Pondok Belajar

Tuesday, March 21, 2017

Peran Guru, Siswa, Tokoh dan Penokohan dalam Sebuah Cerpen

Peran Guru dalam Pembelajaran Drama
Guru merupakan faktor penting terlaksananya proses belajar mengajar tanpa seorang guru proses belajar mengajar tidak akan terlaksana dengan semestinya. Seorang murid tidak dapat dikatakan murid tanpa seorang guru sedangkan seorang guru tidak dapat dikatakan guru tanpa seorang murid. Jadi keduanya saling berhubungan erat dan tidak dapat dipisahkan.
Guru dalam pembelajaran menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)cenderung lebih pasif karena kurikulum ini lebih menitik beratkan pada kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik. Menurut Suharianto (dalam Juariah, 2000:23) menyebutkan bahwa: “Tugas guru yang penting adalah sebagai informator, fasilitator, moderator dengan tugasnya sebagai peunjuk jalan guru harus tahu benar lika-liku jalan dan menguasai benar berbagai obyek(sic!) yang menjadi perhatian siswa dan guru mempunyai kelebihan dibandingkan dengan siswa”.

Peran Guru, Siswa, Tokoh dan Penokohan dalam Pembelajaran Drama
Peran Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Drama

Guru drama hendakanya mampu memperkenalkan drama pada siswa kemudian membimbing mereka ke arah apresiasi drama, membuat mereka menyenangi, menggemari dan menjadikan drama sebagai salah satu bagian yang menyenangkan dalam kehidupan mereka. Guru yang baik harus berinisiatif dalam memilih bahan yang sesuai untuk diberikan kepada siswa baik untuk keperluan siswa secara keseluruhan maupun individu. Dalam pembelajaran sastra di kelas siswa mungkin ada yang mengalami kesulitan dalam aspek pemahaman materi. Dalam hal ini guru harus memberikan bimbingan secara individual dalam menghadapi siswa tersebut dan melakukan remedial bagi siswa yang belum tuntas pada materi tersebut.
Di balik itu guru harus memikirkan dan memilih materi , metoda dan pendekatan secara teknis yang dapat membangkitkan minat belajar siswa. Biasanya minat dan perhatian siswa terhadap belajar akan tumbuh apabila pembelajaran berlangsung efektif baik dalam proses maupun dalam menilai hasil pembelajaran. Kompetensi dalam belajar sastra harus diciptakan oleh guru dalam kelas misalnya, dalam menyampaikan hasil tes dan memberikan pujian terhadap keberhasilan siswa dalam pembelajaran dengan demikian pembelajaran dapat berlangsung menarik dan akrab sehingga kesulitan yang dialami siswa dapat disampaikan secara terbuka.
Guru yang mengajarkan satra harus cinta terhadap sastra. Guru tersebut harus gemar membaca hasil-hasil karya sastra, mengikuti perkembangan, mengikuti kegiatan-kegiatan di bidang sastra sehingga pembelajaran sastra yang dijalankan tidak terasa monoton dan ketinggalan zaman. Mengajar sastra bukan hanya menginginkan agar siswa memiliki pengatahuan sebanyak-banyaknya tentang sastra melainkan menanamkan juga sikap positif terhadap karya sastra sehingga pada diri siswa tertanam sikap menghargai  budaya bangsa.

Peran Siswa dalam Pembelajaran Drama
Siswa merupakan faktor utama dalam pembelajaran di sekolah. Peranan siswa di sekolah bukan saja komponen penentu dalam pendidikan sekaligus menjadi sasaran pendidikan. Dalam proses belajar siswalah yang menjadi objek dan tujuan dari tindakan mendidik. Setiap siswa mempunyai kemampuan atau bakat yang berbeda-beda. Kemampuan itu tumbuh dan berkembang menurut pola perkembangannya masing-masing. Mengingat setiap siswa mempunyai kekhususan secara perseorangan guru hendaknya mampu memanfaatkan kemampuan, latar belakang, kematangan siswa  yang berbeda-beda itu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai seorang guru hanya dapat memberikan motivasi terhadap siswa sehingga kemampuan yang dimiliki siswa dapat lebih terarah tetapi yang terpenting adalah siswa itu sendiri yang harus menggali bakat yang dimiliki dan mau mengembangkannya.

Kurikulum  Berbasis Kompetensi ini siswa dituntut lebih aktif dari pada guru dalam proses belajar mengajar. Mereka sendiri yang harus menggali informasi dari guru maupun dari sumber-sumber lain bukan disajikan seutuhnya oleh guru. Keaktifan tersebut tidak hanya dalam hal materi tetapi juga dalam memperoleh pengalaman sendiri yaitu mengalami dan melakukan sendiri kegiatan sastra seperti, membaca hasil sastra, menulis, bercerita memainkan peran serta mampu mengkritik dan mendiskusikannya. Kesemua pengalaman itu harus dirasakan manfaatnya oleh siswa. Guru hanya memberikan dorongan terhadap siswa agar memahami makna dan tujuan mempelajari sastra. Untuk memperoleh pengalaman tersebut siswa tidak cukup memperolehnya dari sekolah namun pengalaman tersebut dapat dicari di luar sekolah seperti, di rumah, di sanggar sekolah, bengkel sastra dan pada orang-orang tertentu yang mengetahui dan memahami banyak tentang sastra.

Tokoh dan Penokohan 
Menurut maknanya istilah ”tokoh” dan ”penokohan” berbeda. Tokoh bermakna orang atau pelaku dalam cerita. Dalam sebuah cerpen banyak pelaku/tokoh yang dapat dicari dengan mengajukan pertanyaan ”siapa” atau ”siapakah”. Sebaliknya, yang dimaksud dengan penokohan adalah gambaran atau penulisan kepribadian tokoh cerita. Untuk mengetahui bagaimanakah penokohan seorang tokoh atau tokoh-tokoh suatu cerita, kita dapat menelusurinya dengan kata ”bagaimana” atau ”bagaimanakah”.
Staton (dalam Nurgiyantoro, 1995:165) menyebutkan bahwa istilah ‘karakter’ dalam berbagai literatur bahasa Inggris mengacu pada dua pengertian yang berbeda (tidak sama), yaitu sebagai tokoh-tokoh yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut. Dengan demikian, karakter (character) dapat berarti ’pelaku cerita’ dan dapat pula berarti ’perwatakan’ atau ’penokohan’. Antara seorang tokoh dengan perwatakan (penokohan) yang dimilikinya, memang merupakan suatu kepaduan yang utuh. Penyebutan nama tokoh tertentu, tak jarang langsung mengisyaratkan kepada kita perwatakan yang dimilikinya. Berdasarkan pendapat di atas dapat ditegaskan bahwa istilah ”perwatakan” lebih luas pengertiannya dari pada ”tokoh” dan ”penokohan” sebab, ia sekaligus mencakup masalah segala tokoh cerita, bagaimana penempatan, bagaimana perwatakan dan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam memperlakukan tokoh sesuai dengan logika cerita dan persepsinya, (Nurgiyantoro, 2005:166).

Dalam penekanan pada unsur perwatakan tokoh cerpen terlihat adanya perbedaan kecenderungan pengarang cerpen lama dengan pengarang cerpen modern. Sumardjo (2004:18) menyebutkan bahwa kecenderungan cerpen modern adalah penekanan pada unsur perwatakan tokohnya. Ini tidak berarti bahwa penulis cerpen lama perwatakan tidak dipentingkan, (hanya saja) unsur watak/karakter dalam cerpen modern menjadi begitu menonjol dan dominan antara lain karena makin berkembangnya ilmu jiwa, terutama psiko-analisa yang menawarkan daerah baru dalam menyelami kehidupan manusia. Tokoh-tokoh cerpen modern mendapat sorotan lebih tajam daripada penulisnya. Jadi, bukan hanya sekedar elemen untuk membawakan cerita.
Seterusnya, menurut Sumardjo (2004:19) bahwa mutu sebuah cerpen banyak ditentukan oleh kepandaian cerpenisnya untuk menghidupkan watak dari setiap tokoh-tokohnya. Kalau karakter tokoh lemah, maka menjadi lemahlah seluruh cerpen. Tiap tokoh mestinya mempunyai kepribadian sendiri. Tergantung dari masa lalunya, pendidikannya, asal daerahnya, pengalaman hidupnya. Seorang penulis yang cekatan, hanya dalam suatu adegan saja sanggup memberikan kepada kita seluruh latar belakang kehidupan seseorang, bukan dengan menceritakan secara langsung kepada pembaca, tetapi dengan mendramatisasinya, yaitu lewat bicaranya, reaksinya terhadap peristiwa, cara berpakaiannya, dan lain-lain.

