Pondok Belajar

Monday, May 22, 2017

Kiat Menciptakan Pembelajaran yang Tuntas

Dalam Menciptakan suatu pembelajaran yang aktif kreatif dan menyenangkan sebagi usah untuk menciptakan keberhasilan pembelajaran, Bloom mengembangkan suatu pola dan prosedur pembelajaran yang dapat diterapkan dalam memberikan pembelajaran kepada satuan kelas. Secara operasional Bloom (dalam Winkel, 1996 : 413) menyiapkan langkah-langkah sebagai berikut:
Kiat Menciftakan Pembelajaran yang Tuntas
Kiat Menciptakan Pembelajaran yang Tuntas

a. Menentukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai peserta didik.
Menurut Sanjaya (2007: 62) ada beberapa alasan tujuan pembelajaran perlu dirumuskan dalam merancang suatu program pembelajaran. 
1. Dalam perumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektivitas keberhasilan proses pembelajaran. Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil makala peserta didik dapat mencapai tujuan secara oftimal. Kita tahu bahwasanya keberhasilan merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalm menyusun/merancang dan melakukan kegiatan proses belajar mengajar di dalam kelas.
2. Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar peserta didik. Tujuan yang jelas dan tepat dapat membimbing peserta didik dalam melaksanakan aktivitas belajar. Berkaitan dengan itu guru juga dapat merencanakan dan mempersiapkan tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk membantu peserta didik.
3. Disamping itu, Tujuan pembelajaran dapat membantu dalam mendesain sistem pembelajaran. Artinya, dengan tujuan yang jelas dan tepat dapat membantu guru dalam menentukan materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, alat, media, dansumber belajar, serta dalam menentukan dan merancang alat evaluasi untuk melihat keberhasilan belajar peserta didik.

(Baca Pengertian Profesional, Profesinalisme dan Profesionalisasi)
(Baca Cara Tepat untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa)

4. Seterusnya, Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai control dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajara. Artinya melalui penetapan tujuan, guru dapat mengontrol seberapa jauh peserta didik telah menguasai kemampuan-kemampuan sesuai dengan tujuan dan tuntutan kurikulum yang berlaku. Lebih jauh dengan tujuan dapat ditentukan daya serap peserta didik dan kualitas suatu sekolah/madrasah.

b. Menjabarkan materi pembelajaran (bahan ajar) atas sejumlah unit pembelajaran
Materi pembelajaran dikembangkan sesuai dengan tujuan pembelajaran, berdasarkan kurikulum yang sedang berlaku (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Agar rencana pembelajaran membantu guru dalam pembelajaran, rincian pokok-pokok materi hendaknya dicantumkan secara cermat dalam rencana pembelajaran. Dalam mengorganisasikan materi, guru dapat menempuh berbagai cara. Guru dapat menyususnnya dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke yang kompleks, dari yang konkret ke yang abstrak, atau yang ada di sekitar peserta didik ke yang jauh (Wardani, 2004: 8)
Pemilihan materi pembelajaran (bahan ajar) harus sejalan dengan kriteria-kriteria yang digunakan untuk memilih isi kurikulum bidang., yaitu: 1) Akurat dan up to date, sasarannya sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan penemuan baru dalam bidang teknologi; 2) Kemudahan, sasarannya untuk memahami prinsip, generalisasi, dan memperoleh data; 3) Kerasionalan, sasarannya mengembangkan kemampuan berpikir rasional, bebas dan logis; 3) Esensial, sasarannya untuk mengembangkan moralitas pengguanaan pengetahuan; 4) Kemaknaan, sasarannya bermakna bagi peserta didik dan perubahan social; 5) Keberhasilan, sasarannya keberhasilan untuk mempengaruhi tingkah laku peserta didik; 5) Keseimbangan, sasarannya mengembangkan pribadi peserta didik secara seimbang dan menyeluruh; 6) Kepraktisan, sasarannya mengarahkan tindakan sehari-hari dan untuk pelajaran berikutnya (Harjanto, 2006: 223) 

c. Memberikan pelajaran secara klasikal
Sesuai dengan unit pembelajaran yang sedang dipelajari. Proses pembelajaran menurut Muslich (2007: 60) biasanya dikelompokan ke dalam tiga kegiatan besar, yaitu: 1) Kegiatan awal, biasanya diisi dengan mengemukakan hal-hal yang menarik minat peserta didik untuk belajar, membahas ulang pengetahuan prasyat, atau menyampaikan informasi awal atau penjelasan tugas secara klasikal. Pengetahuan prasyarat yang dibahas hendaknya betul-betul yang dekat dengan konsep baru yang dipelajari, tidak terlalu jauh sehingga waktu yang digunakan menjadi singkat; 2) Kegiatan inti, disediakan untuk peserta didik terlibat dalam kegiatan seperti melakukan percobaan, bermain peran, kegiatan dalam mencari solusi dari permasalahan, ataupun simulasi tertentu, yang sebaiknya dilakukan secara berpasangan atau berkelompok. Apabila kegiatan ini dilakukan peserta didik secara perorangan maka harus diikuti dengan kegiatan yang melibatkan lebih dari satu orang, misalnya saling menjelaskan proses dan hasil belajar kepada temannya. Hal ini dimaksudkan agar tercipta interaksi diantara mereka sehingga hasil belajar mereka menjadi mantap; 3) Kegiatan penutup, biasanya diisi dengan rangkuman hasil belajar secara klasikal. Alokasi waktu untuk kegiatan awal dan penutup masing-masing sebaiknya tidakl lebih dari 10-15 menit sehingga sisanya untuk kegiatan inti.

d. Memberikan tes kepada peserta didik pada akhir masing-masing unit pembelajaran, untuk mengecek kemajuan masing-masing peserta didik dalam mengolah materi pembelajaran. Te situ bersifat formatif, yaitu bertujuan mengetahui sampai seberapa jauh peserta didik dalam pengolahan materi pembelajaran (diagnostic proress test). Menurut Yamin (2007: 127) dalam test formatif ini, ditetapkan norma yang tetap dan pasti, misalnya 80% dari jumlah pertanyaan dalam tes itu harus dijawab betul, supaya peserta didik dinyatakan berhasil atau telah menguasai tujuan pembelajaran. 

e. Peserta didik yang belum mencapai tingkat penguasaan yang dituntut, diberikan pertolongan khusus, misalnya bantuan dari seorang teman yang bertindak sebagai tutor, mendapat pengajaran dalam kelompok kecil, disuruh mempelajari buku dalam bidang tertentu dan mengambil unit pelajaran tertentu seperti yang dirancang. Menurut Yamin (2007: 127) bentuk pertolongan atau bantuan khusus yang diberikan, dapat bermacam-macam, asalakan sesuai dengan kebutuhan peserta didik yang masih mengalami kesulitan. Setelah beberapa waktu, peserta didik menempuh tes formatif alternative yang mengukur taraf keberhasilan terhadap unit pelajaran yang sama.

f. Setelah semua peserta didik mencapai tingkat penguasaan pada unit pembelajaran yang bersangkutan barulah guru mulai mengajarkan unit berikutnya.
Menurut Shaleh (2005: 79) peserta didik dalam strategi Mastery Learning dinyatakan tuntas tuntas belajar/menguasai materi pembelajaran jika mencapai skor minimal 75% dan kelas dinyatakan tuntas belajar jika peserta didik yang tuntas belajar mencapai minimal 85%.

g. Unit pembelajaran yang menyusul itu juga diajarkan secara kelompok dan diakhiri dengan memberikan tes formatif bagi unit pelajaran yang bersangkutan. Bagi Peserta didik yang ternyata belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), maka akan diberika pembelajaran secara khusus.

