Pondok Belajar

Tuesday, August 04, 2009

Pengaruh Konsep Arthur Terhadap Perkembangan Pendidikan Di Indonesia

"It is acceptance and trust that make it possible for each bird to sing its own song-- confident that it will be heard--even by those who sing with a different voice."
B. Hateley and W. Schnidt.

Konsep pendidikan yang digambarkan oleh Arthur l Costa pada point kelima ini sangat berpengaruh dalam perkembangan kurrikulum di Aceh/Indonesia, karena pada point kelima ini pola pendidikan yang sama tidak bisa diterapkan kepada semua anak didik, sehingga mengabaikan perbadaan sifat individu yang telah ada pada diri siswa, sebab setiap manusia itu mempunyai perbedaan yang telah dibawa sejak lahir, baik dari segi fisik, keahlian lingkungan dan lain-lain. Adapun pengaruh konsep athur tehadap perkembangan kurrikulum di Indonesia dapat dikatagorikan dalam dua aspek yaitu:

Pengaruh Konsep Arthur Terhadap Perkembangan Pendidikan Di Indonesia
Pengaruh Konsep Arthur Terhadap Perkembangan Pendidikan Di Indonesia

1. Aspek sekolah.

Pengaruh konsep yang dikemukan oleh Artur bila ditinjau dari aspek sekolah terhadap perkembangan kurikulum di Indonesia/Aceh mempunyai pengaruh yang sangat besar yaitu ditandai dengan ada didirikan beberapa jenis sekolah yang disesuaikan dengan keadaan anak didik, artinya anak didik masih bisa memperoleh pendidikan walaupun anak tersebut mempunyai ciri yang lain dengan anak biasa, dimana untuk anak-anak yang mempunyai sifat kelainan dari anak normal akan disekolahkan pada rumah sekolah yang khusus untuk anak-anak yang mengalami kelainan tersebut, diindonesia jenis rumah sekolah ini disebut dengan SLB (sekolah luar biasa) dimana sekolah ini hanya dikususkan buat anak cacat, baik dari segi phisik atau jiwa. Dimana jenis materi yang diajarkan disekolah ini tidak sama dengan jenis meteri yang diajarkan pada sekolah biasa tetapi lebih berfokus pada kedaan anak didik tersebut, dimana sekolah ini lebih memfokuskan pada pemahaman tingkah laku dan pengembangan pola pikir anak tersebut, sehingga anak-anak yang mengalami cacat ini bisa mengembangakan potensi yang dimiliknya dan memperoleh tingkatan yang sama dengan anak didik yang lain.

(Baca Aspek Pengetahuan Pedagogik)

Disamping itu, bagi anak yang mempunyai keahlian khusus/bakat atau yang mempunyai keinginan untuk mengembangkan keahlian tertentu yang dimilikinya, pemerintah Indonesia/Aceh juga membuat sokolah khusus yang bisa mengembangkan minat dan bakat dari anak didik tersebut, sekolah jenis ini lebih dikenal dengan nama SMK (sekolah menengah kejuaruan) atau dalam bahasa inggris dikenal dengan nama vocational school dimana sekolah ini lebih berfokus pada pengembangan keahlian yang dimiliki anak didik. Jadi untuk sekolah SMK ini pemerintah juga membuat jenis kurrikulum yang tersendiri dimana kurrikulum ini tidak sama dengan jenis kurikulum yang ada disekolah umum (SMA/Sekolah Mengnah Tingkat Atas), tetapi jenis kurrikulum yang drancang lebih menitik beratkan pada pola pengembangan bakat dan minat anak didik, disekolah ini anak didik dilatih dan ditempa menurut bakat yang ada pada diri anak, jenis sekolah SMK ini juga dibuat dalam bentuk yang berbeda-beda, dimana tiap-tiap sekolah SMK ini mempunyai ciri khas tersendiri seperti SMK tehnik yang membuka program study khusus masalah teknih saja, seperti Engineering, chemical, industri dll, SMK Kelautan yang mana program studinya hanya berfokus pada masalah Maritim,, SMK pertanian yang berorientasi pada masalah pertanian, seperti Agronomi, Hama, irrigation, SMK tataboga yang melatih anak menjadi ahli masa, SMK pertambangan yang berorientasi pada masalah tehnik pertambangan, SMK Musik, dll.