Untuk mengetahui/mengenali karakter dalam sebuah cerpen dapat ditempuh beberapa cara: (1) melalui apa yang diperbuatnya, (2) melalui ucapan-ucapannya, (3) melalui penggambaran fisik tokoh, (4) melalui pikiran-pikirannya, (5) melalui penerangan/penjelasan langsung.
Dalam uraian di atas, Sumarjdo (2004:20) lebih mengarahkan kita kepada cara mengenali karakter yang dilukiskan cerpenis dalam cerpennya, sedangkan Nurgiyantoro (2005:195-211) memperkenalkan kepada kita bagaimana cara-cara cerpenis melukiskan watak pelaku. Nurgiyantoro menyebutkan secara garis besar ada dua cara pengarang memperkenalkan karakter tokoh cerita, yaitu:

a) Teknik Ekspositoris
Teknik ini disebut juga dengan teknik analitis, yaitu penggambaran karakter tokoh dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang kehadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, boleh jadi berupa sifat, sikap, tingkah laku, watak, atau bahkan secara fisik.

b) Teknik Dramatik
Teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilkan dalam drama, dilakukan secara tidak langsung. Artinya, pengarang tak mendeskripsikan secara eksplisit (gamblang) sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang melukiskan karakter pelakunya melalui aktivitas baik verbal  melalui kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.

Monday, March 20, 2017

Konsep Pembelajaran Menulis dan Tahapan-Tahapannya

A. Konsep Pembelajaran Menulis
Proses Pembelajaran menulis merupakan bagian dari pembelajaran bahasa, pada saat ini  mengalami perkembangan pesat. Apalagi Dengan adanya jenis pendekatan humanistik, dimana pendekatan ini lebih mengutamakan peranan siswa dan berorientasi pada kebutuhan siswa, pembelajaran bahasa sedemikian mendekati harapan.
Konsep Pembelajaran Menulis dan Tahapan-Tahapannya
Konsep Pembelajaran Menulis dan Tahapan-Tahapannya

Proses Pembelajaran menulis dan mengkaji beberapa keterampilan pembelajaran  (berbicara, menyimak dan membaca). Melalui keterampilan Menulis ini, peserta didik diharapkan mampu mengembangkan kreativitas, intuisi, imajinasi dan daya nalar mereka. Prinsip penting dalam pembelajaran menulis adalah materi pembelajaran yang disajikan kepada siswa harus setingkat/sesuai dengan kemampuan mereka pada suatu tingkatan/tahapan pembelajaran yang telah ditentukan. Proses Belajar mengajar memang merupakan upaya yang memakan waktu cukup lama, dari keadaan tidak tahu menjadi tahu, dari yang sederhana hingga yang sulit (rumit). Semestinya Ini sesuai dengan ukuran kemampuan peserta didik, materi pembelajaran yang akan disajikan hendaknya juga diklasifikasikan dengan mempertimbangkan tingkat kesukaran dan kriteria-kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Tanpa adanya kesesuaian antara siswa dengan materi yang diajarkan, pembelajaran yang disampaikan akan mengalami kegagalan.
Pembelajaran menulis menyibukkan para siswa untuk belajar bahasa. Menulis di sini dimaksudkan sebagai suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan akibat adanya hubungan antara manusia satu dengan yang lain. Proses berkomunikasi secara tertulis ini berlangsung melalui tiga media, yaitu; (1) visual (nonverbal), (2) oral (lisan), (3) written (tulis) (Tarigan, 1993:19).

Pembelajaran menulis sangat erat hubungannya dengan komunikasi lisan dan komunikasi tulis karena sifat penggunaannnya yang saling berkaitan dalam apsek ilmu bahasa. Terdapat sejumlah situasi yang sekaligus membutuhkan kedua-duanya, dan situasi-situasi lainnya yang membutuhkan dua bahkan tiga jenis media. Tarigan (1993:19) membagi empat jenis aspek proses komunikasi, yaitu: (1) komunikator, (2) pesan, (3) saluran, dan (4) audience (penonton, pendengar dan pemirsa). Keempat jenis aspek proses komunikasi itu sangat penting dalam melakukan kegiatan menulis. Kemampuan menulis akan mudah dikuasai apabila penulis mampu menerjemahkan keempat aspek proses komunikasi tersebut. Berkaitan dengan penjelasan di atas, ada beberapa hal yang perlu disikapi dallam melaksanakan kegiatan pembelajaran menulis, antara lain:

1) Tujuan Pembelajaran menulis
Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan bahasa yang semakin penting untuk dikuasai. Membina dan meningkatkan kemampuan menulis diharapkan dapat bermanfaat untuk keperluan di  masyarakat. Tujuan yang ingin dicapai dalam kemampuan menulis ini, antara lain: memberitahukan, meyakinkan, menghibur, dan mencurahkan perasaan. Tujuan-tujuan tersebut lebih lazim disebut sebagai tujuan memberitahukan / mengajar,  tujuan meyakinkan/mendesak, tujuan menghibur / menyenangkan dan tujuan ekspresif diri (Tarigan, 1993:23).

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran menulis dibagi menjadi empat, yaitu: (a)  tujuan persuasif, dimana penulis akan berusaha membawa perasaan pembaca agar pembaca memiliki keyakinan yang besar terhadap pesan yang  disampaikannya dan berusaha untuk dapat menerapkan pesan tersebut itu dengan penuh kesadaran (kerelaan); (b) tujuan informatif, penulis berusaha memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada pembaca agar kesan/pesan yang ingin digambarkan dapat dimengerti oleh para pembaca yang telah dibuat; (c) tujuan ekspresif, penulis berusaha mencurahkan perasaan yang sedalam-dalamnya kepada pembaca, (d)  tujuan literer, penulis berusah menghibur dan menyenangkan pembaca sehingga pembaca bisa memeroleh kesan yang kuat terhadap pesan yang disampaikan penulis;.
Berdasarkan keempat tujuan di depan, kemampuan menulis memberikan beberapa keuntungan bagi orang yang bersangkutan (penulis), antara lain: (a) penulis dapat mengembangkan berbagai gagasan; (b) penulis lebih mengenali kemampuan dan potensi diri; (c) penulis lebih mengenali kemampuan dan potensi diri; (d) penulis dapat memperjelas permasalahan yang samar-samar; (d) penulis dapat memperluas wawasan teoretis dan praktis; (e) penulis dapat menilai gagasan sendiri secara objektif; (f) penulis dapat mendorong belajar secara aktif; dan (g) penulis dapat memecahkan masalah; (h) penulis membiasakan diri untuk berpikir dan berbahasa secara tertib.

