Model Interaksi Sosial (Inovasi Kurikulum Pendidikan) - Pondok Belajar

Friday, April 27, 2018

Model Interaksi Sosial (Inovasi Kurikulum Pendidikan)

Model Interaksi Sosial (Model S-I)
Yang ketiga adalah Model Interaksi Sosial. Secara umum, dalam Model Interaksi Sosial, keputusan untuk membuat keputusan. Keputusan yang tertunda mendorong pencarian pengetahuan dan penerapan pengetahuan selanjutnya. Masalahnya diidentifikasi oleh penguna dan proses inovasi diprakarsai oleh mereka.


Model Interaksi Sosial (Inovasi Kurikulum Pendidikan)
Model Interaksi Sosial (Inovasi Kurikulum Pendidikan)

Menurut  MacDonald dan Walker dikutip dalam Ratnavadivel, (1995:69). "The receiver (an individual or group) initiates the process of change by identifying an area of concern or sensing a need for change. Once the problem area is identified, the receiver undertakes to alter the situation either trough his own efforts, or by recruiting suitable outside assistance. Whereas the receiver in the S-I and RD&D model is passive, the receiver in the P-S model is actively involved in finding an innovation to solve his own problem. Specifically what the new input will be is determined largely by the receiver himself; the relationship between sender and receiver is one of collaboration it is here called the “client system”. The client system may range in size from an individual person to an entire nation."

(Baca Model-Model Inovasi Kurikulum Pendidikan)

Seperti pada model-model lain atau penyederhanaan realitas, model Social Interaction (S-I) ini juga didasarkan pada sejumlah asumsi. Salah satu asumsi dasarnya adalah bahwa setiap orang merupakan anggota satu jaringan sosial atau lebih. Seorang guru PLB mungkin termasuk anggota jaringan yang berupa kelompok guru atau kelompok personel lainnya. Kemungkinan besar dia juga termasuk sejumlah jaringan sosial lainnya, misalnya tim olahraga, klub motor, Komunitas Majelis Taklim atau kelompok memancing. Kebanyakan dari kita adalah anggota berbagai jaringan yang mempunyai kesamaan minat dan terdapat hubungan saling percaya di antara para anggotanya karena mereka saling mengenal, mengetahui apa yang dapat dilakukan oleh tiap individu dan tahu seberapa besar mereka dapat diandalkan.

Strategi ini juga didasarkan atas asumsi bahwa kedudukan dalam jaringan sosial itu sangat penting. Dalam kelompok mana pun, selalu ada pemimpin formal ataupun informal dengan sejumlah pengikutnya. Setelah dua hingga tiga minggu, seorang guru prasekolah akan dapat mengidentifikasi siapa yang berperan sebagai pemimpin kelompok anak atau kelas. Mereka adalah anak atau murid yang mempunyai wibawa tertinggi, perilaku yang berpengaruh, memiliki daya untuk memberlakukan syarat-syarat atau menentukan aturan-aturan. Fenomena sosial yang sama dapat diamati di semua tempat kerja, misalnya di kantor psikologi pendidikan di sekolah. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pemimpin formal belum tentu orang yang paling menarik dari sudut pandang inovasi. Pemimpin dapat juga hanya salah seorang dari kalangan sesama pegawai. Melalui kekuatan verbalnya, karisma, kebandelan, humor, pengalaman atau caranya mengeluh, asisten TK dapat juga menjadi orang yang paling berpengaruh terhadap orang-orang lain dan terhadap lembaganya.