2. Aspek kurrikulum.

Sebelum saya mengemukakan pengaruh konsep pengembangan kurikulum menurut Arthur terhadap pengembangan kurrikulum di Idonesia/Aceh, maka adanya baiknya saya menjelaskan dulu proses pengembangan kurrikulum di Indonesia dari awal kemerdekaan sampai dengan sekarang.

Sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia sudah dimulai sejak Indonesia merdeka, dan terus berubah seirinng dengan perubahan waktu yang bertujuan untuk terus meningkatkan mutu pendidikan. Adapun gambaran tahap-tahap pengembangan kurrikulum di Indonesia adalah sebagai berikut:


A. Kurun waktu 1945 sampai 1968

a. Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda leer plan artinya rencana pelajaran. lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris) mungkin karena Indonesia di jajah oleh belanda maka kata Leer Plan in lebih popular dari pada kata Curriculum. Pada masa ini Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan ditetapkan oleh Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan nama Rencana Pelajaran 1947, dan baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:

1. Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya

2. Garis-garis besar pengajaran.

Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah : pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Yang bertujuan untuk menanamkan rasa persatuan dan cinta tanah air (patriotisme) sebab pada masa ini Indonesia baru saja merdeka dan untuk mnciptakan rasa cinta tanah air maka disusunlah kurikulum ini yang di aplikasikan dari sabang samapi merauke. Sedangkan materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

b. RENCANA PELAJARAN TERURAI 1952
Kurikulum ini lebih berfokus pada rincian setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. "dimana pada era ini Silabus mata pelajarannya sudah mulai jelas dibandingkan dengan era sebelumnya. Disamping itu sudah ada penekanan pada seorang guru untuk mengajar satu mata pelajaran sahaja," (Djauzak Ahmad, Dirpendas periode1991-1995). Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Panca wardhana) sebagai pengembangan dari kurrikulum sebelumnya (kurikulum tahun 1952). Dimana dalam rancangan kurikulum ini mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, maksudnya hanya pada object yang yang yang berkaitan dengan hal-hal umum sahaja.


B. Kurun waktu tahun 1968 sampai tahun 1999

a. KURIKULUM 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang diciptakan sebagai produk Orde Lama. Dimana pada masa ini terjadi perobahan system pemerintah dari orde lama ke orde baru, karena pemerintahan orde lama yang dianggap berorientasi komunis maka kurikulum yang dirancang pada masa orde batu di robah dengan pertimbangan tertentu untuk tujuan pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Jenis kurikulum 1968 ini menekankan pendekatan organisasi, materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengeta huan dasar, dan kecakapan khusus. Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. "Hanya memuat mata pelajaran pokok saja," . Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

b. KURIKULUM 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Drs Mudjito; Ak; Msi (Direktur Pemb. TK dan SD Depdiknas).
yang melatar belakangi lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,"
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

c. KURIKULUM 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum 1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.
Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, dan di sana-sini ada tempelan gambar, dan pengaruh yang sangat menyolok dari nkurikulum ini adalah guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhiran penolakan CBSA bermunculan dimana-mana.

d. KURIKULUM 1994 dan SUPLEMEN KURIKULUM 1999
Kurikulum 1994 merukan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kur 19975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.


C. Kurun waktu 1999 sampai sekarang

a. KURIKULUM 2004
Sebagai pengganti kurikulum 1994 adalah kurikulum 2004, yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu: pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi; dan pengembangan pembelajaran.
KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Struktur kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut. Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian. Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator.

b. KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Pelaksanaan KBK masih dalam uji terbatas, namun pada awal tahun 2006, uji terbatas tersebut dihentikan. Dan selanjutnya dengan terbitnya permen nomor 24 tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu jiwanya desentralisasi sistem pendidikan.

Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di bawah binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat. Namun demikian pengembangan kurikulum ini tidak berarti bebas mengambangkan kurikulum tatapi pengambangan kurikulum ini harus berdasarkan SI (standar Isi) dan SKL (Standar Kelulusan) yang telah ditetapkan oleh BNSP (Badan Nasional Standar Pendidikan). Disamping itu ada juga beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum KTSP ini diantarnya:

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.

2. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh sebab itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

6. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Maksudnya kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dimana pendidikan dilaksanakan untuk menciptakan insan yang cinta tanah air, memilki pengatahaun yang luas untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik, disamping tidak menyampingkan nilai-nilai yang ada daerah.