2) Fungsi Menulis dan Manfaat Pembelajaran Menulis
Fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi secara tidak langsung. Menulis sangat penting dalam dunia pendidikan karena memudahkan seseorang berpikir kritis. Di samping itu, menulis dapat memperdalam persepsi, memecahkan masalah, dan menjelaskan pikiran kita. Menulis adalah suatu bentuk berpikir, tetapi juga berpikir bagi pembaca tertentu dan bagi waktu tertentu. Salah satu dari tugas penting seorang penulis adalah harus menguasai prinsip-prinsip berpikir dan menulis, yang akan dapat menolongnya mencapai maksud dan tujuan yang diharapkan.
Ikhwan Sopa (2005) menyatakan manfaat menulis bagi pribadi sebagai berikut:

Manfaat pribadi yang bisa diperoleh dengan menulis adalah:
  • Pengetahuan yang lebih mendalam;
  • Koneksi dan jaringan untuk kepentingan karir;
  • Financial reward;
  • Motivasi sosial dan personal yang meningkat;
  • Kredit akademis;
  • Hubungan dengan dunia ilmu yang tak terputus;
  • Kemampuan yang lebih baik dalam aspek komunikasi lainnya seperti membaca, mendengarkan dan berbicara;
  • Kemampuan yang lebih bagus dalam bekerja secara berkelompok (group);
  • Peningkatan percaya diri dan personal branding;
  • Peningkatan dalam kemampuan presentasi;
  • Anda telah membuka pintu-pintu baru bagi masa depan anda dengan lebih baik;
  • Anda siap dengan analisis dan argumentasi akurat di semua bidang;
  • Anda melakukan/menjalani profesi anda dengan lebih baik dan dengan masa depan yang lebih baik;
  • Prefesional plus. Nilai plus-lah yang bisa memperpanjang karir anda dan membangun berbagai harapan dan cita-cita;
  • Ini adalah kesempatan bagi anda untuk berinvestasi.
  • Anda sudah mulai membenahi apa-apa yang sudah anda pelajari sejak kecil dengan cara mengembangkan diri dan profesi;
Memperhatikan uraian di depan, manfaat menulis bagi penulis itu sendiri antara lain: (a) dapat mengembangkan berbagai gagasan; (b) dapat mengenali kemampuan dan potensi diri; (c) dapat menilai gagasan secara objektif; (d) dapat mengorganisasikan gagasan secara sistematis; (e) lebih mudah memecahkan masalah; (f) lebih banyak menyerap, mencari dan menguasai informasi; (g) mendorong belajar secara aktif; (h) membiasakan berpikir dan berbahasa secara tertib.

B. Tahap-tahap Penulisan
Menulis merupakan suatu proses, yaitu proses penulisan. Yang di dalamnya terdapat beberapa tahap-tahap penulisan, meliputi tahap pra penulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi (Sabarti Akhadiah dkk, 1996: 2-5). Ketiga tahap penulisan itu menunjukkan kegiatan utama yang berbeda. Dalam Tahap Prapenulisan ditentukan hal-hal pokok yang mengarahkan penulis dalam seluruh kegiatan penulisan itu. Dalam Tahap Penulisan kita mengembangkan gagasan dalam kalimat-kalimat, satuan paragraf, bab atau bagian. Sedangkan dalam Tahap Revisi yang dilakukan ialah membaca dan menilai kembali yang telah ditulis, memperbaiki, mengubah bahkan jika perlu memperluas tulisan tadi. Menurut Sabarti akhadiah,dkk (1996: 2-5) Tahap-tahap yang harus dilalui dalam menulis meliputi;

a. Tahap Penulisan
Tahap ini merupakan tahap perencanaan atau persiapan menulis, dimana di dalamnya mencakup beberapa langkah-langkah kegiatan jika menulis karangan meliputi;
1) Menentukan Topik
Ini berarti seorang penulis menentukan apa yang akan dibahas di dalam tulisan. Topik ini dapat diperoleh dari berbagai sumber ilmu, pengalaman dan pengamatan. Seorang penulis dapat menulis tentang pendapat, sikap dan tanggapan sendiri atau orang lain atau tentang khayalan/imajinasi yang dimilikinya. Dalam menentukan topik karangan harus selalu mengenai fakta.
2) Membatasi Topik
Membatasi topik berarti mau mempersempit/memperkecil lingkup pembicaraan. Untuk mempermudah pembahasan digunakan gambar, bagan, diagram atau cara visualisasi yang lainnya. 
3) Menentukan tujuan penulisan
Dengan menentukan tujuan penulisan kita tahu apa yang akan dilakukan pada tahap penulisan, bahkan apa yang diberlakukan.
4) Menentukan bahan penulisan
Yaitu semua informasi atau data yang dipergunakan untuk mencapai data penulisan.
5) Membuat kerangka karangan
Penyusunan kerangka karangan merupakan kegiatan terakhir pada tahap persiapan/pra penulisan.

b. Tahap Penulisan
Pada tahap ini penulis membahas setiap butir topik yang ada di dalam kerangka yang disusun. Dalam mengembangkan gagasan menjadi suatu kerangka yang utuh, diperlukan bahasa. Dalam hal ini penulis harus menguasai kata-kata yang akan mendukung gagasan. Ini berarti bahwa penulis harus mampu memilih kata dan istilah yang tepat sehingga gagasan dapat dipahami pembaca dengan tepat pula. Kata-kata itu harus dirangkaikan menjadi kalimat efektif selanjutnya kalimat-kalimat tersebut harus disusun menjadi paragraf persyaratan dan ditulis dengan ejaan yang berlaku disertai tanda baca yang digunakan secara tepat.

c. Tahap Revisi
Sebuah tulisan perlu dibaca kembali pada tahap ini, pada tahap ini biasanya penulis meneliti secara menyeluruh mengenai logika, sistematika, ejaan, tanda baca, pilihan kata, kalimat, paragraf, daftar pustaka dan sebagainya. Jika tidak ada lagi yang kurang memenuhi syarat maka selesailah tulisan kita.
Ini berarti seorang penulis menentukan apa yang akan dibahas di dalam tulisan. Topik ini dapat diperoleh dari berbagai sumber ilmu, pengalaman dan pengamatan. Seorang penulis dapat menulis tentang pendapat, sikap dan tanggapan sendiri atau orang lain atau tentang khayalan/imajinasi yang dimilikinya. Dalam menentukan topik karangan harus selalu mengenai fakta.

Sunday, March 19, 2017

Konsep Kurikulum dan Tujuan Pembelajaran Drama

Kurikulum Pembelajaran Drama
Kurikulum  yang masih berlaku saat ini adalah kurikulum 2004 atau yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi. (KTSP)Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (adalah ‘Suatu kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan tugas-tugas dengan standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik’ (Mulyasa, 2002:12).
Konsep Kurikulum dan Tujuan Pembelajaran Drama
Konsep Kurikulum dan Tujuan Pembelajaran Drama
Konsep Kurikulum ini berisi tentang  kerangka standar kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang harus diketahui, dilakukan dan dimahirkan oleh siswa pada setiap tingkatan. Kerangka ini disajikan dalam komponen utama yaitu: (1) standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) indikator dan (4) materi pokok. Standar kompetensi tersebut mencakup aspek kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Aspek-aspek tersebut perlu mendapat ukuran yang seimbang dan dilaksanakan secara terpadu. Kemampuan dasar, indikator dan materi pokok  yang tercantum dalam standar kompetensi merupakan bahan minimal yang harus dikuasai siswa. Oleh karena itu, daerah, sekolah dan guru dapat mengembangkan, menggabungkan dan menyesuaikan bahan yang disajikan dengan mengikuti situasi dan kondisi setempat.

Tujuan Pembelajaran Drama
Pengajaran merupakan alat pendidikan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, setiap pengajaran harus mempunyai tujuan yang  jelas dan terencana dengan baik dan sempurna. Maka demikian pula dengan pembelajaran drama, pelaksanaannya harus mempunyai rumusan tujuan yang jelas. Hal ini sangat penting karena akan menjadi pegangan bagi guru dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan, pembelajaran drama merupakan aktivitas guru dan murid untuk menciptakan kegiatan yang berisi kegiatan memahami, menghayati dan memberikan tanggapan terhadap drama baik sebagai naskah maupun karya pentas secara reseptif, produktif maupun kreatif.
Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA yang tercantum dalam kurikulum 2004 adalah sebagai berikut:

(1) Peserta didik memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna dan fungsi serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan dan keadaan;
(2) Peserta didik menghargai dan membanggakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara;
(3) Peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa dan
(4) Peserta didik memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional dan kematangan sosial;
(5) Peserta didik menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
(6) Peserta didik memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis);  

Selanjutnya, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)(2004:14-18)   pengajaran drama pada kelas II SMA  mempunyai tujuan yaitu: 
(1) Peserta didik mampu menentukan unsur-unsur pembangun drama, 
(2) Peserta didik mampu mengaitkan isi drama dengan kehidupan sehari-hari, 
(3) Peserta didik mampu membaca dan memahami teks drama yang diperankan,
(4) Peserta didik mampu menghayati watak tokoh yang diperankan,
(5) Peserta didik mampu memerankan drama dengan memperhatikan penggunaan lafal, intonasi, nada, tekanan, mimik yang sesuai dengan watak tokoh dan
(6) Peserta didik mampu menulis teks drama dengan menggunakan bahasa yang sesuai.