h. Setelah peserta didik paling sedikit kebanyakannya, mencapai tingkat keberhasilan yang dituntut guru mulai mengajar unit pelajaran ketiga. Jadi seluruh peserta didik dalam kelas selalu mulai mempelajari suatu init pelajaran baru secara bersama-sama.

i. Prosedur yang sama diikuti pula dalam mengajarkan unit-unit pelajaran lain, sampai seluruh rangkaian selesai.

j. Setelah seluruh rangkaian unit pelajaran selesai, peserta didik mengerjakan tes yang mencakup seluruh rangkaian unit pembelajaran. Test akhir ini bersifat sumatif, yaitu bertujuan mengevaluasi taraf keberhasilan masing-masing peserta didik terhadap semua tujuan pembelajaran.
Selain prosedur di atas, menurut S. Nasution (1982: 53) guru dapat melakukan belajar tuntas dan peserta didik memiliki menguasai penuh atau tuntas, yaitu melalui prosedur tambahan. Dengan pengajaran biasa guru tidak akan mencapai penguasaan tuntas oleh peserta didik. Usaha guru harus dibantu dengan kegiatan tambahan yang terutama terdiri atas (1) feedback atau umpan balik yang terperinci kepada guru maupun peserta didik, (2) sumber dan metode pembelajaran tambahan tambahan di mana saja diperlakukan. Usaha tambahan itu dimaksud untuk memperbaiki mutu pembelajaran dan meningkatkan kemapuan peserta didik memahami apa yang diajarkan dan dengan demikian mengurangi jumlah waktu untuk menguasai bahan pembelajaran sepenuhnya

Saturday, May 20, 2017

Penggunaan Media IT di Sekolah

Dewasa ini pengunaan Informasi Teknologi sudah menjadi begitu pesat sehingga kebutuhan terhadap IT tersebut sudah hampir menjadi kebutuhan primer bagi manusia sekarang. Sebelum menbahas mengenai manfaat IT dalam pendidikan, terlebih dahulu kita memahami dulu apa itu IT, IT berasal dari bahasa inggris yaitu Information Tehnology yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan Informasi Tehnologi. Informasi tehnologi ini sebenarnya adalah umum dan mencakupi berbagai aspek dan media, dari media komputer, internet, alat Televisi, Radio dan screen pembesar yang digunakan untuk media presentasi. 
Pentingnya Penggunaan Media IT di Sekolah
Pentingnya Penggunaan Media IT di Sekolah
Pengaruh pengembangan Informasi dan Tehnologi ini juga memberi dampak positif terhadap dunia pendidikan. Terutama dalam penggelolaan berbagai sistem pengajaran yang berazaskan web telah diperkenalkan didunia pendidikan. Pengaruh ini disebabkan oleh karana begitu besarnya pengaruh penggunaan media Informasi dan Tehmologi dalam menunjang perkembangan dunia pendidikan tersebut. Pendidikan berazaskan web merupakan salah salah system pendidikan yang baru dikembangkan dewasa ini. Sistem pendidikan ini selain memudahkan para pelajar baik mahasiswa ataupun para siswa disekolah dalam belajar juga dapat meningkatkan pemahaman siswa dalan penguasaan informasi dan tehnology (IT). berbagai produk IT ini tersedia di semua tempat dengan berbagai macam mereka yang terrsedia seperti mereka Accer, Toshiba, Samsung, Lenovo, dan lain sebagianya dengan menyajikan berbagai macam kelebihan dan keunggulan masing-masing baik dari segi harga atupun kwalitas yang diusungnya.  
Dewasa ini hampir di setiap sekolah diseluruh indonesia baik di perkotaan dan pedesaan sudah mengynakan kegiatan pembelajaran berazaskan Infomasi Tehnologi (IT), dan ini telah dijadikan salah satu mata pelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan ataupun membekali siswa untuk dapat mengunakan layanan Informasi Tehnologi ini sebagai media mengajar ataupun media dalam mengakses berbagai macan ilmu pengetahuan di sekolah. Dengan berbekal ilmu ini dimanan nantinya diharapkan supaya siswa ataupunpu peserta didik di sekolah tersebut mampu mengunanakan media Informasi Tehnologi ini di dalam melakukan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Memang untuk ukuran sekarang ini kita masih melihat dimana sebagian kecil tenaga pendidik masih sangat kurang kemampuan mereka dalam mengakses dan mengoperasikan media Informasi Tehnologi tersebut. Untuk itu dengan maraknya penggunaan berbagai media Iinformasi dan Tehnologi ini semakin mengurangi kekerangan sebagian tenaga pendidik dalam menggunakan media informasi dan Tehnologi tersebut. Pembelajran yang berazaskan Informasi dan Tehnologi ini sebenarnya harus direspon secara menteluruh, mengingat begitu mudahnya orang dalam mengases berbagai kemudahan layanan jaringan yang sudah boleh dikatakan tersedia di seluruh daerah di Indonesia baik layan jaringan Telkomsel dan lain sebaginya. Diamping itu berbagai model sistem operasi hand phone yang tersedia dalam berbagai produk yang serba murah sekarang ini juga menjadi salah satu penyebab pentingnya peranan sekolah dalam mempersiapakan perseta didik yang memiliki pengetahuan yang cukup dalam mengeakses dan mengelola saran Informasi dan Teknologi tersebut.  

Tujuan Penggunaan Media IT di Sekolah 
Adapun tujuan dari pembelajran Informasi Tehnologi ini adalah untuk memudahkan peserta didik dalam memahami dan mengases bahan pelajaran dirumah, cukup hanya dengan mengakses internet dirumah ataupun di internet cafe mereka sudah dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang materi ajar yang mereka dapatkan di sekolah. Disamping meningkatkan pemeahaman dan kemampuan siswa dalam menggunakan media Informasi Tehnologi, pendidik juga dapat memberikan berbagai gambaran terhadap nilai positig dan negatif yang terdapat dalam media Informasi Tehnologi tersebut khususunya dalam penggunaan media internet. Kita tahu bahwasanya, sering kali kite temui jika penggunanan media internet yang salah sasaran dan mengakibatkan berbagai permasalahn yang timbul pada peserta didik tersebut. Tentu sebagai pendidik kita tidak mengharapkan hal tersebut terjadi pada peserta didik kita, maka untuk itu dalam setiap pembahasan mengenai penggunaan media Informasi Tehnologi sebainya jagan kupa untuk selalu di akhiri dengan penjelasan nilai-nilai negatif yang terkadung di dalam media tersebut, sehingga peserta didik akan lebih profesional dalam mengemolamengases media Informasi Tehnologi yang ada dilkingkungan mereka. dengan demikan maka mereka peserta didik dapat mengambil manfaat dari informasi tehnologi tersebut. Dengan pengajaran ini peserta didik juga mengharapkan siswa untuk lebih aktif dalam mengakses ilmu-ilmu lain dari internet sehingga mereka boleh mengembangkan potensi ilmu yang telah dimilikinya. 

