1. Tuntutan Profesionalisme
Seseorang seoarang guru pendidikan pada saat sekarang ini dan masa mendatang sangat dituntut profesionalismenya. Hal ini selaras dengan persaingan dalam beberapa aspek, yaitu aspek sosial, teknologi, dan kemanusiaan, karena persyaratan kemampuan seseorang yang profesional untuk melakukan pekerjaan semakin meningkat. Pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah ditanamkan oleh dosen kepada calon guru masih sangat terbatas, oleh sebab itu para mahasiswa calon guru agar selalu dapat meningkatkan kemandiri-annya untuk mengembangkan dan menuju ke arah profesional. Negara manapun di dunia ini pasti menginginkan guru dan SDM yang profesional, apalagi di negara maju. Di Indonesia saat sekarang sangat dituntut guru yang memiliki ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni ( IPTEKS ) juga guru yang beriman dan bertaqwa (IMTAQ)
Definisi Dan Makna Profesionalisme |
Guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensinya baik ranah afektif, kognitif, maupun fisik dan psikomotorik. Guru juga orang yang bertanggung jawab memberikan pertolongan kepada peserta didiknya dalam pertumbuhan dan perkembangannya agar dapat mencapai tingkat kedewasaan serta mampu mandiri dalam memenuhi tugas sebagai manusia hamba Tuhan. Dalam buku berjudul Kiat Menjadi Guru Profesional karangan Muhammad Nurdin telah dijelaskan bahwa ada 9 syarat yang harus ditempuh untuk menjadi guru yang profesional yaitu:
Pertama, memiliki jasmani dan rohani yang sehat, ini akan membuat seorang guru dapat melaksanakan proses pembelajaran tanpa ada gangguan dari segi jasmani dan rohani, apalagi untuk guru pendidikan jasmani hal ini merupakan syarat yang mutlak.
Kedua, bertaqwa, yaitu bahwa guru yang bertaqwa akan memberikan keteladanan kepada para peserta didiknya, sehingga dapat ditiru oleh peserta didiknya dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, memiliki pengetahuan yang luas, artinya wajib bagi guru untuk selalu mengikuti perkembangan IPTEKS, mengingat perkembangan pada masa sekarang begitu pesat.
Keempat, berlaku adil, sehingga tidak membedakan antara anak yang satu dengan anak yang lain. Sebagai guru pendidikan jasmani juga harus memberikan layanan kepada semua peserta didik, apakah peserta didik tersebut normal atau mengalami kecacatan. Jika ada peserta didik yang cacat maka pemberian layanannya disesuaikan dengan sifat kecacatannya, apakah tunarungu, tuna wicara, tuna grahita, maupun tuna netra.
Kelima, memilki kewibawaan (berwibawa), di sini dimaksudkan agar guru berpenampilan yang dapat menimbulkan wibawa dan rasa hormat sehingga peserta didik mendapat pengayoman dan perlindungan. Sekaligus para peserta didik tidak akan mengabaikan apa saja yang menjadi keputusan seorang guru.
Keenam, ikhlas, sehingga pekerjaan yang dilakukan bukanlah sebuah sebuah beban melainkan merupakan amanah yang wajib dilaksanakan dengan tulus ikhlas agar mendapatkan pahala. Guru yang melaksanakan tugas dengan rasa ikhlas lahir batin akan dapat memudahkan untuk masuk sorga, karena manusia meninggal hanya ada tiga perkara yang dibawa, yaitu anak yang sholeh, ilmu yang bermanfaat, dan amal jariyah. Guru yang setiap hari menyampaikan ilmu yang bermanfaat kepada peserta didik akan memiliki bekal ilmu yang bermanfaat.
Ketujuh, memiliki tujuan Rabbani, artinya segala sesuatu harus bersandar pada Allah swt. Tuhan yang Mahaesa dan selalu mentaatinya, mempunyai keyakinan bahwa manusia hanya dapat merencanakan dan melaksanakan, sedangkan semua keputusan dan takdir hanya dari Tuhan Allah swt yang maha menentukan dan memuutuskan segalanya..
Kedelapan, mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan. Seorang guru yang profesional harus dapat membuat rancangan sesuai kaidah yang berlaku dan dapat melaksanakannya dengan baik.
Kesembilan, menguasai bidang yang ditekuni. Guru pendidikan jasmani harus benar-benar menguasai tentang hakikat pendidikan jasmani, baik aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikapnya.
2. Definisi Profesi
Istilah profesi semakin populer sejalan dengan semakin kuatnya tuntutan kemampuan profesional dalam pekerjaan. Apapun jenis maupun bentuk pekerjaannya, kemampuan profesional telah menjadi kebutuhan individu. Secara etimologi profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau bahasa Latin profecus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Penyandang profesi boleh menyatakan bahwa dia mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu asalkan pengakuannya disertai bukti yang nyata bahwa dia benar-benar mampu melaksanakan suatu pekerjaan yang diklaim sebagai keahliannya. Namun pengakuan itu idealnya berasal dari masyarakat atau pengguna jasa penyandang profesi itu atau berangkat dari karya ilmiah atau produk lain yang dihasilkan oleh penyandang profesi tersebut. Pengakuan itu terutama didasari atas kemampuan konseptual-aplikatif dari penyandang profesi tersebut. Secara terminologi, profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kemampuan mental yang dimaksudkan di sini adalah adanya persyaratan pengetahuan teoretis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis. Merujuk pada definisi ini, pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keterampilan manual atau fisikal, meskipun levelnya tinggi, tidak digolongkan dalam profesi. Dengan demikian tidak muncul organisasi profesi, seperti Ikatan Tukang Becak Indonesia, Ikatan Tukang Kayu Indonesia, Ikatan Penganyam Rotan Indonesia, Ikatan Petani Indonesia, dsb. Namun yang ada adalah Ikatan Dokter Indonesia(IDI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Ikatan Sarjana Olahraga Indonesia (ISORI), Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia(ISEI). Secara sosiologis menurut Vollmer&Mills (1972) bahwa profesi menunjuk pada suatu kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang sesungguhnya tidak ada dalam kenyataan atau tidak pernah akan tercapai, tetapi menyediakan suatu model status pekerjaan yang dapat diperoleh, jika pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi secara penuh. Istilah “ideal” itu hanya ada dalam kata, tidak atau sulit dalam realita, karena sifatnya hanya sebuah abstraksi. Kondisi ideal tidak lebih dari harapan yang tidak selesai karena fenomena yang ada hanya sebatas mendekati hal yang ideal tersebut. Ada tiga pilar pokok yang ditunjukkan untuk suatu profesi, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik. Pengetahuan merupakan fenomena yang diketahui dan disistematisasikan sedemikian rupa sehingga memiliki daya prediksi, daya control, dan daya aplikasi tertentu. Pada tingkat yang lebih tinggi, pengetahuan bermakna kapasitas kognitif yang dimiliki oleh seseorang melalui proses belajar. Keahlian bermakna penguasaan substans keilmuan yang dapat dijadikan acuan dalam bertindak. Keahlian juga bermakna kepakaran dalam cabang ilmu tertentu untuk dibedakan dengan kepakaran lainnya. Persiapan akademik mengandung makna bahwa untuk derajat profesional atau memasuki jenis profesi tertentu, diperlukan persyaratan pendidikan khusus, berupa pendidikan prajabatan yang dilaksanakan pada lembaga pendidikan formal, khususnya pada tingkatan jenjang pendidikan perguruan tinggi
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah berkomentar