Pengaruh Konsep Arthur Terhadap Perkembangan Pendidikan Di Indonesia - Pondok Belajar

Tuesday, August 04, 2009

Pengaruh Konsep Arthur Terhadap Perkembangan Pendidikan Di Indonesia

"It is acceptance and trust that make it possible for each bird to sing its own song-- confident that it will be heard--even by those who sing with a different voice."
B. Hateley and W. Schnidt.

Konsep pendidikan yang digambarkan oleh Arthur l Costa pada point kelima ini sangat berpengaruh dalam perkembangan kurrikulum di Aceh/Indonesia, karena pada point kelima ini pola pendidikan yang sama tidak bisa diterapkan kepada semua anak didik, sehingga mengabaikan perbadaan sifat individu yang telah ada pada diri siswa, sebab setiap manusia itu mempunyai perbedaan yang telah dibawa sejak lahir, baik dari segi fisik, keahlian lingkungan dan lain-lain. Adapun pengaruh konsep athur tehadap perkembangan kurrikulum di Indonesia dapat dikatagorikan dalam dua aspek yaitu:

Pengaruh Konsep Arthur Terhadap Perkembangan Pendidikan Di Indonesia
Pengaruh Konsep Arthur Terhadap Perkembangan Pendidikan Di Indonesia

1. Aspek sekolah.

Pengaruh konsep yang dikemukan oleh Artur bila ditinjau dari aspek sekolah terhadap perkembangan kurikulum di Indonesia/Aceh mempunyai pengaruh yang sangat besar yaitu ditandai dengan ada didirikan beberapa jenis sekolah yang disesuaikan dengan keadaan anak didik, artinya anak didik masih bisa memperoleh pendidikan walaupun anak tersebut mempunyai ciri yang lain dengan anak biasa, dimana untuk anak-anak yang mempunyai sifat kelainan dari anak normal akan disekolahkan pada rumah sekolah yang khusus untuk anak-anak yang mengalami kelainan tersebut, diindonesia jenis rumah sekolah ini disebut dengan SLB (sekolah luar biasa) dimana sekolah ini hanya dikususkan buat anak cacat, baik dari segi phisik atau jiwa. Dimana jenis materi yang diajarkan disekolah ini tidak sama dengan jenis meteri yang diajarkan pada sekolah biasa tetapi lebih berfokus pada kedaan anak didik tersebut, dimana sekolah ini lebih memfokuskan pada pemahaman tingkah laku dan pengembangan pola pikir anak tersebut, sehingga anak-anak yang mengalami cacat ini bisa mengembangakan potensi yang dimiliknya dan memperoleh tingkatan yang sama dengan anak didik yang lain.

(Baca Aspek Pengetahuan Pedagogik)

Disamping itu, bagi anak yang mempunyai keahlian khusus/bakat atau yang mempunyai keinginan untuk mengembangkan keahlian tertentu yang dimilikinya, pemerintah Indonesia/Aceh juga membuat sokolah khusus yang bisa mengembangkan minat dan bakat dari anak didik tersebut, sekolah jenis ini lebih dikenal dengan nama SMK (sekolah menengah kejuaruan) atau dalam bahasa inggris dikenal dengan nama vocational school dimana sekolah ini lebih berfokus pada pengembangan keahlian yang dimiliki anak didik. Jadi untuk sekolah SMK ini pemerintah juga membuat jenis kurrikulum yang tersendiri dimana kurrikulum ini tidak sama dengan jenis kurikulum yang ada disekolah umum (SMA/Sekolah Mengnah Tingkat Atas), tetapi jenis kurrikulum yang drancang lebih menitik beratkan pada pola pengembangan bakat dan minat anak didik, disekolah ini anak didik dilatih dan ditempa menurut bakat yang ada pada diri anak, jenis sekolah SMK ini juga dibuat dalam bentuk yang berbeda-beda, dimana tiap-tiap sekolah SMK ini mempunyai ciri khas tersendiri seperti SMK tehnik yang membuka program study khusus masalah teknih saja, seperti Engineering, chemical, industri dll, SMK Kelautan yang mana program studinya hanya berfokus pada masalah Maritim,, SMK pertanian yang berorientasi pada masalah pertanian, seperti Agronomi, Hama, irrigation, SMK tataboga yang melatih anak menjadi ahli masa, SMK pertambangan yang berorientasi pada masalah tehnik pertambangan, SMK Musik, dll.