Jadi jika kita melihat sejarah perkembangan kurikulum di Indonesai sejak tahun 1945 s/d 2006 maka kita bisa melihat dengan jelas sekali pengaruh konsep Arthur terhadap perkembangan kurikulum di Indonesia, dimana disetiap tahap perkembangan kurikulum tersebut selalu di ikuti dengan berbagai pertimbangan untuk mencapai proses kesempurnaan. Walaupun pada tahap awal pengembangan kurikulum hanya berfokud pada kepentingan politik tertentu terutama pada masa perobahan kurikulum dari pemerintahan orde lama ke orde baru tanpa melihat aspek yang lain dari sisi pendidikan bahkan pada masa ini kurikulum yang diterapkan masih bersipat centralisasi dan terkesan seperti one size fit all, yang tidak sedikitpun melihat dari aspek perbedaan yang dimiliki oleh setiap individu. Perubahan kurikulum kurikulum yang agak mengarah pada pengahragaan terhadap perbedaan individu mulai nampak pada tahun 1999, dimana anak didik sudah mulai di fokuskan dalam merancang kurikulum tersebut, namun pada tahap berikutnya yang pada masa perancangan murikulum KBK dan KTSP pengembangan kurikulum di Indonesia sudah menerapakan konsep yang di gambarkan oleh Arthur dimana pertimbangan terhadap nilai adapt dan budaya setempata sudah mulai dipertimbangakan dalam rancangan kurikulum KBK dan disempurnakan dalam Kurikulum KTSP. Kurrikulum KTSP ini memiliki ke unikan tersendiri jika dibandingakan dengan kurikulum sebelumnya, karena kurikulum ini bersipat discentralisasi sehingga kurikulum ini bisa dikembangakan pada tiap-tiap sekolah sesuai dengan lingkungan dan budaya setempat, dan hal ini memeberikan kesempatan kepada daerah untuk merancang kurikulum serdiri dengan berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kelulusan yang telah ditentukan oleh Badan Standar Pendidikan Nasional (BSPN). Seperti yang telah dikemukan oleh Arthur

“Interdependent learning communities are built not by obscuring diversity but by valuing the friction those differences bring and resolving those differences in an atmosphere of trust and reciprocity. Appreciation for diversity can be choreographed by deliberately bringing together people of different political and religious persuasions, cultures, gender, cognitive styles, belief systems, modality preferences and intelligence”.

Indonesia yang merupakan negara yang besar dan luas yang terdiri dari ribuan suku agama dan ras perlu menghargai setiap perbedaan yang ada dilikungan masing, dan hal ini juga diperhatikan dalam rancangan kurikulum KTSP, dimana kurikulum ini memberikan kebebasan pada setiap daerah untuk merancang kurikulum sesuai dengan lingkungannya masing untuk mencapai tujuan pendidikan, mungkin asumsi ini didasarkan pada penghargaan perbedaan yang dimiliki oleh setiap individu, dengan pertimbangan supaya anak didik lebih mudah mempelajari suatu mata pelajaran jika disesuaikan dengan konteks lingkungannya sendiri tanpa harus memaksakan kehendak pemerintah pusat (discetralisai). Disamping pertimbangan terhadap daerah kurikulum ini juga memberikan kebebasan kepada pemeluk agama untuk membuat syllabus sendiri sehingga tidak ada pemaksaan untuk mengikuti satu mata pelajaran agama saja, sebagai contoh tidak adanya pemaksaan pada pemeluk agama selain islam untuk mengikuti pelajaran agama islam walaupun warga Negara Indonesia memeluk agam Islam, sehingga perbezaan yang ada itu menjadi warna yang indah dan dapat melahirkan konsep kebersamaan yang lebih bagus.

Konsep Humanitik Kurikulum

Azas kurikulum Humanistic bersumber pada philosophy humanisme. Jenis kurikulum humanistic ini banyak menitik beratkan pada psikologi yang berasumsi bahwa pada dasarnya manusia mempunyai potensi-potensi yang baik, minimal lebih banyak dari pada buruk nya. Aliran ini memfokuskan telaah kualitas-kualitas insani, yakni kemampuan khusus manusia yng ada pada diIri manusia sendiri, seperti kemampuan abstrak, aktualisasi diri, makna hidup, pengembangan diri, dan rasa etestika. Aliran ini juga mamandang manusia sebagai makluk yang memiliki otoritas atas kehidupannya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa manusia merupakan makluk yang sadar dan mandiri dan bisa menentukan segalanya.