Sekian saja kupasan singkat mengenai Pentinya penggunaan Media Informasi Tehnologi disekolah dalam menunjang kegiatan pembelajaran ataupun dalam meningkatkan kemapuan peserta didik dan para pendidik disekolah sehingga ada manfaatnya buat anda sekalian, dan terimakasih telah berkunjung
wassalam

Thursday, May 18, 2017

Pengertian Profesional, Profesionalisme, dan Profesionalisasi

Profesional, Profesionalisme, dan Profesionalisasi
Dalam penulisan singkat ini saya akan membahas sedikit gambaran mengenai pemaknaan dari kata-kata Profesional, Profesionalisme, dan Profesionalisasi, baik dari segi kaitan maknanya ataupun dari segi perbedaan makna dari keseluruhan kata tersebut. Pemaknaan dari istilah Profesional, Profesionalisme, dan Profesionalisasi tesebut sering mengalami kesalahan pemaknaan pada sebagian orang, ada yang malah beranggapan jika istilah Profesional, Profesionalisme, dan Profesionalisasi ini memiliki arti yang sama, padahal jika kita dalami makannya satu persatu keseluruhanan makan dari kata Profesional, Profesionalisme, dan Profesionalisasi memiliki makan yang sangat berbeda walaupun kata-kata tersebut memiliki unsur saling keterkaitan. 
Makna Kata Profesional, Profesionalisme, dan Profesionalisasi
Profesional, Profesionalisme, dan Profesionalisasi
Untuk lebih jelasnya mari disimak penjabaran secara sederhanan dari kesemuaan kata kata di atas secara bertahap dan berurutan. Sehingga anda akan mendapatkan perbedaan makna yang signifikan dari istilah-istilah tersebut; 

1. Kata profesional, kata profesional ini merujuk  dua  hal yaitu: 
Pertama, orang yang menyandang suatu profesi, seperti “Agus adalah seorang profesional”. Orang yang profesional biasanya melakukan pekerjaan secara otonom dan dia mengabdi diri pada pengguna jasa dengan disertai  rasa tanggung jawab atas kemampuan profesionalnya itu. Istilah otonom yang berarti bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh seorang yang menyandang profesi benar-benar sesuai dengan keahliannya. Otonomi adakalanya berseri, misalnya guru pendidikan jasmani melakukan pekerjaan mulai dari membuat program tahunan, program semester, membuat rancangan pembelajaran, melakukan proses pembelajaran, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran, selanjutnya menetapkan nilai akhir untuk siswanya.
Kedua, kinerja ataupun performance seseorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Pada tingkatan yang tinggi, kinerja itu dimuati unsur-unsur kiat atau seni yang menjadi ciri tampilan profesional seorang yang menjadi penyandang profesi tersebut. Kiat atau seni ini umumnya tidak dapat dipelajari secara khusus meskipun dapat  saja diasah melalui berbagai latihan-latihan. Sebagai contoh, sebuah seorang guru memiliki seni dalam mengolah pertanyaan kepada siswa, memberikan umpan balik (penguatan), dan kelihaan dalam membuat humor secara tepat selama dalam melakukan proses pembelajaran di dalam kelas. Disamping itu Juga termasuk kemampuan intuitif, dimana seorang yang profesional sungguhan seringkali tidak perlu mengumpulkan data terlalu banyak dan lama untuk mengambil  kesimpulan atas sebuah fenomena ataupunpun permasalahn yang dihadapi tersebut. Secara umum kita bisa memaknakan kata profesional adalah merupakan dari kemampuan hang handal dan teruji yang dimiliki oleh sesoerang yang mengeluti pada bidang tersebut, baik di bidang pendidikan bagi yang berfrose sebagai pendidik ataupun bidang lainnya yang digeluti oleh orang tersebut 

2. Profesionalisme, kata Profesionalisme berasal dari kata bahasa Inggris profesionalism yang  secara leksikal berarti sifat profesi. Orang-orang yang profesional sangat berbeda dengan orang-orang  yang tidak profesional meskipun dalam pekerjaan yang sama atau  bekerja dalam satu ruang yang sama. Seperti yang banyak kita jumpai bahwa tidak jarang ada orang yang memiliki latar belakang pendidikan yang sama dan dan meiliki profesi yang sama pada sebuah instansi yang sama juga, malah kinerjanya berbeda di antara keduanya, termasuk pengakuan dari masyarakat  yang  juga berbeda berbeda. Sifat profesional berbeda dengan sifat para profesional atau tidak profesional sama sekali. Sifat yang dimaksud adalah seperti yang dapat ditampilkan dalam perbuatan, bukan hanya dalam kata-kata saja. Dalam mengkatagorikan jika seseorang itu dapat dikatakan profesional adalah dengan melihat perbuatan yang mereka lakukan bukan hanya cukup dengan mendengar kata-kata yang diucapkan saja (menjabarkan teori-terorinya saja). Untuk lebih jelasnya, secara umum kata Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakan dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya tersebut sehingga profesinya tersebut menjiwai dan melakat pada diri mereka.

3. Profesionalisasi, kata profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifkasi atau kemampuan para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu. Profesionalisasi mengandung makna dua dimensi utama, yaitu peningkatan status dan peningkatan kemampuan praktis yang dimilikinya. Untuk mengaseksesya kemampuan tersebut, dapat dilakukan melalui berbagai penelitian, melakukan diskusi antar rekan se-profesi, melakukan penelitian dan pengembangan diri, ataupun dengan membaca karya akademik terkini, dan lain sebagianya. Yang harus dipahami bahwa, melakukan Kegiatan belajar mandiri, melibatkan diri dengan mengikuti berbagaui penataran, pelatihan, studi banding, observasi praktikal, dan lain sebagianya adalah merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan bagian integral upaya profesionalisasi pada diri seseorang.

Tuesday, May 16, 2017

Supervisi Guru dan Tahapan pelaksanaanya

Supervisi guru merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh kepala sekolah atau oleh guru senior yang di tunjuk oleh kepala sekolah dalam sekolah tersebut. Sistem supervisi ini sebaiknya dilakukan secara bertahap atau secara berkelanjutan dengan terprogram dan terarah supaya mencapai apa yang ditargetkan oleh sekolah tersebut. 



Pelaksanaan Supervisi di Sekolah
Supervisi Guru dan Tahapan pelaksanaanya

Sebagaimana yang kita pahami bersama, Salah satu tugas kepala sekolah adalah melaksanakan supervisi akademik yang berguna membantu guru dalam mengembangkan kemampuan pengelola pembelajaran. Sebaiknya, program Supervisi akademik di sekolah harus menjadi sebuah kegiatan yang direncanakan, terpola dan terprogram, yang bertujuan untuk merubah perilaku guru baik pola pikirnya atau kebiasaannya dalam meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di sekolah tersebut. Secara umum kita dapat garis bawahi bahwa tujuan Supervisi akademik dilakukan kepala sekolah atau yang senior yang ditunjuk adalah antara lain untuk: 

  • Membimbing guru untuk dapat memilih menggunakan strategi/metoda/teknik yang dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada.
  • Membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran bimbingan di dalam kelas.
  • Membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan menggunakan fasilitas pembelajaran baik merupakan media atau alat bantu lainnya supaya lebih terarah dan terampil.
  • Memotivasi guru untuk melaksanakan pembelajaran dengan terperinci dan terarah sesuai dengan kompetensi yang telah di tentukan.
  • Melatih kemampuan mengidentifikasi permasalahan guru, dalam rangka meningkatkan mutu proses hasil pembelajaran.
  • Membantu guru dalam menggambarkan kompetensi guru meningkatkan kualitas pembelajaran.
  • Membantu guru junior mengembangkan kurikulum silabus dan RPP.


Selain hal diatas, Sasaran umum dari proses supervisi akademik ini adalah untuk meningkatkan kemampuan guru dalam merencanakan kegiatan pembelajaran, Menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan, dan memanfaatkan sumber dan media pembelajaran pembelajaran yang ada dilingkungan sekolah. 