Sedangkan menurut Waluyo (2003:253) pengajaran drama akan memberikan manfaat tersendiri bagi peserta didik diantaranya sebagai berikut:
(1) Peserta didik akan mampu menjadi pemain atau tokoh yang disegani oleh audien. Melalui berlatih aktor dan casting pentas, peserta didik mampu melaksanakan drama berbagai lakon. Mereka mampu bermain peran pada drama yang gembira (komedi), sedih (tragedi), monolog dan sebagainya.
(2) Peserta didik mampu mendramatisasikan sebuah wacana bacaan, prosa, puisi dan sejumlah fragmen. Dari sinilah mereka akan memiliki keterampilan yang kelak dapat digunakan ketika terjun di masyarakat.
(3) Peserta didik mampu memimpin atau menyutradarai sebuah pementasan drama pendek di kelas atau ketika sekolah mengadakan pementasan di akhir tahun.
(4) Peserta didik mampu menata artistik pementasan drama menurut kondisi dan eksistensi yang diinginkan.

Materi Pembelajaran Drama
Guru harus berpedoman pada kurikulum dalam menyajikan materi pembelajaran. Guru seharusnya terlebih dahulu mempersiapkan bahan yang akan diajarkan kepada siswa dengan membuat silabus, program tahunan, program semester, satuan acuan pembelajaran dan rencana pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)2004 untuk SMA.
Pembelajaran drama yang berorientasi pada keluasan bahan terburu-buru menyelesaikan bahan atau teori sebanyak-banyaknya sehingga pengajaran drama hanya terkesan mengejar target kurikulum. Sebaliknya, subjek didik yang  diarahkan pada kesederhanaan bahan namun mampu mengapresiasikan sebanyak-banyaknya bearti pengajaran drama benar-benar mencapai pada sasarannya yaitu tidak hanya mampu mengembangkan kemampuan kognitif tetapi juga afektif.

Pemilihan materi (naskah) dilakukan agar tujuan pengajaran drama dapat tercapai. Oleh karena itu, diperlukan seleksi pemilihan materi dalam hal jenis, panjang, mutu, tingkat kesulitan dan jumlah pemain. Secara umum menurut Waluyo(2002:172) seleksi materi harus disesuaikan dengan:

(a) Tingkat perkembangan psikologis anak,
(b) Tujuan yang digariskan oleh kurikulum dan
(c) Tujuan pendidikan dan pengajaran pada umumnya,yang harus    mendukung dasar negara pancasila bahkan menyebabkan siswa menghayati nilai-nilai Pancasila secara lebih konkret baik secara langsung maupun setelah mendapatkan pengarahan dari guru.

Selanjutnya, Be Kim Nio (dalam Waluyo (2002:174)) menyebutkan syarat-syarat naskah drama yang akan diajarkan sebaiknya:
(1) Sesuai dan menarik bagi tingkat kematangan jiwa murid untuk remaja SMU, naskah jangan terlalu berat dan psilofis;
(2) Bahasanya dengan tingkat kesukaran yang sesuai dengan kemampuan bahasa siswa yang membaca (menonton);
(3) Bahasa yang digunakan sebaiknya bahasa standar kecuali dalam dagelan atau yang berhubungan dengan masalah dialeg;
(4) Isinya tidak bertentangan dengan haluan negara dan
(5) Memiliki hal-hal berikut ini:
(a) Masalah jelas;
(b) Tema atau tujuan jelas;
(c) Watak cukup meyakinkan;
(d) Ada kejutan yang tepat;
(e) Bertolak dari gagasan murni penulis dan
(f) Mempergunakan bahasa yang baik. Jika sumber telah ada kita dapat memilih hal-hal berikut:
  1. Teks yang sesuai;
  2. Jika kurang cocok disingkat atau disadur;
  3. Naskah dapat disadur dari cerpen atau novel dan
  4. Sinopsis cerita dapat juga dijadikan skenario drama.
Berdasarkan syarat-syarat tersebut seorang guru bahasa Indonesia dapat memilih drama yang sesuai untuk dipentaskan oleh siswa misalnya, naskah drama terjemahan seperti: Shakespeare, sophocles dan Becketh atau karya-karya Indonesia asli yang cukup terkenal seperti: Lutung kasarung, Malin kundang, Sangkuriang dan Sri Tanjung.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)2004 SMA terdapat kompetensi dasar (butir) pembelajaran drama sebagai berikut: Kelas I, tidak ada pembelajaran drama. Kelas II, menonton dan menanggapi pementasan drama, memerankan drama dan menulis teks drama. Kelas III, membacakan pembacaan cerpen dan teks drama.

Saturday, March 18, 2017

Pengertian dan Jenis Ragam Puisi dalam Pembelajaran

A. Pengertian Puisi
Puisi merupakan salah satu genre atau jenis sastra yang seringkali disamakan dengan “sajak”. Akan tetapi, sebenarnya kedua istilah itu tidak sama, puisi merupakan jenis sastra yang melingkupi sajak, sedangkan sajak adalah bagian atau individu dari puisi. Secara etimologi istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima ‘membuat’ atau poesis ‘pembuatan’, dan dalam bahasa Inggris berasal dari kata  poem atau poetry akan tetapi arti dasar ini lama kelamaan semakin berubah (dipersempit ruang lingkupnya) menjadi ‘hasil seni sastra’, yang kat a-katanya disusun menurut syarat -syarat yang tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.

Pengertian dan Jenis Ragam Puisi dalam Pembelajaran
Pengertian dan Jenis Ragam Puisi dalam Pembelajaran
Pada hakikatnya puisi merupakan sebuah karya sastra yang mengungkapkan perasaan para penyair secara imajinatif (hayalan). Wujud karya sastra tersebut muncul karena puisi merupakan karya seni yang puitis. Dikatakan puitis karena membangkitkan perasaan, menarik perhatian, bahkan memancing timbulnya tanggapan pembaca. Herman J. Waluyo (1987: 25) memberikan beberapa batasan tentang pengertian puisi yaitu:
a) Dalam puisi terjadi pengkonsentrasian atau pemadatan segala unsur kekuatan bahasa;
b) sistem penyusunannya, unsur -unsur bahasa itu diperbagus, dirapikan, diatur sebaik-baiknya dengan memperhatikan irama dan bunyi;
c) Puisi adalah ungkapan pikiran dan perasaan pe nyair yang berdasarkan mood atau pengalaman jiwa dan bersifat imajinatif;
d) Bahasa yang dipergunakan bersifat konotatif, hal ini ditandai dengan kata konkret lewat pengimajian, pengiasan,  dan pelambangan, atau dengan kata lain dengan kata konkret dan bahasa figuratif tertentu;
e) Bentuk fisik dan bentuk batin puisi merupakan kesatuan yang bulat dan menyatu raga (utuh), tidak dapat dipisahkan, dan merupakan sebuah kesatuan yang padu (erat). 