Konsep Humanitik Kurikulum Pendidikan
Konsep Humanitik Kurikulum Pendidikan

1. Sejarah Perkembangan Filsafat Humanisme.
Sejarah perkembangan aliran filsafat pendidikan humanisme ditelusuri pada masa klasik barat dan masa klasik timur. Dasar pemikiran filsafat aliran filsafat pendidikan ditemukan dalam pemikiran filsafat klasik cina konfusius dan pemikiran filsafat klasik yunani. Aliran psikologi humanis itu muncul sebagai gerakan besar psikologi dalam tahun 1950-an dan 1960-an. Dimana perkembangan peradapan baru itu dikenal dengan nama renaisans yang terjadi pada abad 16. zaman renaisans dikenal dengan sebutan jaman kebangkitan kembali. Selain itu juga dikenal dengan nama jaman pemikiran (age of reason), perkembangan filsafat, ilmu, dan kemanusiaan mengalami kebangkitan setelah lama di kungkung oleh kekerasan dogma-dogma agama. (cooper dalam Hanurawan, 2006)


Humanisme sebagai suatu gerakan filsafat dan geerakan kebudayaan berkembang sebagai suatu reaksi terhadap dehumanis yang telah terjadi berabad-abad. Terjadi dalam dunia Eropa sebagai akibat langsung dari kekuasaan para pemimpin agama yang merasa menjadi satu-satunya otoritas dalam memberikan intepretasi terhadap dogma-dogma agam yang kemudian diterjemahkan kedalam segenap bidang kehidupan di Eropa. Dalam kontek reaksi ini, pelopor humanisme menjelaskan bahwa manusia dengan segenap kebebasan memiliki potensi yang sangat besar dalam menjalankan kehidupan ini secara mandiri untuk mencapai keberhasilan hidup didunia.

Perkembangan selanjutnya terjadi pada abad 18. periode perkembangan ini dimasukan kedalam masa penceraha (aufklarung). Tokoh humanis yang muncul adalah J.J Rousseu. Tokoh ini mengutamakan pandangan tentang perkembangan alamiah manusia sebagai metode untuk mencoba keparipurnaan tujuan-tujuan pendidikan.

Pada abad 20 terjadi perkembangan humanistic yang disebut humanisme kontemporer. Humanisme kontemporer merupakan reaksi protes atau gerakan protes terhadap dominasi kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri manusia di-era modern. Perkembangan lebih lanjut dari filsafat humanis ini adalah berkenaan dengan peran dan kontribusi filsafat eksistensialisme yang cukup memberikan kontribusi dalam filsafat pendidikan humanistic.
Pemikiran filsafat eksistensialisme menyebutkan bahwa:

a. manusia memilki keberadaan yang unik dalam dirinya berbeda antara mannusia satu dengan manusia lain. Dalam hal ini telaah tentang manusia diarahkan pada individualitas manusia sebagai unit analisisnya.

b. Eksistensialis lebih memperhatiakan pada pemahaman makna dan tujuan hidup manusia ketimbang melakukan pemahaman terhadap kajian-kajian ilmiah, dan metafisika tentang alam semesta.

c. Kebebasan individu sebagai milik manusia adalah sesuatu yang paling utama dan paling unik, karena setiap individu memilki kebebasan untuk memilki sikap hidup, tujuan hidup dan cara hidup sendiri (Stevenson dalam Hanurawan,2006)

Aliran filsafat eksistensialis ini kemudian dikembangkan dalam dunia pendidikan karena fungsi pendidikan adalah memberikan proses perkembangan manusia secara otentik. Manusia otentik adalah manusia yang dalam kepribadian diri memilki tanggung jawab dan kesadaran diri untuk menghadapi persoalan-persoalan hidup dalam alam hidup modern

Kedua aliran tersebut memberikan perkembangan pada aliran filsafat pendidikan humanisme. Hal ini dapat ditunjukan melalui pengembangan konsep perkembangan psikologis peserta didik dan metode pengajaran yang sesuai dengan perkembangan humanistic setiap individu.
Aliran psikologi humanistic memiliki pandangan tentang manusia yang memilki keunikan tersendiri, memilki potensi yang perlu diaktualisasikan dan memilki dorongan-dorongan yang murni berasal dari dalam dirinya. Individu manusia yang telah bersasal dari dirinya (Hanurawan,2006).