Tahapan Pelaksanaan Supervisi Guru

1. Siklus 1
Dalam tahapan pelaksanaan ini biasanya dilakukan dalam dua siklus yaitu siklus pertama dan siklus kedua, setia siklus tersebut memiliki ruang lingkup yang sama yaitu Perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut.

a. Perencanaan
Sebelum melaksanakan kegiatan observasi guru, kepala sekolah melakukan hal-hal berikut :
  1. Meningkatkan pengetahuan supervisi akademik; dengan membaca modul tentang supervisi akademik.
  2. Melakukan wawancara dengan guru yang akan disupervisi tentang jadwal, KD dan kesiapan guru yang akan disupervisi akademik. Ini bertujuan supaya guru yang akan di supervisi akan memiliki kesiapan yang matang, misalnya dengan mendalami KD yang akan di supervisi oleh kepala sekolah.
  3. Menyusun program, membuat jadwal, membuat instrumen perencanaan kegiatan pembelajaran, instrumen observasi kelas, daftar pernyataan setelah observasi, dan instrumen tindak lanjut supervisi akademik. Dalam tahapan penyusunan instrumen penilaian sebaiknya kepala sekolah harus membuatnya dengan sebaik mungkin yang meliputi aspek-aspek yang perlu untuk di nilai, bukan hanya dengan melakukan copy paste lembaran observasi yang ada. Disamping menentukan jenis instrumen penilaian, kepala sekolah juga harus mendalami kembali semua aspek pengetahuan yang mencakupi pengetahuan pedagogik dan lain sebagainya,

b. Pelaksanaan
Kegiatan supervisi akademik meliputi tiga tahapan kegiatan yaitu : Pra Observasi, Observasi, dan Paska Observasi.

1). Pra observasi 
Dalam tahapan pra observasi ini, guru diberitahu dan dinyatakan kesiapannya untuk disupervisi oleh kepala sekolah atau guru senior serta menentukan SK dan KD yang akan disupervisi, setelah ada kesepakatan jadwal, guru diminta untuk mengisi format pra observasi yang harus diisi, dan memberikan RPP yang akan digunakan pada saat disupervisi. Supervisor dalam hal ini kepala sekolah atau guru senior menelaah RPP yang telah diberikan oleh guru yang akan disupervisi. Dan memberikan sedikit catatan terhadap kelemahan-kelemahan penyusunan nya untuk digunakan sebagai acuan dasar dalam pelaksanaan proses tahapan selanjutnya yaitu observasi. 

2). Observasi, 
Sesuai dengan jadwal yang telah disepakati kegiatan supervisi pun dilakukan. Kepala sekolah ataun guru senior yang ditunjuk melakukan supervisi terhadap guru di kelas. Dalam tahapan ini, kepala sekolah atau guru senior tidak boleh melakukan penguatan yang lain seperti melakukan interupsi dengan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang di supervisi, tugas supervisi adalah mengamati dan menilai sebagai poin dasar yang digunakan pada tahapan selanjutnya. 
Adapun tahapan observasi yang dilakukan pada tahapan observasi kelas ini mencakupi hal-hal berikut:
  • Pendahuluan pembelajaran diawali dengan mengucapkan salam dan berdoa sebelum pembelajaran dimulai, lalu guru mengabsen kehadiran siswa dan menyampaikan tujuan pembelajaran dan hal lain sebagainya yang masih tergolong dalam kategori pendahuluan
  • Kegiatan inti menyampaikan informasi yang akan dipelajari. Dalam tahapan ini banyak sekali aspek yang harus diamati seperti penguasaan kelas, penggunaan metode dan pendekatan dan juga kesesuaian materi ajar dengan pencapaian materi yang telah ditentukan (diharapkan).
  • Kegiatan penutup diakhiri dengan menyimpulkan materi yang telah disampaikan.

3). Pasca observasi, 
setelah observasi dilakukan, dilanjutkan dengan kegiatan refleksi singkat dengan guru junior terhadap apa yang telah dilakukan pada tahapan observasi. Pertanyaan yang ditanyakan berkaitan dengan bagaimana perasaan/kesan guru yang di supervisi tersebut setelah melakukan proses pembelajaran yang diamati oleh kepala sekolah atau guru senior yang ditunjuk.. Kemudian kepala sekolah atau guru senior yang ditunjuk memberikan pujian terhadap hal-hal yang sudah baik yang dilakukan oleh guru junior selama proses pembelajaran, disamping juga penguatan terhadap hal-hal yang belum sesuai dengan apa yang dilakukan pada saat pelaksanaan observasi di kelas. Poin penguatan atau masukan ini sangat diperlukan sekali disampaikan kepada guru yang di supervisi, dimana acuan atau catatan ini akan diperbaiki lagi oleh guru tersebut pada tahapan observasi siklus kedua. dengan adanya perbaikan ini, maka kelemahan pada siklus pertama dapat tertutupi pada siklus kedua sehingga penilaian nya akan menjadi baik dan seperti diharapkan oleh kedua belah pihak (Supervisor dan guru yang di supervisi) 

Saturday, May 13, 2017

Definisi Dan Makna Profesionalisme

1. Tuntutan Profesionalisme
Seseorang seoarang guru pendidikan pada saat sekarang ini dan masa mendatang sangat dituntut profesionalismenya. Hal ini selaras dengan persaingan dalam beberapa aspek, yaitu aspek sosial, teknologi, dan kemanusiaan, karena persyaratan kemampuan seseorang yang profesional untuk melakukan pekerjaan semakin meningkat. Pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah ditanamkan oleh dosen kepada calon guru masih sangat terbatas, oleh sebab itu para mahasiswa calon guru agar selalu dapat meningkatkan kemandiri-annya untuk mengembangkan dan menuju ke arah profesional. Negara manapun di dunia ini pasti menginginkan guru dan SDM yang profesional, apalagi di negara maju. Di Indonesia saat sekarang sangat dituntut guru yang memiliki ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni ( IPTEKS ) juga guru yang  beriman dan bertaqwa (IMTAQ)
Definisi Dan Makna Profesionalisme
Definisi Dan Makna Profesionalisme 
Guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensinya baik ranah afektif, kognitif, maupun fisik dan psikomotorik. Guru juga orang yang bertanggung jawab memberikan pertolongan kepada peserta didiknya dalam pertumbuhan dan perkembangannya agar dapat mencapai tingkat kedewasaan serta mampu mandiri dalam memenuhi tugas sebagai manusia hamba Tuhan. Dalam buku berjudul Kiat Menjadi Guru Profesional karangan Muhammad Nurdin telah dijelaskan bahwa ada 9 syarat yang harus ditempuh untuk menjadi guru yang profesional  yaitu:
Pertama, memiliki jasmani  dan  rohani yang sehat,  ini  akan membuat  seorang guru  dapat melaksanakan proses pembelajaran tanpa ada gangguan dari segi jasmani dan rohani, apalagi untuk guru pendidikan jasmani  hal  ini  merupakan  syarat  yang  mutlak.

Kedua, bertaqwa, yaitu bahwa guru yang bertaqwa akan memberikan keteladanan kepada para peserta didiknya, sehingga dapat ditiru oleh peserta didiknya dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiga, memiliki pengetahuan yang luas, artinya wajib bagi guru untuk selalu mengikuti perkembangan IPTEKS, mengingat perkembangan pada masa sekarang begitu pesat.

Keempat, berlaku adil, sehingga tidak membedakan antara anak yang satu dengan anak yang lain. Sebagai guru pendidikan jasmani juga harus memberikan layanan kepada semua peserta didik, apakah peserta didik tersebut normal atau mengalami kecacatan. Jika ada peserta didik yang cacat maka pemberian layanannya disesuaikan dengan sifat kecacatannya, apakah tunarungu, tuna wicara, tuna grahita, maupun tuna netra.

Kelima, memilki kewibawaan (berwibawa), di sini dimaksudkan agar guru berpenampilan yang dapat menimbulkan wibawa dan rasa hormat sehingga peserta didik mendapat pengayoman dan perlindungan. Sekaligus para peserta didik tidak akan mengabaikan apa saja yang menjadi keputusan seorang guru.

Keenam, ikhlas, sehingga pekerjaan yang dilakukan bukanlah sebuah sebuah beban melainkan merupakan amanah yang wajib dilaksanakan dengan tulus ikhlas agar mendapatkan pahala. Guru yang melaksanakan tugas dengan rasa ikhlas lahir batin akan dapat memudahkan untuk masuk sorga, karena manusia meninggal hanya ada tiga perkara yang dibawa, yaitu anak yang sholeh, ilmu yang bermanfaat, dan amal jariyah. Guru yang setiap hari menyampaikan ilmu yang bermanfaat kepada peserta didik akan memiliki bekal ilmu yang bermanfaat.