Tempat dan posisi seseorang di dalam jaringannya (misalnya pemimpin, mitra kerja, dll.) merupakan indikasi yang baik tentang apakah dia akan dapat memasukkan ide-ide baru ke dalam jaringannya dan berpartisipasi dalam difusi. Setidaknya semakin sentral posisi seseorang, semakin besar kesempatan orang itu untuk mempengaruhi.Beberapa peneliti telah mencoba mengklasifikasikan orang-orang menurut sikapnya terhadap inovasi, seperti “inovator”, “pengikut”, dan “orang yang lamban”. Ada juga yang mengatakan bahwa “pelopor selalu mempunyai kesempatan untuk menang dan tidak mempunyai kemungkinan untuk kalah, sedangkan pengikut selalu memiliki kemungkinan untuk kalah dan tidak mempunyai kesempatan untuk menang”. Calon pengikut, selama masa mereka merenungkan apakah akan berpartisipasi atau tidak, akan menemukan sesuatu yang lebih diyakininya. Alasan mengapa model S-I sejauh tertentu difokuskan pada bagaimana berbagai peran dikembangkan, dipelihara dan saling mempengaruhi, adalah bahwa model ini dipandang sebagai dapat menentukan siapa yang menjadi tertarik atau yang pertama membeli produk inovatif itu. Jika kita dapat mempengaruhi pimpinan dan orang-orang kunci, maka peluang untuk difusi di dalam sistem itu lebih besar daripada jika kita mulai dengan mempengaruhi beberapa orang yang lewat. Ini merupakan asumsi dasar yang ketiga dari model S-I, yaitu bahwa kontak informal itu penting jika kita menginginkan ide-ide inovatif itu mengakibatkan perubahan dalam praktek-praktek yang ada. Informasi dan komunikasi sangat penting. Kita tidak hanya terpengaruh oleh informasi yang kita terima dalam bentuk memo dan laporan dari bagian dan kantor sekolah, tetapi juga oleh informasi dari orang-orang yang kita percaya, kita kenal baik dan memiliki kontak rutin. 


Lingkaran besar ini menggambarkan jaringan sosial yang berbeda: sekolah lanjutan atas, sebuah tim olah raga dan sebuah dewan kota. Tiap sistem terdiri dari individu-individu yang ditandai dengan 0. panah menunjukkan arus informasi. 

Misalnya, guru di sekolah lanjutan atas telah melakukan proyek pengajaran selama enam bulan. Siswa dan guru dibagi menjadi tim-tim menurut kelas dan mata pelajaran. Tema umum proyek itu adalah: pekerjaan di daerah X. Siswa dan guru memandang hasilnya baik dan metode mengajarnya sangat menarik sehingga mereka ingin melanjutkannya hingga akhir tahun ajaran. Enam bulan terakhir digunakan untuk merencanakan proyek kecil di bawah arahan sekolah. Mereka melakukan ini berdasarkan ide-ide dan data yang dikumpulkan tentang keinginan-keinginan untuk masa depan dan kebutuhan akan pekerjaan di kalangan remaja di masyarakat. Permohonan sumber daya tambahan diajukan kepada dewan kota.

Satu guru di sekolah tersebut adalah anggota klub olahraga Y. Begitu juga salah seorang anggota dewan kota. Guru menggambarkan secara antusias pengalaman dan rencana sekolah ketika berlatih di klub tersebut dan anggota dewan kota itu mendengarkannya. Dia merasa bahwa proyek pengembangan sekolah itu menarik dan mengilhaminya. Permohonan sumber daya tambahan itu dikabulkan karena “olahragawan” dari dewan kota itu telah memahami ide itu dan berhasil meyakinkan para anggota dewan lainnya. Infomasi dan komunikasi informal dalam kasus ini merupakan faktor penentu terhadap realisasi ide inovatif. Tanpa sumber daya tambahan proyek tersebut dapat terhenti. 

Asumsi keempat yang mendasari model S-I adalah bahwa identifikasi kelompok itu penting untuk keberhasilan suatu inovasi. Kebanyakan orang memiliki kecenderungan untuk mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tertentu berdasarkan minat, nilai-nilai, kekuasaan, posisi dan keinginan untuk berprestasi. Jika seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan suatu kelompok, maka dia akan lebih mudah menerima dan menindaklanjuti ide inovatif yang mungkin dikembangkan oleh kelompok itu. Tekanan kelompok merupakan fenomena yang dikenal, baik dalam hal pembinaan kepemilikan maupun difusi inovasi. Dalam hubungannya dengan pemikiran baru dan perubahan perilaku, bukan hanya individu yang menjadi sasaran, tetapi juga kelompok. Terlebih lagi, sejumlah pendekatan komersial didasarkan atas pengetahuan mengenai potensi identifikasi kelompok untuk membuat perubahan. Asumsi terakhir yang akan kita telaah adalah bahwa difusi inovasi mengikuti kurva S. 