2. Konsep Pemikiran Filsafat Psikologi Humanistik
Konsep pemikiran filsafat psikologi humanistic yang dikemukakan oleh filsuf humanis meliputi pandangan tentang hakeket manusia, pandangan tentang kebebasan dan otonomi manusia, konsep diri (self concept), dan diri individu serta aktualisasi diri (Hanurawan,2006). Konsep pemikiran tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

a. Pandangan tentang hakekat manusia
Hakekat manusia dalam pandangan filosuf humanistic adalah manusia memilki hakekat kebaikan dalam dirinya. Dalam hal ini apabila manusia berada dalam lingkungan yang kondusif bagi perkembangan potensialitas dan diberi semacam kebebasan untuk berkembang maka mereka akan mampu untuk mengaktualisasikan atau merealisasikan sikap dan perilaku yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungan masyarakat pada umumnya (Hanurawan,2006).

b. Pandangan tentang kebebasan dan otonomi manusia
Penganut aliran humanistic memberikan pandangan bahwa setiap manusia memilki kebebasan dan otonomi memberikan konsekuensi langsung pada pandangan terhadap individualitas manusia dan potensialitas manusia. Individualitas manusia yang unik dalam diri setiap pribadi harus dihormati. Berdasarkan pandangan ini, salah satu upaya pengembangan sumber daya manusia yang perlu dilakukan dalam proses pendidikan untuk mencapai hasil yang maksimal adalah pemberian kesempatan kepada berkembangnya aspek-aspek yang ada dalam diri individu.

c. Pandangan tentang diri (the self) dan konsep diri (self concept)
Diri (the self) menurut penganut filsafat humanis merupakan pusat kepribadian yang pengembangannya dapat dipenuhi melalui proses aktualisasi potensi-potensi yang dimiliki seseorang. Diri (the self) yang ada dalam diri seseorang digambarkan sebagai jumlah keseluruhan yang utuh dalam diri individu yang dapat membedakan diri seseorang dengan orang lain. (Ellias dan Meriam dalam Hanurawan, 2006). Dalam diri (the self) seseorang terdapat perasaa, sikap, kecerdasan, intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan karakteristik fisik. Sedangkan konsep diri (self concept) menurut Kendler dalam Hanurawan 2006 merupakan keseluruhan presepsi dan penilaian subyektif yang memiliki fungsi menentukan tingkah laku dan memiliki pengaruh yang cukup besar untuk tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan perkembangan individu merupakan potensialitas individu untuk aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan kemampuan manusia menghadirkan diri secara nyata (menurut maslow dalam Hanurawan 2006). Aktualisasi diri terwujud dalam diri manusia untuk memperoleh pemenuhan diri (self fulfillment) sesuai dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Dengan aktualisasi diri, manusia mampu mengembang keunukan kemanusiaannya guna meningkat kualitas kehidupan serta dapat mengubah situasi kea rah yang lebih baik.

3. Implikasi Pendidikan Psikologi Humanis dalam Prose Pendidikan
Pandangan utama aliran filosofis pendidikan humanistic adalah proses pendidikan berpusat pada subyek didik. Roger dalam Dimyati dan Mudjiono (2002) berpendapat belajar akan optimal apabila siswa terlibat secara penuh dan sungguh serta berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam proses belajar. Proses pendidikan berpusat pada subyek didik, dalam hal ini peran guru dalam proses pendidikan sebagai fasiltator dan proses pembelajaran dalam kontek proses penemuan yang bersifat mandiri (Hanurawan,2006). Searah dengan pandangan tersebut maka hakekat pendidik adalah fasilitator baik dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Untuk itu seorang pendidik harus mampu membangun suasana belajar yang kondusif untuk belajar mandiri. Proses belajar hendaknya merupakan kegiatan untuk mengeksploitasi diri yang memungkinkan pengembangan keterlibatan secara aktif subyek didik untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman belajar.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka system belajar yang cocok untuk pendidikan humanis ini adalah Enquiry Discovery yakni belajar penyelidikan dan penemuan. Dalam proses belajar mengajar system Enquiry Discovery ini guru tidak akan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk final, dengan kata lain guru hanya menyajikan sebagian, selebihnya siswa yang mencari atau menemukan sendiri.
Adapun tahapan dalam prosedur Enquiry Discovery adalah:

1. Stimulation (stimulasi/ pemberi rangsangan), yakni memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, aktifitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

2.Problem statement (pernyataan / identifikasi masalah), yakni memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasikan sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian dipilih salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.