Ketujuh, memiliki tujuan Rabbani, artinya segala sesuatu harus bersandar pada Allah swt. Tuhan yang Mahaesa dan selalu mentaatinya, mempunyai keyakinan bahwa manusia hanya dapat merencanakan dan melaksanakan, sedangkan semua keputusan dan takdir hanya dari Tuhan  Allah swt yang maha menentukan dan memuutuskan segalanya..

Kedelapan, mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan. Seorang guru yang profesional harus dapat membuat rancangan sesuai kaidah yang berlaku dan dapat melaksanakannya dengan baik.

Kesembilan, menguasai bidang yang ditekuni. Guru pendidikan jasmani harus benar-benar menguasai tentang hakikat pendidikan jasmani, baik aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikapnya.

2. Definisi Profesi
Istilah profesi semakin populer sejalan dengan semakin kuatnya tuntutan kemampuan profesional dalam pekerjaan. Apapun jenis maupun bentuk pekerjaannya, kemampuan profesional telah menjadi kebutuhan individu. Secara etimologi profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau bahasa Latin profecus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Penyandang profesi boleh menyatakan bahwa dia mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu asalkan pengakuannya disertai bukti  yang  nyata bahwa dia benar-benar mampu melaksanakan suatu pekerjaan  yang diklaim sebagai keahliannya. Namun pengakuan itu idealnya berasal dari masyarakat atau pengguna jasa penyandang profesi itu atau berangkat dari karya ilmiah atau produk lain yang dihasilkan oleh penyandang profesi tersebut. Pengakuan itu terutama didasari atas kemampuan konseptual-aplikatif dari penyandang profesi tersebut. Secara terminologi, profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kemampuan mental yang dimaksudkan di sini adalah adanya persyaratan pengetahuan teoretis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis. Merujuk pada definisi ini, pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keterampilan manual atau fisikal, meskipun levelnya tinggi, tidak digolongkan dalam profesi. Dengan demikian tidak muncul organisasi profesi, seperti Ikatan Tukang Becak Indonesia, Ikatan Tukang Kayu Indonesia, Ikatan Penganyam Rotan Indonesia, Ikatan Petani Indonesia, dsb. Namun yang ada adalah Ikatan Dokter Indonesia(IDI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Ikatan Sarjana Olahraga Indonesia (ISORI), Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia(ISEI). Secara sosiologis menurut Vollmer&Mills (1972) bahwa profesi menunjuk pada suatu kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang sesungguhnya tidak ada dalam kenyataan atau tidak pernah akan tercapai, tetapi menyediakan suatu model status pekerjaan yang dapat diperoleh, jika pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi secara penuh. Istilah “ideal” itu hanya ada dalam kata, tidak atau sulit dalam realita, karena sifatnya hanya sebuah  abstraksi. Kondisi ideal tidak lebih dari harapan yang tidak selesai karena fenomena yang ada hanya sebatas mendekati hal yang ideal tersebut. Ada tiga pilar pokok yang ditunjukkan untuk suatu profesi, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik. Pengetahuan merupakan fenomena yang diketahui dan disistematisasikan sedemikian rupa sehingga memiliki daya prediksi, daya control, dan daya aplikasi tertentu. Pada tingkat yang lebih tinggi, pengetahuan bermakna kapasitas kognitif yang dimiliki oleh seseorang melalui proses belajar. Keahlian bermakna penguasaan substans keilmuan yang dapat dijadikan acuan dalam bertindak. Keahlian juga bermakna kepakaran dalam cabang ilmu tertentu untuk dibedakan dengan kepakaran lainnya. Persiapan akademik mengandung makna bahwa untuk derajat profesional atau memasuki jenis profesi tertentu, diperlukan persyaratan  pendidikan khusus, berupa pendidikan prajabatan yang dilaksanakan pada lembaga pendidikan formal, khususnya  pada tingkatan jenjang pendidikan perguruan tinggi

Friday, May 12, 2017

The Curriculum Objective

We know that education is really important for human being, almost in every country has instructed its’ citizen to participate in educational activities, through various technical and method that is related to the state philosophy, socio-political conditions, resource capacity and need of each environment. However, in terms of determining the purpose of education is basically the same. 
The Curriculum Objective
The Curriculum Objective
The educational objective is a really essential part in educational process, because it is as the way to manage the objective of Nation. Within the context of education objective, it is necessary to formulate objectives that will indicate in more specific terms the outcome of curriculum or of project being considered. Basically the aim of education is focused on cognitive domain, effective domain, and psychomotor domain, it will be described below:

A. Domain Cognitive 
The first Cognitive domain, this domain is purposed to develop students’ thinking and intellectual, according to Bloom this domain consists of six elements, (knowledge, comprehension, application, analysis, Synthesis, and evaluation).
1. Knowledge 
According to Browner as quoted in Gerals S. Hanna and Peggy A. Dettmer, (2004:25)., this aspect includes the ability to recall or recognize facts, principles, methods and the like. Little is demanded besides bringing to mind the materials as it was presented. This category has been seriously overemphasized in class room teaching and testing. Although knowledge is needed for all categories of the taxonomy, it alone has mere recall as it major process.   

2. Comprehension. 
Comprehension is Understand the meaning, translation, interpolation, and interpretation of instructions and problems. State a problem in one's own words. According to Gerals S. Hanna and Peggy A. Dettmer, (2004:25). This domain is to address the ability of students to grasp the meaning of message, to paraphrase, to explain or summarizes in ones’ words, and to translate among symbols, picture and so forth.   

3. Application.
Application is Use a concept in a new situation or unprompted use of an abstraction applies what was learned in the classroom into level situations in the work place. Gerals S. Hanna & Peggy A. Dettmer, (2004:26), states that this domain aspect includes use of ideas, rules, or principles in new situation. Most of what is learned is intended for application to problem situation in real life.

4. Analysis.
Analysis is the Separating material or concepts into component parts so that its organizational structure may be understood. Distinguishing between facts and inferences. Gerals S. Hanna & Peggy A. Dettmer, (2004:26), state analysis includes the ability of students in taking the component parts of a concept or message and show the relationship among the parts. Analysis is an aid to fuller understanding or a prelude to evaluation of material. 

5. Synthesis 
Synthetic means to build up a structure or pattern from diverse elements. Put parts together to form a whole, with emphasis on creating a new meaning or structure. Gerals S. Hanna & Peggy A. Dettmer, (2004:26) states that this category addresses the ability of students to put elements together into coherent whole in ways not experience by that individual before. Even so, this process is not truly free creative expression because it typically occurs within limits set by the problems, materials, or methodological framework.   
    
6. Evaluation 
Shortly evaluation means make judgments about the value of ideas or materials. Gerals S. Hanna and Peggy A. Dettmer, (2004:26), states that this ability to assess the value of goals, ideas, methods, products, materials, and such and to make purposeful judgment about the students.     

B. Domain Affective 
Second is domain effective, the domain effective is purposed to develop the students, spiritual and behavior, Krathwohl and coworkers, as referenced in Kenneth T Henson (2001:225) developed a system know as the effective domain to categorize value. The outcome was the following hierarchy of objectives in the affective domain such as Receiving, Responding, valuing, organizing, and characterizing. They are as follows: 

1. Receiving 
Receiving means Awareness, willingness to hear, and selected attention. Gerals S. Hanna & Peggy A. Dettmer, (2004:29) state that receiving is the being aware of something in the environment and passively attending to it.  

2. Responding 
Responding means Active participation on the part of the learners. Attends and reacts to a particular phenomenon. Learning outcomes may emphasize compliance in responding, willingness to respond, or satisfaction in responding (motivation).  Gerals S. Hanna & Peggy A. Dettmer, (2004:29) states that responding is the reacting to the environment and responding to stimuli. For instance explaining issues in civil war, moving into position in playing volley ball. 