Bentuk fisik dan bentuk batin itu dapat ditelaah unsur -unsurnya hanya dalam kaitannya dengan keselu ruhan. Lebih lanjut Herman J. Waluyo (2003: 1) mendefinisikan puisi sebagai karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata yang kias (imajinatif). Kata -kata betul-betul dipilih aga r memiliki kekuatan pengucapan. Salah satu cara agar puisi memiliki kekuatan pengucapan yaitu dengan memilih kata -kata yang memiliki persamaan bunyi (rima).
Menurut Hudson (dalam Sutedjo dan Kasnadi, 2008: 2) puisi adalah salah satu cabang sastra yang meng gunakan kata -kata sebagai medium penyampaian untuk membuahkan iimajinai dan ilusi, contohnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasanide pelukis dari gambar tersebut. Sedangkan 
menurut Sutedjo dan Kasnadi (2008: 2) pengertian puisi menyiratkan beberapa hal penting yaitu:
a) Puisi merupakan ungkapan pemikiran, gagasan, ide, dan ekspresi penyairnya.
b) Bahasa puisi bersifat konotatif, simbolis, dan lambang karena itu penuh dengan imaji, metafora, kias, dengan bahasa figuratif yang estetis.
c) Penyusunan la rik-larik puisi mempertimbangkan bunyi dan rima semaksimalnya.
d) Dalam penulisan puisi terjadi pemadatan kata dengan berbagai bentuk kekuatan bahasa yang ada.
e) Sedang unsur pembangun puisi yang mencakup unsur lahir dan batin .
puisi membangun kekuatan yang padu
f) Bahasa puisi tidak diikat oleh kaidah kebahasaan pada umumnya, karena kata puisi memiliki kebebasan untuk menyimpang dari kaidah kebahasaan yang ada, biasanya disebut dengan licensia poetica.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa puisi adalah ragam sastra yang merupakan ungkapan pemikiran, gagasan, ide, dan ekspresi penyairnya. Keindahan puisi terletak pada persamaan bunyi dan iramanya. Hasil cipta manusia yang terdiri atas beberapa baris dan memperlihatkan pertalian makna yang membentuk bait. Dan puisi lahir dari hasil imajinasi seseorang dari lubuk hati yang paling dalam yang dituangkan ke dalam tulisan dan terdiri dari rangkaian kata-kata yang indah dan mempunyai sejuta rasa dan penuh arti.

B. Ragam Puisi
Sutedjo dan Kasnadi (2008: 3) mengatakan bahwa ragam puisi itu bermacam-macam. Jika dilihat dari bentuk maupun isinya, maka beberapa ragam puisi dapat dikemukakan sebagai berikut.
a) Puisi elegi, puisi jenis ini hakikatnya merupakan puisi yang berisi tentang ratapan dan kepedihan penyair.
b) Puisi romance, jenis puisi ini merupakan luapan batin penyair (seseorang) terhadap sang pujaan atau kekasihnya.
c) Puisi dramatik, puisi ini merupakan penggambaran dari perilaku seseorang, baik lewat perlakuan, dialog, maupun monolog sehingga mengandung suatu gambaran tentang kisah tertentu.
d) Puisi satirik yaitu merupakan puisi yang mengandung kritikan atau sindiran tentang kepincangan yang terjadi di keadaan tertentu.
e) Puisi didaktik, puisi ini merupakan puisi yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil oleh pembaca, atau memang penyair ingin menyampaikan nilai-nilai edukatif yang penting untuk dipahami pembaca.
f) Puisi naratif (balada), puisi ini merupakan puisi yang berisi tentang cerita dengan pelaku, perwatakan, setting maupun rangkaian peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita.
g) Puisi kamar, puisi jenis ini biasanya merupakan puisi yang hanya menarik ketika dibaca sendiri dalam kamar, artinya puisi ini kurang menarik jika dipanggungkan.
h) Puisi konkret, merupakan puisi dalam kategori puisi kontemporer, biasanya mengandalkan visualisasi konkret, bentuk tipografisnya sebagai sarana dalam menyampaikan pesan di dalamnya.
i) Puisi pamflet, jenis puisi ini biasanya banyak digunakan untuk kepentingan demonstrasi.
j) Hymne, puisi ini berisi tentang pujian kepada Tuhan atau kepada tanah air, puisi ini bernada agung, khidmat, dan penuh kemuliaan.
k) Ode, puisi ini berisi pujian terhadap seorang pahlawan atau seorang tokoh yang dikagumi penyair.
l) Epigrampuisi ini termasuk puisi lirik yang berisi ajaran kehidupan, sifatnya mengajar dan menggurui, bentuknya pendek dan bergaya ironis.
m) Puisi humor, puisi ini adalah puisi yang mencari efek humor, baik dalam isi maupun teknik sajaknya.
n) Parodi, merupakan puisi lirik yang bersifat ejekan (mirip dengan satire) tetapi ditujukan kepada karya seni.
o) Pastoral, merupakan puisi lirik yang berisi penggambaran kehidupan kaum gembala atau petani di sawah-sawah.

Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

Media pembelajaran pada dasarnya memiliki andil yang cukup besar dalam pengembangan dunia pendidikan di Indonesia. Namun, sayangnya penggunaan media dalam pembelajaran sering kali masih mengalami berbagai kendala. Di samping itu, masih ada pula guru-guru yang enggan menggunakan media untuk menunjang tercapainya hasil pembelajaran yang maksimal. Ada berbagai alasan mengapa guru enggan menggunakan media pembelajaran.

Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
There are at least seven reasons explaining why some teachers do not want to use media, in their teaching and learning. According to them media learning are: 1) sophisticated and expensive, 2) difficult to be used, 3) media is entertainment while study is serious, 4) lack of skill, 5) not available at school, 6) not enough appreciation enough from the superior 7) usage/habits to enjoy lecture or speech,. One thing that needs to be done to handle this problem is changing the theacher’s attitude (Thomas Wibowo Agung Sutjiono, 2005: 1).
Pendapat di atas menyatakan sekurang -kurangnya ada tujuh alasan mengapa sampai saat ini masih sejumlah guru yang enggan menggunakan media pembelajaran. Pertama, menggunakan media itu repot; kedua, media itu canggih dan mahal; ketiga, media itu hiburan sedangkan belajar itu serius; keempat, guru tidak terampil menggunakan media;  kelima, tidak tersedia di sekolah, keenam; keenam, kurangnya penghargaan dari atasan, ketujuh kebiasaan menikmati ceramah atau bicara;. Untuk mengatasi semua alasan tersebut hanya satu hal yang diperlukan, yaitu perubahan sikap guru. Media memiliki peran penting dalam dunia pendidikan karena media pembelajaran memiliki fungsi serta manfaat yang cukup banyak. Livie dan Lentz (dalam Hujair AH. Sanaky, 2009: 6) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya pada media visual, yaitu fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris. Adapun Masing-masing fungsi tersebut dapat dijelaskan berikut ini.

a) Fungsi afektif, artinya media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan pembelajar ketika belajar membaca teks bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap pembelajar.

b) Fungsi kompensatoris, artinya media visual memberikan konteks untuk memahami teks dalam menolong siswa yang lemah dalam bacaannya untuk dapat mengorganisasikan informasi dalam teks tersebut untuk dpat mengingatnya kembali (review). Sedangkan menurut Hujair AH. Sanaky (2009: 6) media pembelajaran  berfungsi untuk merangsang pembelajaran dengan cara:
  1. membuat duplikasi dari objek yang sebenarnya,
  2. membuat konsep abstrak ke konsep konkret,
  3. menghadirkan objek dan objek yang langka,
  4. mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah, dan jarak,
  5. memberi kesamaan persepsi,
  6. menyajikan ulang informasi secara konsisten,
  7. Memberi suasana belajar yang tidak tertekan, santai, dan menarik, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.
c) Fungsi atensi, berarti media visual merupakan inti, menarik, dan mengarahkan perhatian pembelajar untuk berkonsentrasi kepada materi ajar yang berhubungan dengan makna visual (gambar) yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran tersebut.

d) Fungsi kognitif, artinya media visual mengungkapkan bahwa lambang visual mempermudah dalam mencapai tujuan pembelajaran untuk memahami dan mendengar informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar tersebut.