3. Data collection (pengumpulan data), yakni memberi kesempatan kepad para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.

4. Data prosesing (pengolahan data), yakni mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sabagainya lalu ditafsirkan.

5. Verification (pentahkikan), yakni melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dihubungkan dengan data prosesing.

6. Generalization (generalisasi), yakni menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum.( Syah, Muhibbin,2004) Melalui pembelajaran Enquiry Discovery / penemuan menurut Hanurawan (2006) akan dapat membawa pengalaman pada diri pembelajar dalam mengidentifikasi, memahami masalah-masalah yang dihadapi sehingga menemukan sesuatu pengetahuan yang bermakna bagi dirinya. Seperti telah dikemukakan diatas, dalam proses pembelajaran dengan enqiry discovery ini guru berperan sebagai fasilitator. Menurut Hanurawan (2006) fungsi tugas kefasilitatoran guru dalam KBM harus dapat menumbuhkan keyakinan dalam diri pebelajar dalam kegiatan yang dilakukan. Yang berarti guru harus dapat menstimulus pebelajar untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan kontek pembelajaran humanistic menurut Maslow bahwa guru adalah pembantu sekaligus mitra dalam melakukan aktualisasi diri.

Peran guru sebagai fasilitator menurut Abu dan Supriono,W (2004) dapat diwujudkan dengan memperhatiakan penciptaan suasana awal, situasi kelompok atau pengalaman kelas, memperjelas tujuan di dalam kelas. Menyediakan sumber-sumber belajar untuk dimanfaatkan pebelajar dalam rangka mencapai tujuannya, dan mengambil prakarsa untuk ikut dalam kelompok kelas. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran menurut pandangan psikologi humanistic yaitu:

1. Setiap individu mempunyai kemampuan bawaan untuk belajar.
2. Belajar akan bermanfaat bila siswa menyadari manfaatnya.
3. Belajar akan berarti bila dilakukan lewat pengalaman sendiri dan uji coba sendiri.
4. Belajar dengan prakarasa sendiri penuh kesadaran dan kemampuan dapat berlangsung lama
5. Kreatifitas dan kepercayaan dari orang lain tumbuh dari suasana kebebasan.
6. Belajar akan berhasil bila siswa berpartisipasi secara aktif dan disiplin setiap kegiatan belajar.

Jenis-Jenis Aliran Filasafat Pendidikan

Filsafat sangat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum, dengan kata lain, filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu. Bila kita merujuk pada filsafat pendidikan maka kita mengenal ada bebarapa aliran filasafat seperti: perenialisme, assentialisme, progresivisme, dan reconstructionisme. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat bagaimana bentuk dan cir-ciri dari masing-masing aliran filsafat tersebut sebelum kita menentukan filsafat mana yang paling bagus:
aliran Fisafat Pendidikan
Aliran Filsafat Pendidikan

1. Perenialisme.

Parenialisme merupakan filasafat merujuk pada karya agung yang berazaskan /berakar dari pada Realisme , dan aliran filsafat ini lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran, nilai dan keindahan dari warisan budaya. Tujuan dari filsafat pendidikan ini adalah untuk mengolah intelectual anak didik untuk mangenal alam semesta dengan methode yang sama untuk semua tingkatan dan masyarakat, dimana guru berperan sebagai pembantu siwa untuk berpifir secara rasional, yang didasarkan pada methode socratic yang menekankan pada nilai-nilai traditional dengan mengunakan literal analisis dan constant kurrikulum dengan menggunakan metode membaca dan berdiscusi. Tokoh dalam aliran ini adalah plato, Elea, Emanuael Kant,
Essentialisme merupakan jenis filsafat yang mengarah pada tujuan pendidikan yang berazaskan/brakar pada idelisme dan realisme, dimana filsafat ini murujuk pada pentingnya pengembangan/petumbuhan intelektual individu dengan penekanan pada pentingnya pengolahan daya pikir (exercising the mind). Dalam filsafat ini guru bertanggung jawab penuh terhadap materi yang diajarkan. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar dari substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat, walaupun demikian filsafat ini tidak merujuk pada masa lalu, tetapi lebih berhubungan dengan masa kontemporer. Tetapi filsafat ini menolak total pengajaran seni, musik, dan physical education karena dianggap tidak berguna, dan pola filsafat ini agak ccocok dikembangkan untuk sekolah menegah pertama.