3. Valuing. 
Valuing means the worth or value a person attaches to a particular object, phenomenon, or behavior. This ranges from simple acceptance to the more complex state of commitment. Valuing is based on the internalization of a set of specified values, while clues to these values are expressed in the learner's overt behavior and are often identifiable. Gerals S. Hanna & Peggy A. Dettmer, (2004:29) states that demonstrating commitment by voluntary responding and actively seeking out ways to respond, for example the implementation of the coach game. 
  
4. Organization. 
Organizing means Organizes values into priorities by contrasting different values, resolving conflicts between them, and creating an unique value system.  The emphasis is on comparing, relating, and synthesizing values. Gerals S. Hanna and Peggy A. Dettmer, (2004:29) states that organization is a conceptualizing and integrating knowledge and applying information to value system. For instance using text materials, class discussion etc.   

5. Characterization. 
Characterization means has a value system that controls their behavior. The behavior is pervasive, consistent, predictable, and most importantly, characteristic of the learner. Instructional objectives are concerned with the student's general patterns of adjustment (personal, social, emotional). Gerals S. Hanna & Peggy A. Dettmer, (2004:29) states that characterization is organizing the value into a whole and acting in accordance with the new require values and beliefs. For instance voluntary practicing learned tips to safe driving and follow the tips when not being observe. 

C. Domain Psychomotor. 
The third is domain psychomotor, this domain is purposed to develop the students’ skill in practicing the knowledge. The psychomotor domain involves the development of physical skills that require coordination of mind body. This domain has always been especially relaxant to such courses as physical education, art, drama, music and vocational course. E. J. Simpson (as cited in Kenneth T Henson, 2001:227), he developed this domain within seven elements, they are Perception, set, guided response, mechanism, complex overt response, adaptation, and origination. 

1. Perception
Perception means the ability to use sensory cues to guide motor activity.  This ranges from sensory stimulation, through cue selection, to translation.

2. Set 
Communicating means Readiness to act. It includes mental, physical, and emotional sets. These three sets are dispositions that predetermine a person's response to different situations (sometimes called mindsets). Hanna & Dettmer, (2004:30) states that being set mentally, emotionally, and physically to take a particular action. 

3. Guided response 
Guided Response means the early stages in learning a complex skill that includes imitation and trial and error. Adequacy of performance is achieved by practicing. Hanna & Dettmer, (2004:30), states guided is imitating and engaging in trial and error. 

4. Mechanism 
Mechanism is the intermediate stage in learning a complex skill. Learned responses have become habitual and the movements can be performed with some confidence and proficiency. 

5. Complex over response 
The skillful performance of psychomotor is acts that involve complex movement patterns. Proficiency is indicated by a quick, accurate, and highly coordinated performance, requiring a minimum of energy. This category includes performing without hesitation, and automatic performance. For example, players are often utter sounds of satisfaction or expletives as soon as they hit a tennis ball or throw a football, because they can tell by the feel of the act what the result will produce. Gerals S. Hanna & Peggy A. Dettmer, (2004:30), sates that Complex over response is performing complex movement efficiently and smoothly. 

6. Adaptation 
Adaptation means skills are well developed and the individual can modify movement patterns to fit special requirements.

7. Origination. 
Origination means creating new movement patterns to fit a particular situation or specific problem. Learning outcomes emphasize creativity based upon highly developed skills

According to Henson (2001:212) he states that education aims are lifetime aspiration that provides long-term direction for students. A good example of education aims is include: health, development of moral character, worthy home membership, citizenship, worthy use of leisure time, vocational efficiency, development of fundamental process.

Wednesday, May 10, 2017

The Stages of Syllabus Development.

Here are the following stages of syllabus development: 

1. Assessing standards-competence and based-competence.
In accessing competency standard and based-competency as mentioned in Content standard is by taking account to the following aspects:
a. The sequence is based on the hierarchy of materials concepts and the level of difficulty of material. 
b. Correlated  between the standard-competence and based-competence within the subjects 
c. Correlated between the standard-competence and based-competence among the lessons.

The Stages of Syllabus Development.
The Stages of Syllabus Development

2. Identify the basic material.
In identifying the basic materials in order to support the achievement of based-competence should pay attention on the following aspects: 
a. The potential of the students,
b. The relevancy of regions’ characteristics,
c. The development of physicals, intellectuals, emotional, socials, and spiritual of the students, 
d. Beneficial to students,
e. The structure of knowledge
f. Actuality, depth, and flexibilities of materials,
g. Relevant to the students’ need and environment,
h. Time allocation 
3. Developing learning activity.
Learning activity is designed to give learning experience including mental and physical process trough interaction among the students, teachers, environment, and learning resources in order to achieve based-competence. The learning experience is able to be realized by using the variation of learning approach and focus on the students. 
Here are the following aspects that should be focused in developing learning activities:
a. The learning activity is designed to help the teachers, so teachers are able to implement learning activity professionally.
b. The learning activity includes the lists of activities that must be conducted by teachers to achieve based-competence.
c. Determining the sequences of learning activities must be related to the hierarchy of material concepts.
d. The formulation of explanation in learning activities at least containing two aspects of identities that reflected the management of students’ learning experience, it include teaching activities and teaching materials.

4. Formulation the indicator of competence-attainment   
Indicator is as a sign of competence attainment, it is marked by the behavior changing that could be measured, and it includes attitudes, knowledges, and skills.  Indicator is developed in accordance with the characteristic of students, subject materials, education units, and region potentials. It is formulated in operational word, measurable, and observable.   Indicator used as a principle in arranging evaluations’ tools. 


5. Determination of types of assessment
Assessment of the based-competency achievement of learners is based on indicators. Assessment carried out by using tests and non-test in forms of written or spoken, observation of performance, attitude measurement, assessment of work tasks, projects and/or products, the use of portfolios, and self-assessment.
Assessment is a series of activities to obtain, analyze, and interpret data about the process and learning outcomes of students, it is carried out systematically and continuously, so it will be meaningful information in decision-making.

Here are the following aspects that should be considered in assessment:
a. Assessment aimed to measure the achievement of competence.
b. Assessment using the reference criteria, it is based on what students can do after taking the learning process, and not determine one's position in their group.
c. Planned system is a system of continuous assessment. Sustainable meant that all indicators are billed, then the results were analyzed to determine the basic competencies that have been achieved and that have not, and to know the difficulties of students.
d. Assessment results are analyzed to determine the follow-up. The further action is meant the improvement of learning process, remedy program for students who achieve competence below the criteria of completeness, and enrichment programs for students who have achieved the criteria for completeness.
e. Assessment system should be concord with the learning experience in the learning process. For example, if learning uses field observations approach, so that the evaluation should be given to the process (process skills) such as interviewing techniques, and products/results of field observations as the required information.

6. Determination of time allocation. 
Determining the time allocation in each of basic competences is based on the effective weeks and subject time allocation by considering number of the basic competences, flexibilities, difficulties level, the depth materials, and the importance of based-competency. The Allocation of time that is specified in the syllabus is an estimate of the average time to master the basic competencies that is needed by diversity of learners.
Based on the criteria above, actually there are two kinds of format syllabus, event the format of syllabus is bit different but the content is the same.

