca-membaca bukanlah satu-satunya media komunikasi dan saka guru peradaban serta alat pengantar kehidupan ilmiah dan IPTEK. Di samping budaya menulis, orang masih bisa berkomunikasi antar sesamanya untuk mengembangkan potensi diri lewat jalur lisan. Namun perbedaan antara berbicara dan menulis tidaklah sekedar bahwa yang satu bersifat lisan dan yang satu lagi bersifat tulis. Perbedaan keduanya terdapat dalam proses pelaksanaannya. Dalam berbicara orang berkomunikasi secara langsung dan bertatap muka dengan lawan bicaranya, sedang dalam menulis penulis berkomunikasi secara tidak langsung dengan tidak tatap muka tetapi orang yang ada hanya dalam bayangannya (Henry Guntur Tarigan, 1993: 12).
Keduanya, budaya lisan dan budaya tulis sama-sama penting adanya. Masing-masing pun memiliki keunggulan dan kelemahan. Ungkapan lisan bersifat langsung, kecuali jika lewat media elektronik. Oleh karena itu, bisa lebih akrab dengan komunikan, bisa diselingi tanya jawab, bisa dibuat intonasi dan akting. Ekspresi lisan memungkinkan audiens menatap wajah dan medengarkan suasana komunikator serta lebih bersifat praktis. Sementara itu, budaya tulis memiliki keunggulan cukup banyak ekspresi tulis lebih bisa di pertanggungjawabkan secara ilmiah, di sisi lain tulisan tidak mutlak terpancang ruang dan waktu.
Dalam menggungkapkan diri secara tertulis, seorang pemakai bahasa memiliki lebih banyak kesempatan untuk mempersiapkan dan mengatur diri, baik hal apa yang diungkapkan maupun bagaimana cara mengungkapkannya. Pesan yang perlu diungkapkan dapat dipilih secara cermat dan disusun secara sistematis, apabila diungkapkan secara tertulis mudah dipahami dengan tepat. Demikian pula pemilihan kata-kata dan penyusunanya dalam bentuk wacana yang dapat dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa yang baik dan benar. Baik menulis maupun berbicara harus memperhatikan komponen yang sama, yaitu struktur kata/bahasa, kosa kata, kecepatan/kelancaran dalam berbahasa (Henry Guntur Tarigan,1993 :12). Biasanya dalam setiap tulisan pasrti terkandung ide sang penulis untuk disampaikan kepada orang lain (pembaca). Ketika dalam menyampaikan ide, penulis harus mampu mencari kata bahasa yang dapat dimengerti orang lain, baik dari sisi urutan kata-kata maupun betuk kalimat. Dengan begitu pengetahuan penulis (dalam hal ini siswa) dapat dipahami orang lain (pembaca).
Agar tulisan tersebut dapat dipahami oleh pembaca, penulis perlu memperhatikan keefektifan strukturnya. Harus dipahami bahwa ciri tulisan yang efektif adalah harus mengandung unsur-unsur: jelas, singkat, tepat, koheren serta aliran logika lancer, Artinya, dalam tulisan itu tidak perlu menambahkan hal-hal di luar isi pokok tulisan, tidak mengulang-ulang yang sudah dijelaskan (redundant), tidak mempunyai arti ganda (ambiguous) dan paparan ide pokok didukung oleh penjelasan dan simpulan. Untuk itu, setiap Ide-ide pokok tersebut harus saling berkaitan, dan mendukung ide utama sehingga seluruh bagian tulisan merupakan kesatuan yang saling berhubungan atau bertautan (kompleks).
Demikianlah,aktivitas menulis mau tidak mau harus mempertimbangkan penerimaan pembacanya. Oleh kerena itu, menulis sebenarnya bukan merupakan perbuatan asal saja: menulis asal menulis atau sekedar menuliskan deretan kata (Calderonello&Edwars dalam Henry Guntur Tarigan.1993: 5). Kita dapat mendefinisikan jika, Menulis dalam arti yang sebenarnya merupakan aktivitas menghasilkan tulisan/karangan/wacana tulis yang jelas, sistematis dan mengena (efektif). Oleh karena itu menulis bukanlah aktivitas instan.