I Wayan Santyasa (2007: 4) membuat rincian fungsi media dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:

  1. Untuk Mengamati benda atau peristiwa yang sukar dikunjungi, baik karena jaraknya jauh, berbahaya, atau terlarang, dsb.
  2. Untuk Mendapatkan gambaran yang jelas tentang benda atau objek-objek yang sulit diamati secara langsung disebabkan karena ukurannya yang tidak mungkin diamati, baik karena terlalu lebar atau terlalu sempit.
  3. Untuk Menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
  4. Untuk Mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya untuk didekati.
  5. Untuk Mengamati dengan teliti binatang-binatang yang sukar diamati secara langsung karena sukar ditangkap
  6. Untuk Mengamati dengan jelas benda-benda yang mudah rusak atau sukar diawetkan. Dengan menggunakan model atau benda tiruan siswa dapat memperoleh melihat dengan jelas tentang anggota tubuh manusia seperti paru-paru, jantung, alat pencernaan, dan lain-lain.
  7. Dengan mudah membandingkan sesuatu. Misalnya dengan bantuan gambar, model atau foto peserta didik sendiri yang dapat dengan mudah bagi mereka untuk membandingkan dua benda yang berbeda ukuran, sifat, warna, dan lain-lain.
  8. Untuk Dapat melihat secara cepat suatu proses yang berlangsung secara lambat.
  9. Untuk Dapat melihat secara lambat gerakan-gerakan yang berlangsung secara cepat.
  10. Untuk Melihat bagian-bagian yang tersembunyi dari suatu alat.
  11. Untuk Mengamati gerakan-gerakan mesin atau alat yang sukar diamati secara langsung.
  12. Untuk Melihat ringkasan dari suatu rangkaian pengamatan yang panjang atau lama.
  13. Untuk Dapat belajar sesuai dengan kemampuan, minat, dan temponya masing masing.
  14. Untuk Dapat menjangkau audien yang besar jumlahnya dan mengamati suatu obyek secara serempak.

Media pengajaran memang memiliki pengaruh yang besar terhadap proses belajar mengajar yang berlangsung dan tentunya akan mempengaruhi hasil belajar yang diperoleh siswa. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya media pengajaran dalam upaya meningkatkan keterampilan proses dan hasil pembelajaran. Di samping itu, Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2009: 2) juga mengungkapkan beberapa manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa, antara lain sebagai berikut.

a) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak hanya komunikasi verbal semata melalui penuturan kata-kata oleh pendidi, sehingga peerta tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga dalam melakukan proses pembelajaran;
b) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar;
c) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan pembelajaran, karena meraka tidak hanya mendengarkan uraian pendidik saja, akan tetapi mereka juga melakukan aktivitas lain seperti melakukan, mengamati, mendemonstrasikan, dan lain-lain.
d) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar;

Manfaat media pembelajaran menurut Arief Sadiman, dkk. (2007: 17-18) adalah sebagai berikut: (1) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera; (2) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis; (3) media pendidikan mempunyai kemampuan dalam memberikan perangsang yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama. Dan (4) penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik; Sedangkan menurut Hujair AH. Sanaky (2009: 5) manfaat media bagi pengajar dan pembelajar adalah sebagai berikut.

a) Manfaat media pembelajaran bagi pengajar, yaitu:
  1. Memberikan pedoman, arah untuk mencapai tujuan,
  2. Memberikan kerangka sistematis mengajar secara baik,
  3. Memudahkan kendali pengajar terhadap materi pelajaran,
  4. Menjelaskan struktur dan urutan pengajaran secara baik,
  5. Membantu kecermatan, ketelitian dalam penyajian materi pelajaran,
  6. Meningkatkan kualitas pengajaran.
  7. Membangkitkan rasa percaya diri seorang pengajar,

b) Manfaat media pembelajaran bagi pembelajaran adlah sebagai berikut:
  1. Untuk Memberikan struktur materi pelajaran dan memudahkan pembelajar untuk belajar,
  2. Untuk Meningkatkan motivasi belajar pembelajar,
  3. Untuk Memberikan inti informasi, pokok-pokok, secara sistematik sehingga memudahkan pembelajar untuk belajar,
  4. Untuk Memberikan dan meningkatkan variasi belajar pembelajar,
  5. Untuk Pembelajar dapat memahami materi pelajaran dengan sistematis yang disajikan pengajar lewat media pembelajaran.
  6. Untuk Menciptakan kondisi dan situasi belajar tanpa tekanan
  7. Untuk Merangsang pembelajar untuk berpikir dan beranalisis,

Sedangkan menurut Jeanne R. Steele and Jane D. Brown (dalam Kevin Maness, 2004: 47) berdasarkan pengamatannya mengatakan bahwa “ Adolescents, like adults, use media for a variety of purposes: to sort through cultural norms and values, to enhance their mood, , to emulate desired behaviors, to make statements about their identity, (e.g., imitating role models), and to fantasize about a possible (alternative) self ”. Pendapat tersebut kurang lebih bermakna bahwa remaja, seperti halnya orang dewasa menggunakan media untuk bermacam macam tujuan, misalnya: untuk menambah semangat jiwa mereka, untuk mempersempit jarak norma dan nilai budaya, untuk membuat pernyataan tentang identitas mereka, untuk mempertahankan kebiasaan yang mereka inginkan (misalnya: mencontoh peranan seseorang), dan untuk mengkhayalkan sebuah kemungkinan (alternatif) tentang diri mereka sendiri.

Friday, March 17, 2017

Penggunaan Media Gambar Dalam Mengajar Anak-Anak

1) Pengertian Media Gambar
Gambar adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan) yang dibuat dengan coretan pensil dan sebagainya pada kertas (Depdikbud, 2004: 2031). Selanjutnya Robertus Angkowo dan A. Kosasih (2007: 26) menyimpulkan bahwa media gambar adalah penyajian visual dua dimensi yang memanfaatkan rancangan gambar sebagai sarana pertimbangan mengenai kehidupan sehari-hari, misalnya yang menyangkut manusia, peristiwa, benda-benda, tempat, dan sebagainya.

Penggunaan Media Gambar Dalam Mengajar Anak-Anak
Penggunaan Media Gambar Dalam Mengajar Anak-Anak

Diantara media pembelajaran yang ada, media gambar adalah media yang paling umum dipakai. Ini disebabkan karenakan siswa lebih menyukai gambar daripada tulisan itu sendiri, apalagi jika gambar dibuat dan disajikan sesuai dengan persyaratan yang baik dan menari, pasti sudah tentu akan menambah semangat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas. Media gambar lebih mudah dimengerti dan dapat dinikmati, mudah didapatkan dan dijumpai, serta banyak memberikan penjelasan bila dibandingkan dengan bahasa verbal (kata -kata). Hujair AH Sanaky (2009: 69) mengem ukakan adanya perbedaan antara media gambar atau foto dengan verbal, antara lain sebagai berikut: (1) verbal (kata-kata), kelemahannya terletak pada keterbatasan daya ingat dalam bercerita dan menjelaskan (2) media gambar atau foto, memvisualkan apa adanya secara detail, , sehingga mungkin ada hal -hal yang tercecer atau terlupakan dalam menyampaikan pesan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa media gambar adalah penyajian visual dua dimensi biasa dijumpai dan biasa digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Kelebihan Media gambar adalah mudah dimengerti dan dinikmati dalam pembelajaran, disamping juga mampu mengatasi kesulitan menampilkan benda aslinya ke dalam kelas ketika proses belajar berlangsung.

2) Fungsi Media Gambar
Pemakaian media dalam kegiatan belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat siswa, membangkitkan motivasi dan rangsangan dalam kegiatan belajar dan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Selain itu, media dinilai mampu membangkitkan gairah belajar siswa, dan memungkinkan siswa belajar mandiri sesuai dengan minat dan kemampuannya.