Tuesday, May 09, 2017

Pengertian Perpustakaan

Perpustakaan adalah sebuah sarana yang sangat perlu dimiliki oleh setiap tingkatan sekolah dalam mendongkrak mutu pendidikan yang ada disekolah tersebut. Mengapa demikian, karena perpustakaan adalah tempat dimana anak-anak didik mengakses bermabagai macam ilmu pengetahuan baik dengan membaca ataupun dengan mengakses berbagai media yang ada di perpustakaan tersebut. 
Pengertian Perpustakaan
Pengertian Perpustakaan
Rasanya sangat tidak lengkap suatu instutisi pendidikan jika dalam lembaga pendidikan tersebut tidak memiliki sebuah perpustakaan, dan hal ini adalah bersifat wajib dalam ukuran waktu di masa sekarang. Kewajiban ini dikarenakan oleh sisitem pendidikan dunia yang sudah sangat demikian pesat dan maju dimana di negara-negara tersebut sebagian besar malah telah memiliki perpustakaan digital dengan menyedikan berbagai macam kemudahan bagi penggunanya seperti menyedikan layanan E-Journal dan lain sebagainya. Jadi jelas jika mereka sebagain besar sudah meiliki berbagai kecangihan tersebut rasanya sangat tidak layak jika masih ada lingkungan sekolah di tempat kita yang masih belum memiliki perpustakaan disekolah mereka dan ini agak kedengaran lucu dan tidak wajar rasanya. 

Pengertian perpustakaan berkembang dari waktu ke waktu. Definisi perpustakaan sebenarnya mulai di pahami sekitar abad ke-19 dimana perpustakaan didefinisikan sebagai sebuah gedung ataupun ruangan yang terdapat koleksi buku-buku yang dipelihara dengan baik dan dapat digunakan oleh masyarakat tertentu secara umum. Dalam ruang lingkup negara indonesia, defenisi perpustakaan sudah ditetapkan dengan merujuk pada keputusan presiden RI nomor 11 dimana disebutkan bahwa perpustakaan merupakan salah satu nama pelestarian bahan pustaka sebagai hasil budaya tertentu dan mempunyai fungsi sebagai sumber imformasi ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan menunujang pelaksanaan pembangunan nasional kearah yang lebih bagus. 
Menurut Sulistyo-Basuki (1994) perpustakaan merupakan suatu gedung yang berada disekolah dengan fungsi utama sebagai pilar untuk membantu supaya tercapainya tujuan pendidikan sekolah serta dikelola oleh sekolah yang bersangkutan di tiap-tiap lingkungan sekolah. Disamping itu, Perpustakaan dapat juga diartikan suatu gedung yang berisi koleksi buku-buku tertentu yang berada pada lingkungan pendidikan formal ataupun nonformal, baik pada tingkat pendidikan dasar dan menengah yang merupakan bagian intergral dari kegiatan sekolah yang bersangkutan, dan juga merupakann bagian pusat sumber belajar dan aktifitas belajar untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan sekolah tersebut. Dari  penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen perpustakaan adalah suatu bentuk pengaturan pengelolaan terhadap sebuah tempat, gedung, ruangan tertentu dimana gedung tersebut memiliki koleksi-koleksi buku yang dipelihara dengan baik rapih dan terprogram dan bekerinambungan untuk meningkatkan fungsi dan mutu dari perpustakaan tersebut.

Kebijakan Kenerja Administrasi Perpustakaan Pendidikan dalam menimba ilmu disekolah tidak dapat dilaksanakan oleh sebagian pihak saja tetapi harus didukung oleh berbagai pihak dan dilandasi oleh kebijakan-kebijakan baik dari kepala sekolah maupun para guru yang ada dilingkungan sekolah tersebut. Kebijakan-kebijakan tersebut mencakupi pengaturan tata cara dan pengelolaan fasilitas yang menjadi pendukung dalam menimba ilmu pengetahuan yang bermutu baik bagi sisiwa maupun tenaga pendidikan yang ada disekolah tersebut. Salah satunya adalah kebijakan dalam kinerja administrasi perpustakaan. Tetapi terkadang pada keadaan tertentu dimana ada beberapa kasus yang ditemui ternyata kebijakan sekolah dalam melaksanakan kinerja administrasi perpustakan kadang kala tersendat dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kondisi ini dapat dilihat dari tidak dimasukkannya anggaran pengembangan perpustakaan dalam anggaran pengembangan sekolah/madrasah yang bersumber dari dana operasional sekolah yang telah di anggarkan oleh pemerintah. Disisi lain adanya kurikulum yang disusun oleh sekolah dikembangkan sekolah dengan melibatkan warga sekolah terkadang juga belum menggintegrasikan pengelolaan keuangan sekolah dalam pentingnya keberadaan perpustakaan didalam penyususnan program tersebut. Kepala sekolah dan pengambil kebijakan disekolah masih sering kali menjadi batu sandungan bagi pengembangan perpustakaan sekolah yang meungkin disebabkan oleh berbagai faktor, baik berupa faktor kemampuan kecakapan yang didmiliki oleh kepala sekolah tersebut ataupun adanya faktor lain yang memang dengan sengaja diabaikan oleh pengemban sekolah. Jadi, sebagai pijakan dasar, seandainya ada keinginanan untuk meningkatkan fungsi dan kwalitas pengelolaan perpustakaan maka mau tidak mau warga sekolah harus memiliki komitmen yang tinggi dengan memasukkan faktor perioritas kebijakan dan pengambilan kebijakan yang mengarah kepada peningkatan mutu perpustakaan disekolah tersebut menjadi sangat penting.  Disamping pengalokasian dana dalam meningkatkan kwalitas perpustakaaan, maka disamping itu kepala sekolah dan warga sekolah juga harus menunjukkan pengelola perpustkaan dengan merujuk pada standar kecakapan dan kemampuan dalam penunjukkan/penetapan pengelola perpustakaan tersebut, disamping juga harus terus memberikan berbagai macam jenis keahlian kepada pengelola tersebut supaya kwalitas dan mutu dari perpustakaan yang ada di lingkungan tersebut akan tercapai hendaknya sebagaimana yang dicita-citakan bersama. Ini semua dimaksudkan suapaya dengan adanya perpustakaan yang berkwalitas di sekolah teretentu akan sangat berpengaruh dan berperan besar dalam meningkatakan kemampuan dan kecakapan anak didik yang ada di sekolah tersebut. Sehingga kedepannya tujuan pendidikan yang di harapkan untuk meningkatkan mutu pendidikan akan tercipta dengan sendirinya.  


Sunday, May 07, 2017

Manajemen Perpustakaan Sekolah

Manajemen perpustakaan sekolah merupakan salah satu strategi penting untuk meningkatkan pengelolaaan administrasi perpustakaan dalam memberi pelayanan terhadap pencarian ilmu pengetahuan yang di butuhkan pelajar pada tingkatan dasar dan menengah. Manajemen perpustakaan sering dilupakan oleh para pemangku dan pengelola perpustakaan sekolah. 

Manajemen Perpustakaan Sekolah
Manajemen Perpustakaan Sekolah
Sudah menjadi rahasia umum bahwa masih banyak sekolah yang mengangap perpustakaan bukan elemen perioritas bagi proses pembelajaran dan pendidikan disekolah, sehingga perpustakaan sering ditempatkan pada ruang yang sempit seperti ruang UKS, gudang atau pojok-pojok gedung sekolah yang pengap sehingga mengurangi minat anak untuk untuk  membaca, bahkan untuk mengelolanyapun hanya mengandalkan sisa energi  dari sumber daya yang ada disekolah, serta manajemennya tidak tersusun dan terencana dengan baik. pada Intinya, kita melihat bahwa perpustakaaan masih belum digolongkan bukan bagian yang utama dalam proses akademik dilingkungan sekolah. 
Kondisi seperi ini tentu tidak dapat dibiarkan berlarut-larut, mengingat tanggung jawab besar disandarkan pada institusi pendidikan dasar dan menengah. Masyarakat dan berbagai organisasi mulai gerah terhadap kondisi yang terjadi. Sehingga mulai ada tuntutan agar perpustakaan benar-benar dimasukkan dalam elemen pengembangan pendidikan dan pembelajaran. Perpustakaan juga tempat pusat ilmu pengetahuan yang merupakan sumber pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan, untuk itu perlu diperhatikan manajemen perpustakaan dengan cara menempatkan staf yang profesional dalam bidang manajemen perpustakasan, karena staf pengelolaan perpustakaan merupakan kunci utama dalam kesuksesan sebuah perpustakaan, sehingga akan terciptakan perpustakaan yang  berdaya guna dan nyaman digunakan oleh siswa dan juga staf lainnya.