Kemajuannya lambat pada fase awal, tetapi diikuti dengan fase difusi yang sangat cepat. Kurvanya terus meningkat selama beberapa lama, tetapi pada kecepatan yang lebih lambat. Selama fase inilah orang yang lamban bergabung dengan inovasi. Kurva difusi kemudian secara bertahap menjadi datar. Kurva S dapat dilihat pada gambar 5. pada umumnya kita dapat mengatakan bahwa model S-I didasarkan atas informasi yang memiliki daya untuk memperbaharui diri, dan bahwa “individu adalah ujung tombak dalam proses inovasi – meskipun tidak demikian - sehingga sistem sosial individu itu menjadi tidak penting”. Strategi ini juga menuntut agar pengetahuan baru, yang ditransfer melalui kontak pribadi, disebarluaskan untuk menguji dan mengevaluasi ide inovatif itu. Namun, kita tidak tahu pasti sejauh manakah kontak itu harus didominasi oleh kedekatan hubungan di kalangan individu-individu. Penelitian di Amerika menemukan bahwa sekolah-sekolah sangat jarang mengikuti sekolah perintis yang tetangganya. Di pihak lain, sekolah yang menciptakan ide baru itu sering dikunjungi oleh guru-guru dari negara bagian lain. Fenomena ini disebut efek mercu suar. Anehnya adalah bahwa mereka yang jauh yang lebih sering memulai proyek serupa di sekolahnya, bukan mereka yang bertetangga dengan perintis inovasi. Penjelasan yang diberikan terkait dengan hakikat psikologi dan komunikasi. Sekolah tetangga merasa bahwa mereka hanya dapat memperoleh sedikit prestise karena sekolah perintis telah mendapatkan semua perhatian. Jika sekolah tetangga harus memulai proyek yang serupa, mereka takut dianggap sebagai “peniru”. Penjelasan lainnya adalah bahwa orang yang tinggal jauh dari “tempat kejadian”, harus berjalan jauh sehingga dapat membawa pulang lebih banyak ide. 

Satu faktor yang sudah disebutkan adalah bahwa difusi sering kali tidak dilaksanakan di dalam sistem selain dari sistem yang memerlukan perbaikan dalam prakteknya. Untuk meraih keberhasilan dalam difusi inovasi, penting untuk merencanakan fase difusi ini juga. Secara sederhana, tampaknya kita dapat mengendalikan difusi dengan mengendalikan siapa menemui siapa. 

Mereka yang memutuskan untuk ambil bagian dalam proses perubahan, sangat membutuhkan informasi. Inovator harus berusaha memenuhi kebutuhan ini. Mereka juga sangat membutuhkan informasi pada tahap awal setelah mereka memutuskan untuk membeli ide tersebut. Ini terkait dengan kenyataan bahwa perubahan menciptakan ketidakpastian dan rasa tidak aman bagi kebanyakan orang. Ini juga berhubungan dengan apa yang sudah disebutkan di atas, yaitu bahwa kalkulasi biaya/keuntungan yang dilakukan oleh “pembeli” (mereka yang bergabung dengan inovasi) sebelum mereka memutuskan apakah ide tersebut baik atau buruk. Perhitungan keuntungan/biaya ini juga terkait dengan kenyataan bahwa inovasi jarang menguntungkan semua pihak. Akan selalu ada orang yang mempersepsi inovasi secara lebih positif daripada orang lain. Inovasi sesungguhnya tidak akan menarik bagi mereka yang lamban, karena orang-orang ini tidak akan mengalami keuntungan ataupun kerugian. 

Semua yang berpartisipasi dalam proses inovasi memiliki kebutuhan untuk mengetahui tujuannya, sasaran dan perencanaan atau strategi yang akan dipergunakan. Demikian pula, informasi tentang keterlibatan orang lain, aspek waktu, penggunaan sumber-sumber dan energi, merupakan faktor penting bagi pandangan mereka terhadap inovasi, baik positif ataupun negatif. Hal-hal yang harus dilakukan atau diubah oleh mereka sendiri dan hal-hal yang mungkin merugikan bagi mereka dalam situasi baru nanti harus juga diperjelas. 

Masalah yang mungkin terjadi dalam model ini adalah apakah para guru dapat memperoleh kemampuan yang cukup untuk melakukan itu, karena kurangnya informasi yang tersedia bagi para guru dapat mengurangi kebergunaan/manfaat dari model ini.  Jadi model ini masih membutuhkan pelatihan berkelanjutan dari agensi/perencana untuk mendidik guru sebagai dari proses evaluasi keefektifan dalam penerapan  model ini.

No comments:

Post a Comment

terimakasih telah berkomentar