(Baca Langkah Menulis Sebuah Puisi)
(Baca Pengertian dan Hakikat Penulisan Teks Argumentasi)

Menurut Robertus Angkowo dan A. Kosasih (2007: 28) medai gambar berfungsi untuk membangkitkan motivasi dan minat belajar siswa dan sebagai alat komunikasi dalam menyampaikan pesan (materi pembelajaran) yang lebih konkret kepada siswa, sehingga lebih mudah dipahami dan dipelajari. Hamalik (dalam Dwi Octaria Mekarsari, 2009: 20) mengatakan secara garis besar fungsi utama penggunaan media gambar adalah sebagai berikut:

a) Fungsi sosial, artinya memberikan informasi yang autentik dan pengalaman berbagai bidang kehidupan dan memberikan konsep yang sama kepada setiap orang.
b) Fungsi edukatif, artinya mendidik dan memberikan pengaruh positif pada pendidikan.
c) Fungsi ekonomis, artinya memberikan produksi melalui pembinaan prestasi kerja secara maksimal.
d) Fungsi seni budaya dan telekomunikasi, yang mendorong dan menimbulkan ciptaan baru, termasuk pola usaha penciptaan teknologi kemediaan yang modern.
e) Fungsi politis, berpengaruh pada politik pembangunan.

Alfiah dan Yunarko Budi Santosa (2009: 19) mengatakan bahwa nilai atau fungsi media gambar secara umum adalah sebagai berikut.
a) Gambar membuat isi pelajaran mudah dipahami
b) Gambar dapat mengatasi batas ruang dan waktu
c) Gambar dapat mengatasi keterbatasan pandangan
d) Gambar bersifat konkret
e) Gambar harganya murah dan mudah di dapat
f) Gambar menumbuhkan motivasi belajar
g) Gambar dapat memperjelas masalah

Menurut Ansori (2004: 15) keberadaan gambar tidak hanya berfungsi sebagai hiburan. Namun lebih dari itu, gambar memiliki fungsi yang lebih besar. Salah satu fungsinya diantaranya bagaimana penyampaikan ide-ide lainnya. Oleh karena itu gambar patut mendapat perhatian dalam kondisi ini, dan diikuti penilaian bukan saja pada daya tariknya melainkan pada segi bahasanya.

3) Kriteria Pemilihan Gambar dan Prinsip-Prinsip Pemakaian Gambar dalam Pembelajaran
Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2009: 74) ada lima kriteria dalam memilih gambar-gambar yang memenuhi persyaratan bagi tujuan pengajaran, yaitu harus memadai untuk tujuan pengajaran, kualitas artistik, kejelasan dan ukuran yang cukup, validitas, serta menarik. Kriteria-kriteria tersebut dapat dijelaskan seperti berikut ini.

a) Gambar fotografi harus cukup memadai, artinya gambar yang disajikan pantas untuk tujuan pengajaran, yaitu harus menampilkan bagian informasi, gagasan, atau satu konsep jelas yang mendukung tujuan serta kebutuhan pengajaran di kelas.

b) Validitas gambar, artinya gambar-gambar yang representatif dari bidang studi tertentu yang menampilkan pesan yang faktual/benar menurut ilmu, merupakan gambar-gambar yang tepat untuk maksud pengajaran yang sahih dan tepat.

c) Gambar-gambar itu harus memenuhi persyaratan artistik yang bermutu. Gambar-gambar yang memenuhi persyaratan mutu seni hendaknya juga memenuhi faktor-faktor sebagai berikut:
(1) pewarnaan yang efesien, berarti penggunaan warna-warna secara
harmonis merupakan ciri kedua dari kualitas artistik dari gambar tersebut.
(2) komposisi yang baik, merupakan ciri-cir dari jenis fundamental efektivitas gambar yang baik atau pengorganisasian ke seluruh unsur-unsur gambar yang baik tersebut.
(3) teknik, artinya teknik pemotretan yang unggul bernilai lebih dari komposisi dan pewarnaan.

d) Gambar fotografi untuk tujuan pengajaran harus cukup besar dan jelas. Jika ukuran gambar terlalu kecil, maka akan sulit diamati, pemahaman dan daya tarik terhadap gambar merosot dan perhatian siswa kepada gambar pun hilang.

e) Menarik atau memikat perhatian anak-anak, artinya gambar-gambar yang nyata dan hidup mempunyai pusat minat yang baik, dan hal-hal yang sangat akrab dengan kehidupan siswa merupakan gambar yang memikat. Hujair AH. Sanaky (2009: 71) menyatakan bahwa media gambar atau foto yang baik sebagai media pengajaran harus memenuhi lima syarat, yaitu:
Harus autentik, artinya gambar haruslah secara jujur melukiskan situasi seperti apa adanya atau sesuai dengan benda aslinya.
(i). Sederhana, artinya komposisinya hendaklah cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok dalam gambar. (ii). Ukurannya relatif, tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil, tetapi sesuai dengan kebutuhan. (iii). Gambar atau foto harus mengandung unsur gerak atau perbuatan, artinya gambar atau foto yang baik tidaklah menunjukkan suatu objek atau kejadian dalam keadaan diam, tetapi memperlihatkan suatu aktivitas, kegiatan, atau perbuatan tertentu. (vi). Gambar atau foto yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka gambar atau foto yang baik sebagai media pembelajaran, hendaknya bagus dari segi sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Berkaitan dengan kriteria pemilihan gambar yang sesuai untuk tujuan pengajaran, maka Sri Anitah (2008: 9-10) menjelaskan beberapa ciri-ciri gambar yang baik sebagai berikut.

1) Cocok dengan tingkatan umur dan kemampuan pebelajar.
2) Bersahaja artinya tidak terlalu rumit/kompleks, karena dengan gambar itu pebelajar mendapat gambaran yang pokok dan sesuai dengan keadaan.
3) Realistis, adapun maksudnya adalah gambar itu seperti benda yang sesungguhnya atau sesuai dengan apa yang digambarkan (real), sudah tentu perbandingan ukuran juga harus diperhatikan dalam penyajiaan tersebut.
4) Gambar dapat diperlakukan dengan tangan kita. orang beranggapan bahwa gambar adalah sesuatu yang suci, tetapi sebagai media pembelajaran gambar harus dapat dipegang dengan tanggan, diraba oleh pebelajar di kelas.

Setelah mengetahui syarat dan kriteria pemilihan gambar yang baik sebagai media pengajaran, perlu juga diketahui beberapa prinsip untuk mempergunakan gambar-gambar fotografi tersebut sebagai media visual pada setiap kegiatan proses pembelajarn. Adapun Prinsip-prinsip tersebut antara lain sebagai berikut:
Pergunakanlah gambar untuk tujuan-tujuan pelajaran yang spesifik (khususu), yaitu dengan cara menentukan/memilih gambar tertentu yang dapat mendukung penjelasaninti pelajaran atau pokok-pokok pelajaran yang disajikan. Gunakanlah gambar-gambar itu seperlunya saja, jika terlalu banyak gambar tersebut tidak efektif. Jumlah gambar yang sedikit tetapi selektif dan effektif, lebih baik daripada dua kali mempertunjukkan gambar-gambar yang serabutan tanpa melakukan proses pemilahan.

Padukan gambar-gambar kepada pelajaran, sebab keefektifan pemakaian gambar-gambar fotografi di dalam proses belajar-mengajar memerlukan keterpaduan. Kurangilah pemakaian kata-kata pada gambar, oleh karena gambar-gambar itu justru sangat penting dalam mengembangkan kata-kata atau cerita, atau dalam menyajikan gagasan baru. Mendorong siswa untuk bertanya secara kreatif, melalui gambar-gambar para siswa akan didorong untuk mengembangkan keterampilan berbahasa lisan dan tulisan mereka, seni grafis dan bentuk-bentuk kegiatan lainnya selama proses belajar tersebut. melakukan evaluasi kemajuan pembeljaran di dalam kelas, ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan media gambar-gambar, baik secara umum maupun khusus (Sempit) (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2009: 76).