Bedasarkan standar nasional, perpustakaan harus mempunyai sumber daya manusia yang terdiri dari:

a. Kepala Perpustakaan
Kepala Perpustakaan adalah seseorang yang bertanggung jawabkepada kepala sekolah, harus memiliki kualifikasi pendidikan minimal diploma bidang ilmu perpustakaan dan imformasi, atau bidang ilmu lain yang sudah memiliki sertifikat pendidikan didang ilmu perpustakaandan imformasi dari lembaga pendidikan yang terakreditasi.

b. Tenaga Perpustakaan Sekolah
Tenaga Perpustakaan Sekolah adalah seorang yang merupakan tenaga teknis perpustakaan dengan klasifikasi mi nimal pendidikan sekolah menengah atas serta memperoleh pelatihan kepustakawanan dari lembaga pendidikan dan pelatihan yang terakreditasi. Kepala perpustakaan tersebut merupakan orang yang bertanggung jawab penuh terhadap perpustakaan. Jadi posisi kepala perpustkaan ini seharusnya memiliki kemampuan untuk mengelola sistem perpustakaan disekolah, memahami visi dan misi sekolah, dan serta memahami jenis kurikulum yang terapkan diperpustakaan sekolah tersebut. Disamping itu, tenaga perpustakaan harus mempunyai kemampuan teknis dalam bidang perpustakaan karena akan bekerja sama dengan kepala dalam melaksanakan pengelola perpustakaan. 

Sebenarnya siswa juga dapat dimanfaatkan perannya untuk membantu pelayanan di perpustakaan yang ada di sekolah. Hal ini merupakan bagian dari proses pembelajaran bagi siswa untuk menambah minat masuk perpustakaan disamping juga menambah wawasan bagi siswa tersebut dalam memperkaya iklmu pengetahuan. 
supaya keberlangsungan kegiatan perpustakaan tetap terjaga denagn baik, ada baiknya mencoba menjalankan hal-hal berikut:

1. Mengembangkan kemampuan professional bagi orang yang terlibat dalam pengelolaan perpustkaan sekolah. 
2. Memperhatikan kemampuan yang diperlukan dan prosedur yang dibutuhkan untuk mengelola perpustakaan secara efektif  dari perpustakaan yang sekedar bertahan hidup (tempat menambah jam pelajaran bagi guru yang tudak cukup di dapodik) menjadi perpustakaan yang benar-benar berjalan secara baik efisien dan bermanfaat bagi warga sekolah.
3. Mengembangkan kebijakan dan prosedur secar jelas dan terprogram dengan prinsip yang mengaktualisasi visi dari perpustakaan sekolah. 
4. Mampu memperlihatkan keterkaitan antara sumber informasi dan tujuan dan perioritas  sekolah, serta program-program untuk menunjang peningkatan kwalitas pengelolaan perpustakaan. 
5. Menunjukkan kemampuan dan peran melalui rencana manajemen yang terencana dengan matang dan efisien. Kemudian disusun payung (aturan-aturan) secara global baik dengan meujuk pada visi mis sekolah ataupun dengan mengunakan aturan tentang perpustakaan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah melalui undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan. Perpustakaan sekolah juga tidak luput diatur dalam UU tersebut yakni pada pasal 23 ayat 1-6 dinama diantaranya disebutkan bahwa setiap sekolah/madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan standar nasional pendidikan, mengembangkan koleksi yang mendukung kurikulum pendidikan, sekolah/madrasah mengoleksikan paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah. 

Dalam pasal 52 telah diatur tentang sanksi administratif yang akan dikenakan kepada lembaga penyelenggara perpustakaan sekolah/madrasah yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23. Kita tahu bahwasanya untuk tenaga perpustakaan disekolah sudah ada landasan hukumnya yang telah diatur oleh permendiknas RI No 25 tahun 2008 yaitu landasan hukum tentang standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah.  Komposisi menurut pendidikan pustakawan menentukan keberadaannya dalam pengembangan minat baca dan mutu ilmu pengetahuan yang dibutuhkan pelajar misalnya pustakawan yang lulusan pariwisata, pustakawan ini bisa menyaring dan memilih buku menerangkan contoh buku berdasarkan spesifikasi pendidikan yang dimilikinya berdasarkan kecakapan dan kehlian dalam suatu bidang tugasnya. Menempatkan seseorang pada tempat yang tepat(the rigt man on the right place). Karena pengelolaan manajemen perpustakaan sekolah yang baik menyangkut dengan penyaringan dan pemilihan buku yang bermutu, sehingga kualitas koleksi buku yang ada terpelihara dengan baik dan tersusun dengan rapi. 

Adapun perencanaan pengadministrasian perpustakaan tersebut memerlukan strategi yang didalamnya terdapat perangkat proses aktifitas yang meliputi: 
1. Menginferitarisir jumlah judul buku sebagai bahan penyumbang kebutuhan akan bacaan terhadap komposisi perpustakaan.
2. Menganalisa ilmu yang terdapat dalam koleksi buku perpustakaan.
3. Menginfertarisir kekurangan yang berada dalam isi koreksi buku perpustakaan. 
4. Menganalisa kenyamanan ruang baca yang ada di perpustakaan.
5. Memberikan pelayanan yang baik kepada siswa atau pelajar baik dalam pinjam meminjam buku ataupun hanya sekadar bekunjung untuk membaca. 

Untuk menentukan pendekatan terhadap siswa atau pelajar, manajemen perpustakaan perlu mengindentifikasi kebutuhan pengembangan, menganalisis kebutuhan, mengdiagnosa masalah-masalah tantangan lingkungan perpustakaan. Menyangkut dengan pernyataan ini diperlukan pengadaan biaya, alat dan perlengkapan yang digunakan. Dimana hal ini akan berpengaruh terhadap keberhasilan suatu program pengembangan kualitas perpustakaan. Kemampuan intelektual memang merupakan aset penting untuk mencapai suatu misi atau tujuan tertentu, namun kemampuan intelektual saja tidak cukup karena manajemen perpustakaan memerlukan interaksi dengan lingkungan perpustakaan. Karena dalam menjalankan perpustakaaan juga harus mencakup perencanaan, pengujian evaluasi terhadap imformasi, penyampaian hasil dan penindak lanjutan hasil. 

Sebagaimana penjelasan manajemen perpustakaan sekolah adalah tentang penjabaran kegiatan untuk membantu pustakawan dalam melaksanakan pekerjaan secara efektif dan tanggung jawab atas pekerjaan mereka. Kecendrungan sekarang tujuan dan fungsi manajemen perpustakaan sekolah menegaskan bahwa perpustakaan mengevolusi pembelajaran yang dilakukan disekolah yang bersifat mandiri, bebas, selektif, analisis, objektif dan sistematis. Hal ini kedepan akan memberikan jaminan terbentuknya generasi yang terampil belajar sepanjang hayat dan mampu mengembangkan daya pikir agar mereka dapat hidup sebagai warga negara yang bertanggung jawab. 

Semua kegiatan yang terjadi terutama menyangkut pelaksanaan pekerjaan pustakawan perlu dikaji, untuk mengetahui seberapa baik kualitas pustaka sekolah. Kepala sekolah harus mengumpulkan imformasi dari pustakawan mengenai kualitas buku, susunan buku, tata cara peminjaman buku serta ruang baca yang baik sehingga terjadi umpan balik terhadap pelajar tingkat dasar dan menengah.