Progresivisme
progresivisme merupakan aliran filsafat yang merujuk pada pengalam pendidikan yang dikembangkan dari philosophy pragmatisme dan sebagi protes terhadap pandangan perenilisme di dalam pendidikan, filsafat ini ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini belum tentu benar pada masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak didik dengan diberikan kebebasan dalam menentukan pilihannya sendiri dengan kata lain meteri pembelajaran bukalah ditentukan oleh pendidik (guru). Jenis filsafat ini memberikan tekanan pada minat siswa (student’s interest). Dalam filasafat ini guru berperan sebagai problem solving dan science inquiry, kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berasal dari hasil eksperimental, yaitu dimana kurikulum tersebut tidak bersifat statis sehingga kurikulum tersebut dapat berubah setiap waktu untuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Tokoh yang terkenal pada aliran ini adalah Jhon DW, George Axtelle, William O, Ernest Bayle

Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa aliran filsafat progresivisme berpola students’ center sehingga proses pembelajaran pada perlu sekali ditekankan padaa spek berikut:
a. Pembentukan kreatifitas
b. Pemberian sejumlah kegiatan
c. Suasana yang alamiah (natural)

d. Memperhatikan pengalaman siswa

Recotructionisme
Aliran filsafat ini adalah pengembangan (elaborasi) dari pada filsafat progresivisme, dengan penekanan pada pentingnya peradaban manusia dimasa depan. Dimana guru berfungsi sebagai fasilitator untuk membantu siswa lebih peduli terhadap masalah kedepan dengan penekanan pada ilmu social, ekonomi, politik, dan methode peneliatian, dan berfokus pada trend dimasa mendatang bersamaan dengan isu-isu nasional. Disamping itu filsafat rekonstuktivisme juga lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan aktif membina pengetahuan berazaskan pengalaman yang sudah ada.

Jadi menurut pandangan saya sendiri semua filsafat tersebut diatas adalah baik kerena tiap-tiap filsafat tersebut tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri, seperti filsafat parenialisme sangat cocok digunakan untuk pengajaran agama dan dokrin-dokrin tertentu tapi kurang cocok untuk untuk pengajaran ilmu sains dan ilmu umum. Bila kita melihat filsafat essentialisme ada juga bagusnya pada satu sisi cuman ada juga kekurangannya karena mereka beranggapan jika hanya ilmu metematika sains dan bahasa yang diutamakan sehingga mengekang kebebasan siswa dalam menentukan pilihannya.

Namun demikian jikapun saya harus memilih filsafat yang mana yang lebih bagus dari filsafat diatas saya memilih filsafat progresivme karena saya beranggapan jika filsafat progresivisme lebih sedikit bagus dan cocok untuk digunakan pada pola pendidikan masa sekarang sebab filsafat ini tidak pernah mementingkan satu terapan/bidang ilmu saja, tapi filsafat ini mempunyai pandangan ika semua ilmu itu berguna untuk dikembangkan menurut kebutuhannya karena tipa terapan ilmu itu mempuayi kaitan yang erat satu sama lain. Disamping itu filsafat ini juga mempunyai pola pikir yang megarah kemasa depan dimana filsafat ini berasumsi jika ilmu kajian pengetahuan itu tidak pernah berkhir pada suatu titik tetapi akan terus berkembang sesuai dengan kemampuan manusia dalam mengakajinya sehingga mereka beranggapan jika ilmu yang ada disaat kini belum tentu biasa diterima dimasa yang akan datang. Satu hal lagi yang membuat filsafat ini lebih sedikit unggul dari yang lain adalah anak didik/pelajar (siswa) diberikan kebebasan untuk menetukan pilhannya dalam menetukan jalur terapan ilmu yang diinginkanya (berfokus pada siswanya), disamping guru hanya sebagai fasilitator dan pengarah dari bakat minat siswa tersebut. Walaupun saya berasumsi jika filsafat progresivme lebih bagus dari filasafat yang lain namun alangkah baiknya kalau seandainya semua filsafat diatas tersebut saling melengkapi satu sama lain sehingga biasa digunakan menurut kebutuhan yang diinginkan dalam mencapai tujuan pendidikan, karena ada jenis dari filasafat diatas yang sangat cocok untuk satu terapan (displin) ilmu saja sehingga tidak biasa dicover oleh filsafat yang lain, contohnya dalam kajian ilmu agama pola filsafat perenialisme sangat bagus digunakan karena bersifat permanent dan tegas.