Metode Membaca Naskah Drama dalam Pembelajaran. Seorang pemain terlebih dahulu harus mengetahui langkah-langkah dan cara agar dapat membaca naskah dengan baik karena setiap dialog yang dibaca mempengaruhi persepsi dari naskah yang ada. oleh karena itu, pemain harus benar-benar dapat menyampaikan pesan yang terkandung dari naskah yang akan dipentaskan. Menurut Endaswara (2003: 204-213) menyebutkan bahwa ada beberapa langkah dalam membaca naskah drama yaitu:
Metode Membaca Naskah Drama dalam Pembelajaran |
1. Teknik Pembacaan Sastra
Dalam kegiatan membaca diperlukan pelatihan-pelatihan dasar. Yuwono (2003:14) menggambarkan bahwa pelatihan drama tersebut mencakupi: ‘Latihan penghayatan dan pemahaman teks puisi, prosa dan drama, latihan mimik dan gerak, latihan pernafasan dan vokal.’
Latihan pemahaman dan penghayatan teks drama dapat dimulai dari karya sastra yang mudah dipahami sampai karya sastra yang sukar. Dalam hal ini diperlukan ketajaman imajinasi, kepekaan dan kekritisan. Pelatihan dasar untuk mempertajam imajinasi dapat berupa penghayatan terhadap gemericik air pegunungan, gelombang air laut dan suara burung berkicau. Selain itu, diperlukan juga latihan pernafasan yang dapat dilakukan untuk mengatur keras lembutnya intonasi, tinggi rendah nada dan panjang pendeknya vokal atau konsonan yang dihasilkan. Dalam hal ini dibedakan antara pernafasan dada dan pernafasan perut. Sedangkan, latihan vokal dilakukan agar pelafalan bunyi bahasa dapat dibaca tidak pecah ( falls). Latihan mimik dan gerak sebaiknya dilakukan secara konsisten setiap hari agar penampilan di depan audiens menjadi lentur, tidak kaku dan monoton. Oleh karena itu, latihan penghayatan, pernafasan, vokal serta mimik atau gerak sebaiknya dilakukan secara berkelanjutan.
(Baca Metode Menulis Sebuah Naskah Drama)
(Baca Pembelajaran Menulis Cerpen Dengan Motode 3M)
(Baca Metode Menulis Sebuah Naskah Drama)
(Baca Pembelajaran Menulis Cerpen Dengan Motode 3M)
Ardiana (dalam Endaswara 2003: 206-207) mengemukakan bahwa ada beberapa tahapan dalam pembacaan teks sastra termasuk drama yaitu sebagai berikut:
(1) Menginterpretasi tanpa suara, menghayati, dan mengiterpretasi;
(2) Membaca;
(3) Diskusi, mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan pembacaan;
(4) Tanya jawab dan
(5) Pengajaran kooperatif.
Lebih lanjut kegiatan dapat diteruskan ke dalam langkah-langkah praktis sebagai berikut:
a. Pembacaan dalam kelompok,
b. Perlombaan antar kelompok,
c. Pengenalan figur,
d. Magang pembacaan,
e. Wisata sastra dan
f. Penilaian.
2. Model Pembacaan Sastra
Endaswara, (2003:210-214) menyebutkan ada beberapa model pembacaan sastra sebagai berikut:
(1) Pembacaan individual
Kegiatan pembacaan seperti ini biasanya hanya dilakukan oleh penikmat yang ingin mencari terobosan emosional yaitu membaca sastra sebagai hiburan. Umumnya mereka masih menjadikan karya sastra sebatas pil mujarab atau obat kejiwaan.
(2) Pembacaan kreatif-estetis
Kegiatan ini dilakukan karena pembacaan sastra merupakan bagian dari kreativitas berolah sastra yang di dalamnya sarat dengan nilai seni. Pembacaan seperti ini mau tidak mau menghendaki hembusan nurani kreativitas tersendiri dengan curahan kreativitas dan estetik serta artistik sehingga sastra akan lebih terpahami secara luas dan mendalam. Sastra akan menjadi kado yang menarik tidak hanya bagi pembacanya melainkan juga bagi audien (penikmat).
Menurut Endaswara, (2003:212) ada beberapa kompetensi yang perlu dimiliki oleh peserta didik dalam kaitannya dengan pembacaan kreatif estetis sebagai berikut: ”Kemampuan menjiwai teks sejalan dengan isinya, kemampuan bermain dengan tokoh lain sehingga mewujudkan pertunjukan menarik dan kemampuan menyelaraskan ingatan dengan pembacaan”.
Oleh karena pembacaan bersifat kolektif pengajar dapat memberikan penilaian secara menyeluruh. Pengajar harus mengikuti pembacaan dari awal sampai akhir sehingga penilaian tidak berdasarkan pada kedudukan peran utama dan tambahan yang terpenting peserta didik dapat memainkan peran masing-masing secara signifikan.
(3) Pembacaan sastra kolaboratif
Adapun Model kolaboratif ini biasanya dilakukan untuk pembacaan yang bersifat (bentuk) hiburan kendati tidak menghindari kemungkinan sebagai salah satu model sajian pembelajaran. Membaca sastra memang upaya untuk memahami teks agar lebih menarik dan komunikatif namun membaca sastra dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)sastra cenderung sebagai seni tampil (performance) dibanding memahami isi teks sebab melalui pembacaan yang estetis kemungkinan besar pemahaman teks menjadi semakin mudah dan tidak ada beban bagi pembaca.
Terima kasih sangat bmembantu
ReplyDelete