Thursday, March 16, 2017

Unsur-Unsur Pembangun dan Karakteristik Puisi Anak

Menurut Dick Hartoko (dalam Arief Sudibyo, 2008: 4) unsur-unsur puisi yang paling penting terdiri dari dua, yaitu unsur sintaksis dan unsur tematik atau unsur semantik puisi. Unsur tematik atau unsur semantik puisi menuju ke arah struktur batin sedangkan unsur sintaksis mengarah pada struktur fisik puisi. Struktur batin adalah makna yang terkandung dalam puisi yang tidak secara langsung dapat dihayati. Sedangkan struktur fisik adalah struktur yang bisa kita lihat melalui bahasanya yang tampak. Adapun unsur-unsur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

Unsur-Unsur Pembangun dan Karakteristik Puisi Anak
Unsur-Unsur Pembangun dan Karakteristik Puisi Anak

a) Struktur Batin Puisi

(1) Tema
Tema Adalah suatu pokok persoalan yang dikemukakan/disam;iakan oleh penyair, setiap puisi pasti memiliki tema, walaupun penyair menyembunyikan tema tersebut (puisi).
(2) Rasa
Rasa Adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan yang terdapat dalam puisi yang dibuatnya. Setiap orang mempunyai pandangan, sikap, dan watak tertentu dalam menghadapi sesuatu hal.

(3) Nada
Nda Adalah sikap penyair terhadap pembacanya, atau penikmat karya puisinya tersebut. Bagaimanakah penyair itu memandang sesuatu dengan nada angkuh, Agresif atau rendah hati. Semua itu dapat diketahui oleh pembacanya, setelah menikmati karyanya itu. Keras dan Lembutnya makna yang dikumandangkan penyair melalui karyanya tersebut, hal ini banyak dipengaruhi oleh sifat dan watak dari diri penyair itu.

(4) Tujuan
Tujuan Adalah amanat yang disampaikan penyair melalui karya yang dihasilkan. Tujuan penyair dalam karyanya, banyaknya dipengaruhi oleh pekerjaan, cita-cita, dan pandangan hidup serta keyakinan agama.

b) Struktur Fisik Puisi

(1)Diksi
Seorang penyair harus cermat memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, adapun komposisi bunyi dalam rima dan irama, posisi/kedudukan kata itu di tengah konteks kata lain, dan juga kedudukan kata dalam keseluruhan puisi tersebut. Kata-kata dalam puisi tidak tunduk pada aturan-aturan logis sebuah kalimat, tetapi tunduk pada ritma larik puisi.

(2) Pengimajian
Pengimajian merupakan kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti pendengaran, penglihatan, dan perasaan. Baris atau bait puisi sering kali mengandung gema suara (imaji auditif), benda yang nampak (imaji visual), atau sesuatu yang dapat di rasakan, sentuh atau raba (imaji taktil).

(3) Kata Konkret
Untuk membangkitkan imaji pembaca maka kata-kata dalam puisi perlu diperkonkret. Jika seorang penyair mahir memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah mendengar, melihat, atau merasa apa yang dilukiskan penyair dalam karyanya.

(4) Bahasa Figuratif (Majas)
Penyair biasanya mengunakan bahasa yang bersusun-susun atau berfigura sehingga disebut bahasa figuratif. Bahasa figuratif membuat puisi menjadi prismatis atau memancarkan banyak makna. Bahasa figuratif digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak seperti biasa, yaitu dengan cara tidak langsung mengungkapkan makna tersebut.

(5) Verifikasi (Rima dan Ritma)
Sebuah Bunyi dalam puisi dapat menghasilkan ritma dan rima. Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Sedangkan ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat.

(6) Tipografi Puisi
Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama.
Sedangkan I. A. Richard (dalam Sutedjo dan Kasnadi, 2008: 47) menjelaskan bahwa puisi itu mengandung unsur sebagai berikut.

a) Sense
Sense hakikatnya merupakan sesuatu yang diciptakan penyair lewat dunia puisi yang digambarkannya. Di sinilah, maka sence ini menyarankan akan pentingnya pemahaman dari gambaran puisi itu secara umum. Sekilas, siratan puisi tertentu dapat dilihat dari apa yang disampaikan penyair puisinya. Inilah hakikat dari apa yang disebut sence.

b) Subject matter
Subject matter sesungguhnya merupakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam bait-bait puisi atau pokok pikiran yang ditemukan dalam bangunan puisi.

c) Feeling
Feeling berkaitan dengan sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkan di dalam puisi. Objektivitas penyair dalam puisi, seringkali memang sulit, sebaliknya subjektivitas inilah yang melatarbelakangi sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran dalam puisi yang ditulisnya.

d) Tone
Tone berkaitan dengan sikap dan perasaan penyair kepada pembaca. Untuk mengetahui sikap penyair kepada pembaca, maka yang perlu dipahami adalah sikap penyair terhadap pokok masalah yang dikemukakannya.

e) Theme
Theme (tema) ini dapat diturunkan sebagai sebuah konsep ide dasar apakah yang melatarbelakangi puisi itu tercipta. Masalah yang melatarbelakangi dan hal yang membingkai tentu merupakan hal penting dalam menemukan tema dalam puisi.

Karakteristik Puisi Anak

Karakteristik puisi anak memang berbeda dengan karakteristik penyair dewasa. Dengan mengadaptasi pendapat Djojosuroto (dalam Alfiah dan Yunarko Budi Santosa, 2009: 26), ciri-ciri kebahasaan puisi anak dapat disimpulkan sebagai berikut.

a) Unsur Ekstrinsik
(1) Diksi atau dikenal dengan pilihan kata, pada puisi anak masih termasuk agak mudah untuk dipahami, karena belum begitu menggunakan makna kiasan.
(2) Baris dan bait dalam puisi anak biasanya tidak terlalu banyak, satu bait memiliki 3 sampai 4 baris dalam setiap puisi yang ada.
(3) Interpolasi (penyisipan kata pada kalimat dalam sebuah puisi untuk memperjelas makna) pada puisi anak jarang dipakai.
(4) Kata nyata pada puisi anak sangat dominan. Bentuk kata nyata itu berupa kata konkret dan khusus, bukan kata abstrak.
(5) Rima, yaitu sajak atau persamaan bunyi atau pengulangan bunyi merupakan ciri yang dominan pada puisi anak.

b) Unsur Intrinsik
(1) Tema puisi, adalah gagasan pokok (subject-matter) yang dikemukakan oleh penyair. Dalam pembelajaran siswa harus mampu menuliskan
sebuah puisi dengan tema yang mudah, seperti: alam, kemanusiaan, cinta kasih kepada orang tua, dan lain-lain.
(2) Intention atau tujuan dan amanat, yaitu hal-hal yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca melalui puisinya. Sebenarnya, dalam puisi anak, tujuan dan amanat yang akan disampaikan adalah perasaan duka, suka, benci, kagum, amarah, dan kasih sayang, dalam penulisan puisi yang disampiakan.
(3) Gagasan pokok dalam penulisan puisi anak tidak jauh berbeda dengan setiap larik pada baitnya. Anak-Anak dalam menuliskan sebuah puisi, biasanya setelah menemukan tema dan topik dilanjutkan dengan menuliskan gagasan pokok yang ada. Dari itulah anak akan dapat membuat puisi sendiri setelah menemukan gagasan pokok.
(4) Majas, yaitu penggunaan gaya bahasa oleh penyair untuk melukiskan, mengungkapkan dan mengeluarkan, perasaan maupun pikiran dalam menulis puisi tersebut. Pada puisi anak, gaya bahasa yang digunakan tidak terlalu sulit karena penggunaan gaya bahasanya termasuk sedikit, penerapan kata pada puisi dalam setiap barisnya lebih ke makna denotasi.
(5) Bahasa puisi, bahasa yang diguna kan dalam puisi anak masih termasuk lugu dan kebanyakan bermakna denotasi, belum berani menggunakan makna kias.