2. Aspek kurrikulum.

Sebelum saya mengemukakan pengaruh konsep pengembangan kurikulum menurut Arthur terhadap pengembangan kurrikulum di Idonesia/Aceh, maka adanya baiknya saya menjelaskan dulu proses pengembangan kurrikulum di Indonesia dari awal kemerdekaan sampai dengan sekarang.

Sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia sudah dimulai sejak Indonesia merdeka, dan terus berubah seirinng dengan perubahan waktu yang bertujuan untuk terus meningkatkan mutu pendidikan. Adapun gambaran tahap-tahap pengembangan kurrikulum di Indonesia adalah sebagai berikut:


A. Kurun waktu 1945 sampai 1968

a. Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda leer plan artinya rencana pelajaran. lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris) mungkin karena Indonesia di jajah oleh belanda maka kata Leer Plan in lebih popular dari pada kata Curriculum. Pada masa ini Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan ditetapkan oleh Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan nama Rencana Pelajaran 1947, dan baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:

1. Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya

2. Garis-garis besar pengajaran.

Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah : pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Yang bertujuan untuk menanamkan rasa persatuan dan cinta tanah air (patriotisme) sebab pada masa ini Indonesia baru saja merdeka dan untuk mnciptakan rasa cinta tanah air maka disusunlah kurikulum ini yang di aplikasikan dari sabang samapi merauke. Sedangkan materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

b. RENCANA PELAJARAN TERURAI 1952
Kurikulum ini lebih berfokus pada rincian setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. "dimana pada era ini Silabus mata pelajarannya sudah mulai jelas dibandingkan dengan era sebelumnya. Disamping itu sudah ada penekanan pada seorang guru untuk mengajar satu mata pelajaran sahaja," (Djauzak Ahmad, Dirpendas periode1991-1995). Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Panca wardhana) sebagai pengembangan dari kurrikulum sebelumnya (kurikulum tahun 1952). Dimana dalam rancangan kurikulum ini mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, maksudnya hanya pada object yang yang yang berkaitan dengan hal-hal umum sahaja.


B. Kurun waktu tahun 1968 sampai tahun 1999

a. KURIKULUM 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang diciptakan sebagai produk Orde Lama. Dimana pada masa ini terjadi perobahan system pemerintah dari orde lama ke orde baru, karena pemerintahan orde lama yang dianggap berorientasi komunis maka kurikulum yang dirancang pada masa orde batu di robah dengan pertimbangan tertentu untuk tujuan pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Jenis kurikulum 1968 ini menekankan pendekatan organisasi, materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengeta huan dasar, dan kecakapan khusus. Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. "Hanya memuat mata pelajaran pokok saja," . Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

b. KURIKULUM 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Drs Mudjito; Ak; Msi (Direktur Pemb. TK dan SD Depdiknas).
yang melatar belakangi lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,"
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

c. KURIKULUM 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum 1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.
Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, dan di sana-sini ada tempelan gambar, dan pengaruh yang sangat menyolok dari nkurikulum ini adalah guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhiran penolakan CBSA bermunculan dimana-mana.

d. KURIKULUM 1994 dan SUPLEMEN KURIKULUM 1999
Kurikulum 1994 merukan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kur 19975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.


C. Kurun waktu 1999 sampai sekarang

a. KURIKULUM 2004
Sebagai pengganti kurikulum 1994 adalah kurikulum 2004, yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu: pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi; dan pengembangan pembelajaran.
KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Struktur kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut. Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian. Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator.

b. KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Pelaksanaan KBK masih dalam uji terbatas, namun pada awal tahun 2006, uji terbatas tersebut dihentikan. Dan selanjutnya dengan terbitnya permen nomor 24 tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu jiwanya desentralisasi sistem pendidikan.

Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di bawah binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat. Namun demikian pengembangan kurikulum ini tidak berarti bebas mengambangkan kurikulum tatapi pengambangan kurikulum ini harus berdasarkan SI (standar Isi) dan SKL (Standar Kelulusan) yang telah ditetapkan oleh BNSP (Badan Nasional Standar Pendidikan). Disamping itu ada juga beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum KTSP ini diantarnya:

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.

2. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh sebab itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

6. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Maksudnya kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dimana pendidikan dilaksanakan untuk menciptakan insan yang cinta tanah air, memilki pengatahaun yang luas untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik, disamping tidak menyampingkan nilai-nilai yang ada daerah.

Jadi jika kita melihat sejarah perkembangan kurikulum di Indonesai sejak tahun 1945 s/d 2006 maka kita bisa melihat dengan jelas sekali pengaruh konsep Arthur terhadap perkembangan kurikulum di Indonesia, dimana disetiap tahap perkembangan kurikulum tersebut selalu di ikuti dengan berbagai pertimbangan untuk mencapai proses kesempurnaan. Walaupun pada tahap awal pengembangan kurikulum hanya berfokud pada kepentingan politik tertentu terutama pada masa perobahan kurikulum dari pemerintahan orde lama ke orde baru tanpa melihat aspek yang lain dari sisi pendidikan bahkan pada masa ini kurikulum yang diterapkan masih bersipat centralisasi dan terkesan seperti one size fit all, yang tidak sedikitpun melihat dari aspek perbedaan yang dimiliki oleh setiap individu. Perubahan kurikulum kurikulum yang agak mengarah pada pengahragaan terhadap perbedaan individu mulai nampak pada tahun 1999, dimana anak didik sudah mulai di fokuskan dalam merancang kurikulum tersebut, namun pada tahap berikutnya yang pada masa perancangan murikulum KBK dan KTSP pengembangan kurikulum di Indonesia sudah menerapakan konsep yang di gambarkan oleh Arthur dimana pertimbangan terhadap nilai adapt dan budaya setempata sudah mulai dipertimbangakan dalam rancangan kurikulum KBK dan disempurnakan dalam Kurikulum KTSP. Kurrikulum KTSP ini memiliki ke unikan tersendiri jika dibandingakan dengan kurikulum sebelumnya, karena kurikulum ini bersipat discentralisasi sehingga kurikulum ini bisa dikembangakan pada tiap-tiap sekolah sesuai dengan lingkungan dan budaya setempat, dan hal ini memeberikan kesempatan kepada daerah untuk merancang kurikulum serdiri dengan berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kelulusan yang telah ditentukan oleh Badan Standar Pendidikan Nasional (BSPN). Seperti yang telah dikemukan oleh Arthur

“Interdependent learning communities are built not by obscuring diversity but by valuing the friction those differences bring and resolving those differences in an atmosphere of trust and reciprocity. Appreciation for diversity can be choreographed by deliberately bringing together people of different political and religious persuasions, cultures, gender, cognitive styles, belief systems, modality preferences and intelligence”.

Indonesia yang merupakan negara yang besar dan luas yang terdiri dari ribuan suku agama dan ras perlu menghargai setiap perbedaan yang ada dilikungan masing, dan hal ini juga diperhatikan dalam rancangan kurikulum KTSP, dimana kurikulum ini memberikan kebebasan pada setiap daerah untuk merancang kurikulum sesuai dengan lingkungannya masing untuk mencapai tujuan pendidikan, mungkin asumsi ini didasarkan pada penghargaan perbedaan yang dimiliki oleh setiap individu, dengan pertimbangan supaya anak didik lebih mudah mempelajari suatu mata pelajaran jika disesuaikan dengan konteks lingkungannya sendiri tanpa harus memaksakan kehendak pemerintah pusat (discetralisai). Disamping pertimbangan terhadap daerah kurikulum ini juga memberikan kebebasan kepada pemeluk agama untuk membuat syllabus sendiri sehingga tidak ada pemaksaan untuk mengikuti satu mata pelajaran agama saja, sebagai contoh tidak adanya pemaksaan pada pemeluk agama selain islam untuk mengikuti pelajaran agama islam walaupun warga Negara Indonesia memeluk agam Islam, sehingga perbezaan yang ada itu menjadi warna yang indah dan dapat melahirkan konsep kebersamaan yang lebih bagus.