Berdasarkan hakikat menulis di atas dapat disimpulkan bahwa menulis tidak hanya sekedar sebuah proses atau aktivitas dengan menurunkan atau melukiskan lambang-lambang atau grafik untuk menuangkan segenap ide-idenya ke dalam tulisan secara jelas dan sistematis sehingga pesan yang disampaikan oleh penulis dapat diterima oleh pembacanya.
2. Tahapan-tahapan Penulisan
Kita pahami bahwa didalam aktifitas menulis terdapat beberapa tahapan-tahapan penulisan, meliputi tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi (Sabarti Akhadiah dkk, 1996: 2-5). Ketiga tahap penulisan itu menunjukkan kegitan utama yang berbeda. Dalam Tahap Prapenulisan ditentukan hal-hal pokok yang mengarahkan penulis dalam seluruh kegiatan penulisan itu. Dalam Tahap Penulisan yang harus dilakukan adalah mengembangkan gagasan dalam kalimat-kalimat, satuan paragraf, bab atau bagian. Sedangkan dalam Tahap Revisi yang dilakukan ialah membaca dan menilai kembali yang telah ditulis, memperbaiki, mengubah bahkan jika perlu memperluas tulisan tadi. Menurut Sabarti akhadiah,dkk (1996: 2-5) Tahap-tahap yang harus dilalui dalam menulis meliputi;
a. Tahap Penulisan
Tahap ini merupakan tahap perencanaan atau persiapan menulis, dimana di dalamnya mencakup beberapa langkah-langkah kegiatan jika menulis karangan meliputi;
1) Menentukan Topik
Ini berarti seorang penulis menentukan apa yang akan dibahas di dalam tulisan. Penjebaran dar topik ini dapat diperoleh dari berbagai sumber ilmu, pengalaman dan pengamatan. Seorang penulis dapat menulis tentang pendapat, sikap dan tanggapan sendiri atau orang lain atau tentang khayalan/imajenasi yang dimilikinya. Dalam menentukan topik karangan harus selalu mengenai fakta.
2) Membatasi Topik
Membatasi topik berarti mau menpersempit/memperkecil lingkup pembicaraan. Jadi supaya mempermudah pembahasan suatu objek maka digunakan gambar, bagan, diagram atau cara visualisasi lainnya.
3) Menentukan tujuan penulisan
Dengan menetukan tujuan penulisan kita tahu apa yang akan dilakukan pada tahap penulisan, bahkan apa yang diberkakukan.
4) Menentukan bahan penulisan
Yaitu semua informasi atau data yang dipergunakan untuk mencapai data penulisan.
5) Membuat kerangka karangan
Penyusunan kerangka karangan merupakan kegiatan terakhir pada tahap persiapan/prapenulisan.
b. Tahap Penulisan
Pada tahap ini penulis membahas setiap butir topik yang ada di dalam kerangka yang disusun. Dalam mengembangkan gagasan menjadi suatu kerangka yang utuh, diperlukan bahasa. Dalam hal ini penulis harus menguasai kata-kata yang akan mendukung gagasan. Ini berarti bahwa penulis harus mampu memilih kata dan istilah yang tepat sehingga gagasan dapat dipahami pembaca dengan tepat pula. Kata-kata itu harus dirangkaikan menjadi kalimat efektif selanjutnya kalimat-kalimat tersebut harus disusun menjadi paragraf persyaratan dan ditulis dengan ejaan yang berlaku disertai tanda baca yang digunakan secara tepat.
c. Tahap Revisi
Sebuah tulisan perlu dibaca kembali pada tahap ini, pada tahap ini biasanya penulis meneliti secara menyeluruh mengenai logika, sistematika, ejaan, tanda baca, pilihan kata, kalimat, paragraf, daftar pustaka dan sebagainya. Jika tidak ada lagi yang kurang memenuhi syarat maka selesailah tulisan kita.
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah berkomentar